Gugatan Fary Francis Ditolak MK, Ansy Mulus ke Senayan

Headline, Politikdibaca 1,983 kali

Jakarta, RNC – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/8/2019) siang memutuskan menolak gugatan perkara nomor 159-02-19/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019. Perkara ini didaftarkan oleh calon anggota DPR RI dapil NTT II, Fary Dj. Francis.

Dengan ditolaknya gugatan tersebut, maka calon Anggota DPR RI asal PDIP, Ansy Lema melaju mulus ke Senayan. Pasalnya, Ansy merupakan calon anggota DPR RI yang menduduki kursi terakhir atau kursi ketujuh di dapil NTT II. Hanya berselisih 2.000-an suara dari total suara Partai Gerindra.

“Amar putusan mengadili, dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam persidangan pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019) seperti dirilis Tribunnews.com.

Anwar menjelaskan bahwa Partai Gerindra dalam pokok perkaranya menyatakan kehilangan suara di Dapil NTT 2 yang berakibat pada gagalnya mereka mendapatkan kursi.

Menurut versi Gerindra, mereka mengklaim mendapat suara sebesar 79.901 suara. Namun hitung-hitungan suara versi KPU selaku Termohon, Partai Gerindra hanya mendapat 75.782 suara.

Majelis Hakim Konstitusi berpendapat, Partai Gerindra hanya mengajukan permohonan sekedar uraian adanya pelanggaran saja. Namun tidak mengurai rinci perselisihan hasil Pemilu dan hal-hal yang diminta untuk diputus.

Partai Gerindra gagal merinci secara tegas, di tingkat mana mereka kehilangan suara dan peristiwa apa yang mengakibatkan hal tersebut terjadi.

“Apakah terjadi di tingkat TPS, PPK, Kabupaten, Kota, Provinsi atau tingkat nasional di masing-masing tempat atau tingkat rekap serta selisih perolehan suara diakibatkan peristiwa apa,” terang Anwar.

Lebih lanjut, Majelis Hakim Konstitusi menilai posita dan petitum Pemohon kabur, lantaran tidak dengan jelas dan tegas permohonan apa yang dimintakan untuk diputus mahkamah.

Mahkamah juga menyebut petitum Pemohon bersifat kontradiktif karena menggabung antara petitum satu dengan yang lainnya.

Sebab seharusnya antara petitum yang menetapkan suara versi Pemohon, dengan petitum memerintahkan Termohon melakukan PSU bukanlah dua hal yang bersifat kumulatif. Melainkan bersifat alternatif.

“Seharusnya petitum yang menetapkan suara yang benar menurut Pemohon dan petitum yang memerintahkan Termohon melakukan pemungutan suara ulang merupakan petitum yang bersifat alternatif,” jelasnya. (rnc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *