Kupang, RNC – Kementerian Perikanan dan Kelautan bersama anggota Komisi IV DPR RI, dari Fraksi PDI-P asal NTT, Yohanis Fransiskus Lema, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Pantai Sulamanda, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Jumat (29/7/2022). Melalui Program Gemar Ikan, Kementerian Perikanan ingin mengajak masyarakat Kabupaten Kupang “Ayo Makan Ikan”. Program ini dimaksudkan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan otak, demi mencegah stunting dan gizi buruk.
Menurut Ansi Lema, panggilan karib Yohanis Fransiskus, masa depan bangsa ini tidak terbatas ada di darat saja, tapi juga di laut. “Generasi yang punya masa depan, adalah generasi yang rajin mengonsumsi ikan, karena sumber gizi bagi kecerdasan otak, juga ada di ikan melalui kandungan Omega-3 yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pembentukan otak manusia,” kata Ansi.
Berada di Komisi IV DPR RI, bukannya tanpa alasan bagi Ansi. Menurutnya, komisi ini NTT banget. “Komisi ini melayani rakyat di sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan lingkungan hidup. Sesuai data BPS, mayoritas masyarakat di NTT berprofesi sebagai petani, dan hidup di desa – desa. Mereka sebagai petani tradisional dan konvensional, dimana mereka juga sebagai peternak,’ ungkapnya.
Ansi menambahkan, ketika duduk di Komisi IV, temannya di DPR RI menyebut sebut NTT dengan akronim “Nasib Tidak Tentu”, “Nusa Tidak Terurus” dan “Nanti Tuhan Tolong”. “Akronim negatif ini dilecutkan sebelum saya jadi anggota DPR RI. Semenjak saya di Komisi IV, akronim negatif ini sudah berganti positif, visioner dan konstruktif yang menjanjikan bagi masa depan NTT. Sekarang NTT adalah Nelayan Tani dan Ternak. Inilah sektor andalan dan unggulan, sekaligus menjadi masa depan NTT,” sebut Ansi.
Soal tudingan banyak lahan tidur dan tidak terurus di NTT karena manusianya pemalas, menurut Ansi, hal itu tidak sepenuhnya benar. “Sebenarnya yang duluan tidur adalah pemerintah. Kalau negara kasih excavator dan traktor, dalam hitungan menit lahan tanam puluhan hektar pasti siap. Kalau negara berikan rakyat pupuk, benih dan air, apakah rakyat NTT malas? Kalau pemerintah kasih kapal ketinting atau sampan, apakah rakyat NTT tidak melaut dan cari ikan? Jadi kalau ada kasus gizi buruk dan stunting, itu karena pemerintah yang “Namkak” (Tanganga) bukan rakyat. Rakyat tidak bisa disalahkan, karena rakyat tidak punya apa – apa. Negara yang punya, maka harus bekerja menyediakan sarana prasarana, serta fasilitas yang dibutuhkannya rakyat,” tegasnya.
Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kupang, Jack Baok, dalam kesempatan itu menyampaikan, nelayan di Kupang adalah nelayan kecil, dan tidak punya fasilitas. “Mereka butuh ketinting dan sampan, bukan kapal 5GT karena mereka belum terbiasa menggunakan kapal tangkap sebesar itu,” sebutnya.
Sedang masyarakat yang tinggal di pegunungan, kata Jack, memiliki banyak ternak sebagai sumber penghasil daging. “Ternak mereka banyak, tapi mereka lebih memilih untuk dijual lalu dapat uang, ketimbamg memakan dagingnya. Orang Amarasi terkenal dengan sapi paron. Orang Amfoang dan Fatuleu juga banyak sapi, tapi untuk makan daging tunggu kalau ada pesta. Ini persoalan yang perlu diperbaiki. Karena masyarakat kita lebih banyak tinggal di pegunungan, maka budi daya ikan air tawar jadi solusi, dan harus lebih digalakkan,” usulnya. (rnc08)