oleh

780 Buruh Asal NTT Mogok Kerja di Kaltim, Tuntut Hak-haknya Dipenuhi

Jakarta, RNC – Tidak kurang dari 780 karyawan PT. Yudha Wahana Abadi asal NTT saat ini melakukan mogok kerja secara masal menuntut hak-haknya karena sebagian besar hak-haknya tidak dibayarkan oleh PT. Yudha Wahana Abadi. Perusahaan ini bergerak di perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Desa Marapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Provinsi Kaltim. Sedangkan kantor pusatnya di Menara The East, Lt. 23, Jln. Dr. Ide Gede Agung Anak Agung, Kav. 12, No. 1, Kuningan Timur, Setia Budi, Jakarta Selatan.

Hubungan para karyawan dengan PT. Yudha Wahana Abadi dimulai sejak tahun 2014, Kemudian perkebunan kelapa sawit milik PT. Yudha Wahana Abadi perlahan lahan diambil alih saham dan manajemennya oleh PT. Triputra Agro Persada. Pada 31 Desember 2017, PT. Triputra Agro Persada resmi mendeklarasikan dirinya sebagai satu-satunya pemilik perkebunan kelapa sawit di Desa Marapun, Kelay, Berau.

Menurut kuasa hukum para karyawan, Petrus Selestinus, selain manajemen berubah, hak-hak atas upah dan tunjangan karyawan, seperti upah bulanan atau harian, pelayanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak, tentang jenis dan status kerja dan pekerjaan pun ikut berubah. Perubahan lebih condong menghilangkan hak-hak atas upah bagi para karyawan sesuai dengan standar yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Permasalahan perselisihan antara para karyawan dengan PT. Triputra Argo Persada tersebut akhirnya dibawa ke Bupati Berau dan DPRD Kabupaten Berau untuk dimediasi dan mencari penyelesaian secara damai. Namun rupanya baik pihak Pemda dan DPRD setempat maupun pihak PT. Triputra Argo Persada hanya memberikan janji-janji angin surga, tapi tidak ada realisasinya hingga saat ini.

Oleh karena itu, para karyawan menggunakan hak mogoknya untuk menunjang tuntutan atas hak-hak normatif mereka yang diabaikan oleh majikannya. Mogok pertama dilakukan oleh para Karyawan di depan kantor PT. Triputra Argo Persada, namun ada potensi terjadi insiden horizontal dengan masyarakat lokal, dimana pihak perusahan dan kepolisian setempat seolah olah membiarkan warga lokal masuk ke dalam areal perusahaan, merusak tenda, tempat berlindung karyawan saat mogok terjadi.

Baca Juga:  Maju Pilgub NTT, Emi Nomleni Tunggu Perintah DPP PDIP

Meskipun demikian, para karyawan masih terus membuka diri untuk dilakukan dialog. Dan pada 16 Januari 2020, bertempat di pabrik pengolahan minyak kelapa sawit milik  PT. Triputra Argo Persada kurang lebih 780 karyawan dari total 1.300 karyawan yang mayoritas berasal dari Maumere, NTT melakukan mogok kerja, sehingga membuat produksi minyak kelapa sawit lumpuh total.

Beberapa tuntutan karyawan yakni pulihkan kembali hak-hak normatif karyawan yang dahulu pernah ada ketika masih di bawah managemen PT. Yudha Wahana Abadi, namun sejak tahun 2017 ketika perusahan diambil alih oleh PT. Triputra Argo Persada maka kebijakan upah dan hak-hak normatif karyawan dihilangkan sewenang-wenang.

Kedua; memastikan bahwa karyawan berada di bawah naungan PT. Yudha Wahana Abadi atau PT. Triputra Argo Persada karena sejak tahun 2014, mulai tidak ada kepastian, apakah perusahan tersebut di bawah manajemen PT. Yudha Wahana Abadi atau PT. Triputra Argo Persada. Karena ketidakpastian itu mempengaruhi kebijakan upah buruh dan sistim kerja yang nyata-nyata merugikan hak-hak  normatif karyawan.

Ketiga, status karyawan diubah secara sepihak oleh manajemen PT. Triputra Argo Persada dari semula karyawan harian lepas atau (KHL) menjadi karyawan kontrak kerja (KK) agar dikembalikan kepada status karyawan tetap.

Keempat; karyawan bekerja bertahun-tahun dengan jenis pekerjaan yang sifatnya permanen akan tetapi tidak pernah diangkat menjadi karyawan tetap. Malah diubah menjadi karyawan kontrak supaya dikembalikan sesuai dengan sistem peraturan yang berlaku.

Kelima; BPJS Kesehatan dibayar, akan tetapi ketika berobat, karyawan harus bayar sendiri agar diperbaki sistim BPJS. Keenam; karyawan yang sudah bekerja bertahun-tahun, namun tidak memiliki BPJS, harus diberikan BPJS. Ketujuh; cuti hamil dan melahirkan, tidak ada, pajak dipungut, akan tetapi karyawan tidak memiliki NPWP, pelayanan kesehatan di lokasi perusahan tidak memadai supaya dibenahi dan masih banyak hak-hak lainnya. (*/rnc)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *