Ruteng, RNC – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai melakukan aksi damai dalam memperingati Hari Ibu Sedunia, Rabu (22/12/2021). GMNI Manggarai menyuarakan tentang berbagai kasus kekerasan seksual terhadap kaum perempuan.
Pantauan media ini, aksi tersebut berlangsung di beberapa tempat di antaranya, di depan Kantor Dinas Pendidikan Manggarai, Kantor Bupati Manggarai, Markas Polres Manggarai dan Gedung DPRD Manggarai.
GMNI Manggarai, dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Koordinator umum aksi, Clara Astuty Jaya Adriani Miming mengungkapkan, begitu banyak peristiwa pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkungan pendidikan di Indonesia selama ini.
Sarinah Astuti menjelaskan, Indonesia sementara mengalami keadaan darurat kekerasan terhadap perempuan. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), pada 2020 tercatat sekitar 8.600 kasus kekerasan terhadap perempuan. Tahun 2020 mengalami kenaikan sebanyak 8.800 kasus hingga November 2021.
“Jenis kekerasan yang dialami perempuan paling banyak adalah kekerasan fisik mencapai 39 persen, kekerasan psikis 29,8 persen, dan kekerasan seksual 11,33 persen,” papar Astuti.
Ia membeberkan, Komnas Perempuan pun mencatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 4.500 kasus. Jumlah tersebut selama rentang waktu Januari hingga Oktober 2021.
Angka ini melonjak dua kali lipat jika dibandingkan dengan aduan yang diterima tahun 2020 yaitu 2.389 kasus. Dari 8.243 kasus yang ditangani Komnas Perempuan, yang paling menonjol di ranah privat atau disebut KDRT/RP (Kekerasan dalam Rumah Tangga/Ranah Personal) sebanyak 79 persen atau 6.480 kasus.
“Anehnya, di tengah keadaan Indonesia dalam keadaan darurat masalah kekerasan terhadap perempuan, pemerintah tidak memperlihatkan usaha-usaha dalam menyelesaikannya,” katanya.
Sarinah Astuti kemudian menjelaskan, salah satu buktinya adalah dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dari Prolegnas tahun 2021.
Lahirnya Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, juga hanya mampu memberikan harapan dalam lingkungan kampus saja.
“Sementara kasus kekerasan seksual juga kerap terjadi pada lingkungan sekolah menengah bahkan Sekolah Dasar,” tegasnya.
Lahirnya Permen tersebut kata dia, tidak disertakan dengan kebijakan praktis sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual. Pemerintah justru cenderung mengutamakan langkah retributif, sehingga mengabaikan aspek restoratif justice dalam menyelesaikan kasus.
Data yang dihimpun GMNI, lanjut Astuti, di Manggarai terjadi 179 KDRT terhitung sejak tahun 2019 sampai tahun 2021. Untuk tahun 2019 sebanyak 70 kasus dan pada anak-anak 33 kasus. Tahun 2020, kasus 55 kasus dan yang terjadi pada anak 18 kasus. Dan, tahun 2021 hingga sekarang telah terjadi 5 kasus kekerasan terhadap anak.
Sarinah Astuti mengatakan, penanganan kasus kekerasan perempuan di Manggarai, memang terlihat masih sedikit. Tetapi, situasi ini tidak bisa diasumsikan sebagai rendahnya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai ranah.
“Kekerasan terhadap perempuan di Manggarai sangat sering terjadi, tetapi jarang dipublikan dan dilaporkan. Hal yang paling menyebabkan korban tidak melaporkan kekerasan adalah ketidakberanian korban,” kata Astuti.
Ketidakberanian itu, kata dia, dipicu karena ketidaktahuan terhadap prosedur pelaporan hukum dan postur hukum yang berbelit-belit.
Pertama, ketidaktahuan ini harus dimaknai sebagai akibat dari minimnya peran pemerintah dan masyarakat dalam mensosialisasikan hal tersebut. Minimnya sosialisasi tersebut karena pemerintah belum melihat kasus ini sebagai sebuah permasalahan besar. Hal ini bisa dilihat dari intervensi anggaran yang dbuat pemerintah. Sama sekali tidak menyasar ke hal-hal medasar dalam menyelesaikan persoalan ini.
Kedua, ketidakberanian dalam melaporkan karena ketidakadannya jaminan keamanan bagi pelapor. Hal ini disebabkan oleh peliknya hukum kita yang menyulitkan pelaporan dalam pembuktian hukum.
Berikut kutipan lengkap pernyataan sikap Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai:
1. Mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai membuat program kerja pendidikan tentang kekerasan seksual di lingkungan sekolah.
2. Mendesak Bupati dan Wakil Bupati Manggrai membuat program yang bermuara pada keadaan Ramah Perempuan/Ibu.
3. Mendesak DPR RI melalui DPRD Manggarai untuk mengesahkan RUU TPKS.
4. Mendesak DPRD Manggarai memasifkan sosialisasi dampak kekerasan terhadap perempuan.
5. Mendesak Kepolisian Resort Manggarai agar lebih sigap dalam menangani laporan korban kekerasan.
6. Membuka Posko Pengaduan kekersan terhadap Perempuan.
Pantauan media ini, masa aksi secara bergantian naik podium untuk menyampaikan orasi. Beberapa anggota aksi lainnya membagi bunga ke pengguna jalan dan para perempuan yang berada di sekitar lokasi aksi. (rnc23)