Kupang, RNC – Peribadatan bersama di gereja se-Keuskupan Agung Kupang (KAK) akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang, bilamana keadaan baru memang sudah kondusif. Kebijakan KAK ini sejalan dengan pelonggaran pembatasan yang mulai diterapkan oleh pemerintah.
Pedoman Pastoral dalam “lingkungan normal lagi” yang dikeluarkan KAK menyebutkan, Gereja Katolik di KAK menyambut keputusan ini (pelonggaran pembatasan, red) dengan kewaspadaan yang bijak, agar pelaksanaan ibadah bersama tidak menimbulkan kasus-kasus yang tidak kita inginkan. Oleh karena itu, sesudah mencermati Surat Edaran Menteri Agama RI No. SE. 15 Tahun 2020 dan Ketetapan Gubernur NTT, serta mendengarkan para Konsultores, Uskup Agung Kupang menegaskan hal-hal berikut kepada seluruh umat Katolik di KAK. Utamanya para pastor, agar kebijakan pastoral membangun persekutuan gerejani ke arah perubahan sosial yang konstruktif, edukatif dan kuratif.
BACA JUGA: Pemprov NTT Masih Kaji Aktivitas Pendidikan saat New Normal
1. Gereja menyambut baik upaya untuk membuka kembali peribadatan secara publik, tetapi dalam suatu disiplin kebersamaan yang terkendali dengan kepatuhan yang bijak, khususnya dalam memelihara protokol kesehatan yang berlaku. Ibadah bersama akan mulai berlaku di KAK pada 1 Juli 2020, bilamana keadaan baru memang sudah kondusif.
2. Para pastor dan pemimpin umat memberikan penyadaran kepada umat tentang pelaksanaan ibadah bersama selama bulan Juni 2020, agar pedoman pastoral ini dipahami secara jelas.
3. Pelaksanaan ibadah bersama hendaknya dikomunikasikan dengan pemerintah atau gugus tugas Covid-19 setempat demi menjamin kebaikan bersama setempat dalam bingkai lingkungan yang saling memberdayakan kesehatan hidup.
4. Gedung gereja yang dipakai harus didisinfektan sebelum dan sesudah penggunaannya, agar lingkungan sehat terjamin bagi semua.
5. Jumlah umat yang ikut dalam ibadah bersama terbatas, agar jarak kesehatan terjamin, dengan tetap mengenakan masker dan mencuci tangan di depan gereja atau tempat beribadah. Bila mungkin, dengan pengukur suhu badan.
6. Para pastor memimpin ibadah Ekaristi di gereja, dengan kotbah singkat tertulis, tanpa nyanyian dan pengumunan, seraya memperhitungkan waktu yang disediakan.
7. Bila pastor di paroki lebih dari satu, maka mereka dapat merayakan Ekaristi bergiliran pada hari Minggu atau harian, agar dapat mencapai sebagian besar umat yang ingin beribadah. Bila perlu, setiap pastor merayakan dua kali Ekaristi, agar jumlah umat yang dibatasi dapat terlayani dengan baik secara bergiliran. Baiklah setiap pastor paroki membuat jadwal yang jelas per kelompok.
8. Perayaan Ekaristi dapat dilakukan berdasarkan kelompok KUB atau wilayah rohani, guna membatasi jumlah umat yang hadir. Para biarawan-biarawati menyesuaikan diri dengan lingkungan KUB-nya.
9. Pembagian Komuni Kudus hanya dilakukan oleh pastor atau diakon dengan memakai masker. Umat menerima Hosti Kudus dengan tangan dan tetap menjaga jarak.
10. Ibadah Ekaristi tidak dirayakan di rumah-rumah keluarga atau KUB, mengingat keadaan normal baru belum sepenuhnya bebas dari tata kelola pembatasan demi kebaikan bersama.
11. Perayaan Sakramen Permandian dan Perkawinan dirayakan di gereja dengan jumlah umat yang dibatasi, tanpa nyanyian dan tiada perayaan Ekaristi. Bila perlu, pastor memberikan Minyak Orang Sakit dengan memakai APD.
12. Selama masa pandemi coronavirus, perayaan Ekaristi bersama umat di rumah-rumah biara dan seminari-seminari ditiadakan.
13. Bilamana ada orang meninggal, maka pemberkatan jenazah dilakukan sesuai dengan protokol yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan dihadiri oleh keluarga dekat. Perayaan Ekaristi ditiadakan. (*/rnc09)