Kupang, RNC – Salah satu sosok besar dalam sejarah bangsa Indonesia adalah Ir. Soekarno atau Bung Karno. Presiden pertama Indonesia ini adalah pemimpin perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan tahun 1945 dan sekaligus menjadi orang pertama yang mencetuskan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila merupakan salah satu warisan berharga Soekarno yang ia dedikasikan kepada tanah air Indonesia. Pria yang lahir di Surabaya ini merumuskan Pancasila dalam perenungannya di Ende saat masa pengasingan oleh pemerintah kolonial Belanda selama empat tahun (14 Januari 1934-18 Oktober 1938).
Selain mewariskan Pancasila, Bung Karno juga meninggalkan sebuah pemikiran hebat bagi bangsa ini, yaitu Marhaenisme. Ideologi ini dikembangkan oleh Bung Karno sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan penindasan yang dialami rakyat Indonesia pada masa penjajahan. Ideologi ini berakar pada konsep keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat, terutama kaum Marhaen yang merujuk pada masyarakat kecil seperti petani, buruh, dan kelompok miskin lainnya.
Warisan pemikiran, semangat perjuangan, dan keberpihakan Bung Karno bagi masyarakat kecil inilah yang mengilhami seorang Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) nomor urut satu Yohanis Fransiskus Lema atau yang akrab disapa Ansy Lema dalam membangun arah dan langkah politiknya.
Dalam beberapa kesempatan, politisi PDI Perjuangan itu mengaku bahwa Bung Karno adalah salah satu sosok yang sangat menginspirasi perjuangannya semasa muda hingga kini sebagai seorang politisi. Dirinya melihat bahwa semangat perjuangan Bung Karno, yang menempatkan rakyat kecil sebagai prioritas, sangat relevan dengan kondisi masyarakat NTT yang masih menghadapi banyak tantangan dalam hal kesejahteraan dan pemerataan pembangunan.
“Bung Karno adalah sosok pejuang yang hebat dan tangguh. Pemikirannya bahkan telah diakui dunia, keberpihakannya bagi masyarakat kecil sungguh nyata. Karena itulah dari muda sampai sekarang saya selalu mengagumi dan mempelajari pikiran-pikiran besar Bung Karno,” kata Ansy Lema di Ende, Jumat (22/11/24).
Melihat pada perjalanan politiknya, Ansy Lema dan Bung Karno berada dalam koridor perjuangan yang sama. Jika Soekarno muda berhasil menumbangkan penjajah dan memerdekakan Indonesia, maka Ansy Lema muda adalah salah satu pemimpin pergerakan mahasiswa 98 yang berhasil menumbangkan rezim totaliter Orde Baru dan membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia.
Kemudian, saat terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024, Ansy Lema dengan sadar memilih duduk di Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Peternakan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kelautan dan Kelautan Perikanan. Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) itu menjelaskan bahwa dirinya sengaja memilih komisi tersebut agar dapat secara optimal membantu masyarakat marjinal NTT yang notabene berprofesi sebagai nelayan, petani dan peternak. Kiprah politik Ansy Lema didasari oleh pijakan ideologis yang kokoh, yakni menghadirkan kesejahteraan dan keadilan serta berpihak pada rakyat miskin.
Bahkan, dirinya menggagas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang menyasar pada mereka yang berprofesi sebagai petani, peternak dan nelayan. Dirinya merubah akronim plesetan NTT yang negatif dari Nasib Tidak Tentu, Nanti Tuhan Tolong menjadi Nelayan Tani Ternak.
Selain memiliki rekam jejak politik yang serupa, Ansy Lema juga memiliki ikatan ideologis dengan Bung Karno. Calon Gubernur NTT dengan tagline “Manyala Kaka” ini adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai yang memiliki sejarah panjang di republik ini dan partai yang konsisten menghidupkan dan mengamalkan pikiran-pikiran Bung Karno hingga sekarang.
Mantan Anggota DPR RI ini juga merupakan pria berketurunan asli Ende, tempat di mana Soekarno duduk merenung dan merumuskan butir-butir Pancasila yang kini menjadi falsafah bangsa dan dasar negara Indonesia.
“Saya adalah anak ideologis Soekarno, asal Ende. Asal NTT. Spirit perjuangan Soekarno saya wujudkan secara nyata dalam perjuangan saya membantu kaum miskin atau kaum Marhaen di NTT, yaitu para petani, peternak, dan nelayan. Mereka adalah dasar perjuangan saya untuk memajukan Tanah Flobamora ini,” terang Mantan Juru Bicara Ahok tersebut.
Satu-satunya Calon Gubernur NTT yang berpasangan dengan perempuan itu menceritakan bahwa sebelum ditugaskan untuk maju menjadi Calon Gubernur NTT, PDI Perjuangan melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen), Dr. Hasto Kristiyanto memberikan tiga buku berisi gagasan-gagasan Bung Karno kepadanya dan berpesan untuk membumikan pikiran-pikiran Bung Karno di provinsi tempat lahirnya Pancasila tersebut.
“Jika waktu muda, Bung Karno telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, maka saya telah berjuang untuk menumbangkan rezim totaliter Orde Baru. Jika Bung Karno adalah sosok yang sangat peduli terhadap petani, maka saya adalah politisi yang selalu bekerja demi petani, peternak dan nelayan. Saya tumbuh dalam partai yang sampai saat ini masih mengamalkan pikiran-pikiran Bung Karno. Saya adalah anak ideologisnya Bung Karno yang membaktikan diri untuk NTT,” tutupnya. (*/rnc)
Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Channel RakyatNTT.com