Ruteng, RNC – Ferdianus Tahu, Kepala SMKN 1 Wae Ri’i, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, mengklarifikasi terkait dugaan pemalsuan surat yang melibatkan dirinya. Ia mengaku bukan pelaku utama dalam pembuatan absensi palsu tersebut. Ia hanya mengikuti perintah pimpinan, Stefanus Enga, Plt. Kepala SMKN 1 Wae Ri’i tahun 2021.
Dalam Konferensi Pers, Minggu (24/7/2022), Ferdianus Tahu menjelaskan, dokumen absensi yang disebut palsu dibuat untuk daftar hadir guru, Januari – April 2021. Posisi dia waktu itu adalah Wakasek Bidang Kurikulum, bukan kepala sekolah. Plt kala itu dijabat Stefanus Enga.
“Pada Mei 2021, Dinas Pendidikan NTT minta absen dikirim ke dinas. Kami tidak tahu kepentingannya apa? Ternyata, saat dikirim ada data yang tidak lengkap. Salah satunya tidak ada nama ibu Yus (Yus Maria Damolda Romas) pada absen Februari – April. Tapi di Januari masih ada,” jelas Ferdianus.
Terkait hal itu, Plt. Stefanus Enga berkoordinasi ke Dinas Pendidikan NTT. Dari dinas minta harus memasukan nama Yustin Romas. “Dasar itulah sehingga absen harus diperbaiki. Maka nama ibu Yus masuk di Januari, Februari sampai April,” kata Ferdianus.
Pada Januari, lanjutnya, ada dua CPNS baru bergabung di SMKN 1 Wae Ri’i, tapi namanya belum dimasukkan di absen. Absen itu lalu diperbaiki, dan nama dua guru itu dimasukkan. Selain itu, format absen di SMKN 1 Wae Ri’i dibuat dua lembar. Usulan beberapa guru, maka digabung menjadi satu. “Setelah absen diperbaiki, lalu perbaikannya dikirim ke provinsi. Perbaikan absen ini ditandatangani semua guru dan pegawai selama dua hari di bulan Mei. Tidak ada pemaksaan dari siapapun,” tegas Ferdianus.
Menurutnya, penandatanganan dilakukan atas dasar hak para guru. Absen kemudian dikirimkan ke Dinas Pendidikan NTT, namun nama Yustin Romas tidak ditandatangani. “Nah, ini jadi persoalan, sehingga Ibu Yus melapor ke polisi. Tapi, pertanggungjawaban kami adalah, Ibu Yus memang tidak hadir ke sekolah sejak Januari sampai April. Atau jelasnya, mulai 9 Januari sampai 15 April 2021,” beber Ferdianus.
Yustin Romas, kata Ferdianus, mengaku pada Januari dia hadir dan ada izin serta sakit, namun dia tidak memberikan surat keterangan sakit dari dokter, dan keterangan izin yang dimaksud. Termasuk pengakuan Yustin kalau ia terpapar Covid – 19, dan ibunya meninggal, tapi ia tidak memberitahu keterangan sakit atau izin. Pun, saat perbaikan absen, Yustin Romas tidak hadir di sekolah, sehingga ia tidak menandatangani absensi perbaikan. “Jadi absen yang dikirim benar – benar apa adanya. Tidak ada niat kami untuk menjatuhkan dan menjerat Ibu Yus,” ungkapnya.
Karena itu, Ferdianus ngotot kalau dia disebut pelaku utama dalam masalah ini. “Cukup ironis, karena diawal pelakunya ada tiga, yaitu Stefanus Enga sebagai Plt, saya selaku Wakasek Kurikulum, dan Erminus Utus selaku kepala Tata Usaha. “Giliran saya kepala sekolah, tema-nya berubah. Padahal, tahun 2021 saya bukan kepala sekolah. Sebagai Wakasek Bidang kurikulum, saya bukanlah penanggung jawab,” tandas Ferdianus.
Dikatakannya, tugas Wakasek Kurikulum hanya sebatas pembagian tugas jam mengajar guru, membuat roster, membuat dokumen kurikulum dan menentukan jadwal ujian, jadwal pembagian raport dan rapat penentuan kelulusan. “Sehingga apa yang dituduhkan pengacara Ibu Yus, bahwa saya pelaku utamanya, itu tidak nyambung. Posisi saya bukan pimpinan,” dalihnya.
Menurut Ferdianus, laporan pemalsuan dokumen ke Polres Manggarai, tidak bermanfaat sama sekali. Pasalnya, absen yang dikirim tidak berdampak bagi siapapun, dan tidak merugikan siapapun, termasuk Yustin Romas. Pertama, absen yang dikirim tidak ada hubungannya dengan pemberhentian Yustin Romas dari kepala sekolah. Dia berhenti sebagai kepsek Desember 2020, sementara absen perbaikan dikirim Mei 2021.
Kedua, absen yang dikirim tidak berpengaruh pada status ASN Yustin Romas, tidak merugikan dia dari statusnya sebagai PNS. Buktinya, Yustin Romas menerima gaji sebagai guru PNS saat itu. Ketiga, Yustin Romas diuntungkan karena masih menerima tunjangan selaku kepsek dari Januari – Februari 2021. Padahal, dia sudah berhenti Desember 2020. “Justru Ibu Yus merugikan negara, karena menerima gaji padahal dia tidak menjalankan tugas,” tudingnya.
Ferdianus mengaku menjabat kepala sekolah melalui pelelangan tahun 2020. Bahkan, tahun 2019 dia ikut seleksi kepala sekolah dan mendapatkan nilai tertinggi secara akademik untuk tiga Manggarai, tapi tidak diakomodir jadi kepala sekolah. “Jadi menyesatkan, kalau dibilang saya jadi kepala sekolah karena ada konspirasi dengan kepala dinas di provinsi. Saya jadi kepala sekolah tidak ada tawar – menawar, atau bayar. Saya jadi kepala sekolah melalui pelelangan dan prosesnya benar,” pungkasnya. (rnc23)