Akibat Panen Tidak Maksimal, Pemerintah Turunkan Bantuan Beras di NTT

Opinidibaca 198 kali

Oleh Astri Audia Arsanti

KRISIS beras yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dampak dari gagal panen yang di sebabkan oleh banjir yang dipicu siklon tropis seroja. Para petani mengatakan, bibit padi yang tidak bagus dan serangan hama memicu penurunan hasil panen hingga 50 persen.

Petani hanya mendapatkan 500 kilogram gabah kering yang jauh lebih sedikit dari panen sebelumnya dengan lahan sawah seluas 2.500 meter persegi. Tak hanya banjir pemicu lainnya adalah serangan hama dan keterbatasan asupan pupuk subsidi, yang mengharuskan petani untuk membeli pupuk non subsidi yang harganya 2-3 kali lipat dari pupuk subsidi.

Hal tersebut mengakibatkan masyarakat setempat kehilangan sumber pangan dan terancam mengalami krisis pangan. Panen yang menurun menyebabkan ketersediaan beras lokal semakin berkurang. Akibatnya, mau tidak mau masyarakat setempat harus membeli beras dari luar provinsi.

Masyarakat membeli beras dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur dengan harga yang lebih tinggi. Beras yang di beli pedagang eceran di jual lagi ke daerah-daerah pelosok dengan harga per kilogram dapat mencapai Rp 17.000 yang sebelumnya berkisar Rp 13.000 per kilogram. Komoditas beras mol yang biasanya di jual dengan harga kisaran Rp 9.000-Rp 10.000 per kilogram saat musim panen, kini beras tersebut melambung naik dan sulit di dapatkan. Banyak masyarakat yang tidak mampu membeli beras, mereka terpaksa beralih ke jagung yang harganya lebih murah, yaitu Rp 7.000 per kilogram.

Lantas bagaimana tanggapan pemerintah terkait kenaikan harga beras di Provinsi NTT yang di sebabkan oleh hasil panen yang menurun? Apakah pemerintah turut membantu masyarakat untuk mengurangi krisis beras yang terjadi saat ini?

Baca Juga:  65 Anggota DPRD NTT Dilantik, Emi Nomleni Ketua Sementara

Sejauh ini pemerintah telah memberikan banyak bantuan kepada masyarakat NTT untuk mengurangi krisis beras yang sedang terjadi. Kementerian Perhubungan, Direktorat Jendral Perhubungan Laut bekerja sama dengan Perum Bulog untuk mengangkut bantuan beras 1.600 ton dengan menggunakan kapal Tol Laut KM Kendhaga Nusantara 5 dan KM Kendhaga Nusantara 11 melalui 2 tahap. Tahap pertama menggunakan KM Kendhaga Nusantara 5 dengan pemuatan sebanyak 600 ton atau 30 Teus dengan rincian 2 Teus didistribusikan ke Maumere dan ke Ende sebanyak 28 Teus. Tahap kedua menggunakan KM Kendhaga Nusantara 11 dengan memuat 1000 ton atau 50 Teus, untuk didistribusikan ke Ende sebanyak 12 Teus dan Atambua serta Atapupu sebanyak 38 Teus.

Pemerintah merespons dengan sigap tentang krisis beras di NTT dan menganggap masalah tersebut harus segera diatasi dengan mengirim bantuan beras secepatnya. Namun pengiriman bantuan beras belum cukup membantu menyelesaikan persoalan krisis beras yang terjadi di NTT. Bantuan tersebut hanya dapat membantu dalam jangka pendek dan menyebabkan program diversifikasi pangan menjadi tidak efektif, dikarenakan pemerintah terlalu bergantung pada beras sebagai sumber pangan. Tidak semua masyarakat makanan pokoknya adalah beras, jenis pangan selain beras dapat diganti dengan jagung, pisang, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.

Pemerintah seharusnya mendukung pengembangan pangan lokal, bukan hanya berfokus pada padi, jagung, dan kedelai yang dapat berpengaruh pada pengolahan lahan pasar. Pemerintah daerah perlu mengupayakan masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan yang dapat di jadikan salah satu solusi di tengah keterbatasan beras saat ini. Dengan meningkatkan pangan lokal yang telah di dukung dengan infrastruktur yang di bangun pemerintah, seperti bendungan dan alat-alat pertanian akan membuat ketahanan pangan di NTT semakin kuat.

Baca Juga:  Cagub NTT Ansy Lema Jamin Keterlibatan Perempuan dalam Tata Kelola Pemerintahan

Zadrak Mengge dari Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal mengupayakan atau mendorong masyarakat desa lebih produktif agar memperkuat pangan lokal di setiap daerah. Kegiatan atau gerakan memperkuat pangan lokal ini sudah di terapkan pada beberapa perdesaan.

Seperti pada kampung O’aem, Kabupaten Kupang, para warga setempat menggelar sebuah festival pangan lokal setiap tahun. Festival yang melibatkan generasi muda dapat mengubah kebiasaan dan persepsi terhadap pangan lokal. Kemudian di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, terdapat masyarakat yang membuka warung dengan menu pangan lokal di tengah kebun.

Keterbatasan atau krisis beras yang terjadi saat ini bukanlah suatu hal yang dapat menjadi alasan masyarakat untuk terus mengembangkan pangan lokal di daerah mereka. Pemerintah telah memfasilitasi infrastruktur yang mendukung masyarakat untuk terus mengolah lahan mereka agar dapat menghasilkan sumber pangan lain sehingga tidak selalu bergantung pada beras. (*)

Editor: Semy Rudyard H. Balukh

Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *