Kerja Selama 22 Tahun, Buruh di Manggarai Dipecat tanpa Diberi Pesangon

Manggaraidibaca 329 kali

Ruteng, RNC – Seorang karyawan perusahaan swasta di Ruteng, Rofinus Halut, warga Desa Wudi, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, mengaku dirinya merasa ditindas oleh perusahaan tempatnya bekerja selama 22 tahun. Ia dipecat dari perusahaan bengkel kayu CV. Surya pada Februari 2021 lalu tanpa diberi pesangon.

Merasa tidak mendapatkan keadilan, ia mengadukan persoalan tersebut ke Dinas Dinas Penanaman Modal Koperasi Usaha dan Tenaga Kerja (DPMKUT) Kabupaten Manggarai.

Dalam sidang mediasi ketiga, Kamis (22/7/2021), Sandy Tunti selaku pemilik perusahaan mengaku hanya bersedia membayar pesangon Rofinus sebesar Rp500.000,00.

Rofinus mengungkapkan, dirinya bekerja di perusahaan itu sejak 8 Februari tahun 1999. Selama bekerja ia selalu fokus terhadap usaha mengembangkan perusahaan. Bahkan dari tempat pertama perusahaan berdiri, hingga pindah di tempat ketiga yang kini sudah dipimpin oleh Sandi Tunti, Rofinus selalu ambil bagian.

“Saya juga sering memberikan waktu sisa saat pulang untuk kerja lembur tanpa mempertimbangkan besaran upah yang diberikan. Itu bentuk pengabdian baik saya terhadap perusahaan,” ungkapnya kepada RakyatNTT.com.

Menurut Rofinus, ia dipecat lantaran awal tahun 2021 sempat mengalami sakit yang tak biasa yaitu mengalami kerasukan saat berada di tempat kerja. Karena itu, ia hendak melakukan pengobatan secara tradisional. Ia meminta izin kepada perusahaan untuk pergi melakukan terapi di Makassar, Sulawesi Selatan.

“Selesai pengobatan dan sembuh, saya kembali pergi kerja. Mereka terima. Tiga hari kerja tiba-tiba dipecat. Saya tanya kenapa dipecat, lalu masa dipecat begitu saja,” katanya.

Rofinus mengatakan, ia tak mempersoalkan pemecatan itu. Sebab hal itu merupakan hak perusahaan, namun perusahaan juga wajib memenuhi haknya sebagai karyawan yang telah lama mengabdi. Apalagi saat usianya yang cukup tua, sudah tidak ada lagi tempat yang bisa menerimanya untuk bekerja.

“Sekarang saya sudah tidak bisa bekerja lagi di tempat lain. Tenaga saya sudah habis di perusahaan itu. Sementara orang di kampung yang seangkatan dengan saya itu sudah memiliki usaha pertanian. Masa pemilik perusahaan tidak pikir itu,” katanya.

Mengadu ke Dinas DPMKUT

Merasa ditindas dan haknya diabaikan, Rofinus mengajukan persoalan tersebut ke Dinas Penanaman Modal Koperasi Usaha dan Tenaga Kerja Kabupaten Manggarai pada 11 Juni 2021. Dalam surat tersebut memuat pengaduan tentang persoalan yang dialami dan berharap ada jalan keluar dari pihak pemerintah.

Saat menanggapi surat tersebut, pihak dinas mengundang kedua belah pihak untuk melakukan mediasi. Namun pada jadwal sidang mediasi pertama yang dilaksanakan pada 29 Juni, pihak perusahan tidak hadir.

“Orang dinas bilang tidak ada keterangan dari pihak perusahaan mengapa mereka tidak hadir. Tapi saya dengan anak saya datang,” katanya.

Dinas kemudian mengundang sidang mediasi kedua yang dijadwalkan pada 13 Juli, pukul 09.00 wita. Saat itu, kedua belah pihak datang dan mengikuti mediasi.

“Tidak ada titik temu antara saya dengan Sandy. Sandy masih bersikukuh tidak mau bertanggung jawab untuk memberikan hak saya sebagai pegawai yang telah dipecatnya,” kata Rofinus.

Jadwalkan Mediasi Ketiga

Pantauan media ini, mediasi ketiga dilakukan di Aula Dinas Penanaman Modal Koperasi Usaha dan Tenaga Kerja (DPMKUT) pada Kamis (22/7) dipimpin oleh Kasi Advokasi, Adrianus Jeku, S.Ap dan didampingi Staf Advokasi, Patric Pu’ung,SH.

Dari kedua belah pihak, Rofinus hadir bersama anaknya sementara pihak perusahaan dihadiri oleh Sandi Tunti dan didampingi seorang teman yang diketahui sebagai pengurus akta notaris perusahaan.

Adrianus Jeku, yang memimpin sidang membuka dengan memberikan arahan bahwa mediasi dilakukan untuk menemukan titik terang terhadap persoalan yang terjadi. Dimana tidak perlu melihat sisi benar dan salah dari kedua belah pihak. Namun sebagai orang Manggarai baik dari pihak pengusaha maupun dari buruh membuka diri dan hati agar persoalan ini bisa diselesaikan secara baik.

“Ini bukan lembaga penegakan hukum tetapi kita minta kedua belah pihak untuk saling memahami. Perusahaan juga jika dilihat banyak persoalan administrasi yang bermasalah. Sementara di sisi lain dari buruh juga mungkin memiliki kekeliruan pada saat bekerja,” kata Adrianus.

Kesempatan pertama diberikan kepada Sandy Tunti. Sandy menjelaskan bahwa saat perusahaan diserahkan kepada dirinya tidak ada uang yang diberikan tetapi hanya berupa aset. Sementara dalam data ahli waris ada daftar nama-nama karyawan. Di dalam daftar tersebut tidak ada nama dari Rofinus.

“Saya dipaksa bagaimana pun tidak akan bisa karena saya tidak punya uang. Saya juga putus komunikasi dengan orang tua. Jadi saya tidak tahu ambil uang di mana,” katanya.

Sandy mengatakan, selain Rofinus, beberapa karyawan juga telah di-PHK (Putus Hubungan Kerja) dan tidak diberikan uang pesangon. Meski demikian, ada uang yang karyawan terima dari orangtuanya.

“Saya tidak tahu angkanya berapa. Saya juga kurang tahu. Dari bapak tidak mungkin dilepaskan begitu saja tapi ada uang terima kasih,” katanya.

Jawaban tidak ada uang pesangon dari Sandy membuat mediator kecewa. Ardy Jeku mengatakan saat perusahaan pindah tangan, segala bentuk tanggungjawab terhadap perusahaan maupun karyawan adalah tanggungjawab pemilik baru. Termasuk pesangon untuk karyawan yang dipecat. Bahkan perusahaan bangkrut sekalipun pemilik perusahaan tetap bertanggungjawab.

Lalu mediator meminta Sandi untuk memberikan gambaran angka yang mampu dibayar sebagai bentuk pesangon untuk Rofinus. “Saya hanya mampu Rp500.000,” kata Sandy.

Rofinus kemudian diberi kesempatan untuk berbicara. Rofinus menjelaskan uang yang dimaksud Sandi sebagai uang terima kasih adalah bentuk penghargaan yang diberikan oleh orangtuanya kepada karyawan namun itu bukan uang pesangon. Semua karyawan mendapatkan uang itu saat perusahaan dilepaskan ke Sandi.

“Orang tuanya juga tidak pernah memecat saya. Uang yang diberikan itu bukan karena kami dipecat. Kalau dari saya pak, pas di angka Rp36 juta, seperti yang bapa omong itu hari,” kata Rofinus.

Rofinus mengatakan, jika pihak Sandi tidak mampu membayar uang pesangon itu, ia akan melanjutkan persoalan tersebut ke pihak kepolisian.

Sidang berlangsung alot hingga kedua belah pihak tidak menemui titik terang dan kesepakatan. Pihak Dinas memutuskan untuk mediasi ulang yang dijadwalkan Jumat pekan depan.

Usai sidang ditutup, media ini coba mengkonfirmasi pihak DMPKUT namun para mediator enggan berkomentar dan meminta agar langsung bertanya kepada kepala dinas.

“Kecuali kalau nanti misalnya dari atasan meminta kami untuk memberikan klarifikasi atau tanggapan baru kami bisa sampaikan,” kata Staf Seksi Advokasi Patric Pu’ung.

(rnc23)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *