Kupang, RNC – Stunting atau kekerdilan yang dalam istilah nonteknis berarti anak-anak terlalu pendek untuk usia mereka masih menjadi masalah serius di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam pidato pada perayaan HUT ke-79 Kemerdekaan RI, Kamis (15/8/2024), Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia GL. Kalake mengatakan, angka stunting di NTT masih tinggi.
“Peningkatan derajat kesehatan masyarakat menjadi salah satu aspek penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia NTT. Upaya untuk membangun kesehatan ini dimulai sejak dari dalam kandungan ibu. Kami menyadari bahwa angka stunting di NTT masih tergolong tinggi,” kata Ayodhia.
Dia menyebutkan, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dirilis Kementerian Kesehatan, prevelensi stunting NTT pada tahun 2023 mencapai 37,9 persen.
“Sementara itu, berdasarkan data e-PPBGM, per Februari 2024, prevelensi stunting di NTT sebesar 15,2 persen atau sebanyak 61.961 anak stunting,” sebutnya.
Pemerintah Provinsi NTT, lanjut Ayodhia, terus berupaya menurunkan prevelensi stunting melalui kerja kolaborasi dan konvergensi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan spesifik dan sensitif.
“Melalui kerja bersama lintas sektoral ini, kita menargetkan penurunan stunting pada pada tahun 2025 mencapai 4,8 persen,” ungkapnya.
Kasus Malaria dan DBD
Selain stunting, Pemerintah Provinsi NTT juga terus berupaya untuk menekan laju perkembangan penyakit endemik seperti Malaria dan DBD dengan mempromosikan empat pilar strategi pencegahan dan pengendalian.
Pertama, memperkuat surveilans kasus dan surveilans vektor didukung dengan laboratorium yang memadai; Kedua, memperkuat penatalaksanaan penderita di fasilitas kesehatan; Ketiga, meningkatkan pemberantasan vektor secara terpadu bersama masyarakat; Keempat, memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanggulangan KLB.
Pj. Gubernur NTT, Ayodhia Kalake menyebutkan, pada tahun 2023, jumlah kasus penyakit malaria mengalami penurunan sebanyak 6.968 dengan kasus kematian sebanyak 4 orang dibandingkan dengan 2022 sejumlah 15.812 kasus dengan 9 kematian. Hal yang sama juga untuk kasus DBD Tahun 2023 di mana mengalami penurunan menjadi 2.652 kasus dengan jumlah kematian 15 kasus dibanding dengan tahun 2022 3.376 kasus dengan 29 orang meninggal.
“Kita patut berbangga bahwa mulai tahun Oktober 2023 Pemerintah Pusat menetapkan NTT khususnya Kota Kupang sebagai salah satu lima daerah/kota untuk piloct project implementasi teknologi Wolbachia untuk mengatasi penyebaran penyakit DBD,” ungkapnya. (rnc)