Gedung Sekolah Memprihatinkan, Siswa SDK Malasera Belajar di Kapela

Nagekeodibaca 433 kali

Mbay, RNC – Demi menimba ilmu dan mengejar cita-cita di masa depan, siswa-siswi Sekolah Dasar Katolik (SDK) Malasera seolah tak peduli dengan bahaya yang mengancam. Pasalnya, kondisi sekolah di bawah naungan Yayasan Yapersukna itu, sangat memprihatinkan. Kondisi bangunan gedung yang rusak parah.

Kepala SDK Malasera, Anastasia Due saat ditemui RakyatNTT.com di ruang kerjanya, Sabtu (11/12/2021) lalu menyampaikan kerinduan mereka adanya perbaikan plafon di ruangan belajar yang saat ini banyak mengalami kerusakan. Ia khawatir sewaktu-waktu bisa roboh.

Sekolah ini berdiri sejak tahun 1959. Sampai saat ini, kata Anastasia, sudah dua kali rehab, namun hanya bagian atap dan plafon. “Proses belajar dan mengajar siswa sangat terganggu saat proses belajar mengajar pak. Para guru-guru di sini juga khawatir saat proses belajar mengajar. Takutnya atap plafon runtuh. Pernah juga ada kejadian atap plafon runtuh,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah bisa mendengar aspirasi mereka agar siswa-siswi dapat belajar dengan aman. “Pernah Bapak Wakil Bupati Nagekeo ke sini (Malasera) untuk melihat langsung kondisi sekolah kami. Harapan saya sehingga pemerintah bisa memperhatikan sekolah kami. Soalnya SD satu-satunya ada hanya di Malasera. Kalau tidak direhab otomatis siswa harus belajar dan mengajar di ruangan darurat yakni di Kapela. Kalau tidak di lapangan bola kaki. Kami hanya minta itu saja,” kata Anastasia.

Selain gedung sekolah yang menampung siswa, ada juga rumah guru yang rusak parah. hal tersebut menjadi perhatian serius lantaran beberapa guru kesulitan karena harus menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah dengan jarak yang sangat jauh.

“Bangunan sekolah ini menampung sebanyak 81 orang siswa. adapun guru PNS sebanyak 3 orang, honorer 6 orang juga mengalami hal yang sama. Bangunan rumah guru kondisinya rusak parah,” ujarnya.

Sementara Ketua Komite Kristoforus Leran mengaku bahwa sejauh ini siswa-siswi tidak nyaman saat menerima pelajaran.
“Kalau memang sampai dengan tahun baru tidak ada tanda-tanda, berarti otomatis mereka harus belajar di Kapela saja. Sangat tidak nyaman itu. Anak-anak ada belajar di dalam, tiba-tiba rubuh dari atas ni. Resiko juga,” ujarnya.

Kristoforus mengatakan saat musim hujan tiba, banyak siswa harus diliburkan. Pasalnya, air di kali cukup deras untuk dilalui.
“Itu di bawah cabang setelah Nangamboa, itu banyak yang sekolah di sini. Kalau misalnya musim hujan tiba, palingan hanya siswa yang di kampung Nangakapa Desa bagian Ende. Karena ada jembatan gantung di situ. Untuk Nagekeo, di bawah itu ada dua anak kampung. Harapan kita untuk bisa memenuhi kebutuhan anak-anak yang paling pertama akses jalan,” katanya. (rnc15)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *