oleh: Fransiscus Go
Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang diberkati Tuhan. Kekayaaan alam di darat dan laut terhampar luas. Hanya saja, semua berkat Tuhan tersebut perlu diolah secara maksimal dipadu dengan kualitas SDM mumpuni untuk membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Ada tiga aspek penting yang perlu diperbaiki yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketiganya berkaitan erat satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan. Ekonomi yang cukup akan membantu masyarakat memperoleh akses kesehatan dan pendidikan yang memadai. Kesehatan masyarakat dan kualitas pendidikan tentu akan meningkatkan produktivitas ekonomi setiap orang.
Tentunya perlu langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tengah tantangan zaman dunia digital dan persaingan global. Khususnya di NTT, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kerja sama dari stakeholder terkait juga diperlukan untuk merealisasikan ketercapaian target peningkatakan kualitas pendidikan dalam periode tertentu.
Meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah
Salah satu indikator untuk mencapai akses pendidikan adalah partisipasi sekolah. Adapun indikator partisipasi sekolah merupakan gambaran pemerataan akses dan perluasan pelayanan pendidikan terhadap penduduk. Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2003, dari 100 anak NTT usia 13—15 tahun, hanya ada 73 anak yang bersekolah di jenjang SMP/sederajat. Selanjutnya, hasil APM menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 16–18 tahun, hanya ada 58 siswa yang bersekolah pada jenjang SMA/sederajat. Terakhir, APM pada jenjang perguruan tinggi dengan kelompok umur 19-23 sebesar 20,79. Menariknya, perempuan lebih banyak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi sebanyak 5,01 poin daripada laki-laki.
Angka partisipasi siswa yang menempuh pendidikan yang rendah ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, kesediaan sekolah di berbagai wilayah yang belum memadai, utamanya pulau-pulau kecil; tingkat ekonomi orang tua dalam mendukung pendidikan anak-anaknya, dukungan pemerintah daerah hingga tingkat desa dalam menyosialisasikan pentingnya pendidikan; dan informasi terkait berbagai beasiswa yang bisa diterima oleh siswa dari keluarga kurang mampu.
Dampak rendahnya pendidikan seseorang ini tentunya berpengaruh pada banyak aspek, utamanya kualitas hidup seseorang. Ia akan memiliki keterbatasan dalam memilih pekerjaan yang layak untuk kehidupannya sehari-hari. Hal inilah yang membuat sebagian besar masyarakat NTT terjebak dalam perdagangan manusia. Mereka mudah dibujuk untuk menjadi imigran gelap dengan iming-iming gaji besar. Informasi terbatas mengenai bahaya menjadi imigran gelap tidak mereka dapatkan. Tanpa kemampuan dan informasi cukup, mereka mempertaruhkan nyawa di negeri orang.
Demi mencegah hal tersebut, tentunya seseorang perlu memiliki bekal pendidikan yang cukup. Demi mewujudkan keberhasilan pendidikan perlu kerja sama dari banyak pihak. Salah satu praktik gotong royong yang masih terpelihara untuk mendukung seorang anak melanjutkan pendidikan adalah wuat wa’i. Adapun maknanya adalah memberikan bekal kepada seseorang untuk bepergian jauh, khususnya melanjutkan pendidikan tinggi. Pada acara wuat wa’i seluruh tamu yang hadir akan memberi doa, nasihat, dan bergotong royong memberi biaya untuk bekal melanjutkan pendidikan tinggi. Wuat wa’i merupakan salah tradisi yang masih terpelihara di Manggarai. Tradisi ini patut ditiru untuk mendukung peningkatan jumlah angka partisipasi pendidikan.
Membekali SDM dengan Teknologi dan Bahasa Asing
Zaman digital membuat arus informasi bergerak dengan cepat. Kita bisa mengetahui dengan cepat kebutuhan tenaga kerja dalam periode tertentu. Hal ini menjadi dasar pertimbangan pemangku kebijakan untuk menghasilkan SDM sesuai dengan kebutuhan pasar dan terserap secara optimal. Hal ini untuk mencegah SDM yang tidak terserap pasar sehingga menjadi pengangguran dalam jumlah besar.
Terlebih lagi dalam rangka menyongsong Generasi Emas 2045, kita perlu menyiapkan langkah strategis lain. Yaitu membekali SDM dengan penguasaan teknologi digital dan bahasa asing, baik untuk siswa/mahasiswa yang menempuh jalur pendidikan formal atau vokasi. Penguasaan teknologi digital dan bahasa asing akan membuka peluang-peluang kerja baru yang akan bertambah seiring kemajuan teknologi. Dengan bekal teknologi, minimal seseorang bisa memasarkan kemampuannya dengan media digital yang tepat.
Pada saat ini saja, banyak lapangan kerja yang membutuhkan SDM yang menguasai teknologi digital. Banyak perangkat dan aplikasi berbasis AI (artificial intellegence) yang memudahkan banyak lini pekerjaan. Dalam tataran sederhana, SDM yang memiliki kemampuan editing video dan foto pun dapat memperoleh pekerjaan dengan penghasilan layak. Namun, ada satu hal yang patut diperhatikan dalam penguasaan teknologi digital, yaitu karakter yang tetap berpegang pada norma kesopanan dan norma agama agar tidak ada penyalahgunaan teknologi yang merugikan orang lain.
Penguasaan bahasa asing untuk menghadapi persaingan global pun tidak sekadar mampu berbahasa Inggris saja. Sekolah-sekolah yang tanggap terhadap perubahan zaman berusaha menyiapkan lulusannya untuk menguasai bahasa asing agar bisa bersaing secara global. Selain bahasa Inggris, bahasa mandarin dan bahasa Jepang saat ini menjadi salah satu bekal yang akan memudahkan SDM dalam meraih kesempatan kerja dengan penghasilan di atas rata-rata.
Demi menghasilkan SDM yang berkualitas, tentunya pemerintah bisa bekerja sama dengan stakeholder untuk menyediakan sarana-prasarana sekolah yang memadai, seperti laboratorium komputer dan jaringan wifi. Pemerintah daerah juga bisa mengadakan pelatihan untuk guru agar bisa menyelenggarakan pembelajaran berbasis teknologi. Pembelajaran juga bisa dirancang dengan problem base learning sehingga memacu kreativitas siswa.
Kerja Sama Stakeholder
Dalam rangka menyediakan gedung sekolah yang layak, melengkapi sarana-prasarana, dan mendukung siswa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tidak cukup hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja. Pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan berbagai instansi terkait dan CSR perusahaan untuk mendukung berbagai program yang terkendala.
Pemerintah daerah bisa memetakan wilayah yang kekurangan gedung sekolah, berikut sarana-prasarana yang perlu diperbaiki, dan program-program yang bisa didukung oleh pihak swasta. CSR perusahaan, baik dalam negeri maupun luar negeri bisa terlibat dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan SDM di NTT. Di beberapa daerah lain, CSR perusahaan lain turut membantu pengadaan sarana-prasarana sekolah, seperti pengadaan komputer, buku-buku pembelajaran, dan alat bantu untuk siswa disabilitas.
Program sederhana yang bisa diciptakan berdasar pemetaan kebutuhan suatu wilayah. Misalnya, program pemberian kacamata dan sepatu untuk pelajar tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Program pemberian kacamata bisa bekerja sama dengan CSR perusahaan kacamata yang memiliki program serupa di berbagai wilayah Indonesia.
Dengan demikian, pemerintah daerah tidak akan lagi kesulitan dalam mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan. Pemerintah daerah berfokus sebagai pemangku kebijakan yang mengatur langkah strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Diskusi terpumpun (focus group discussion) dengan berbagai pihak dan evaluasi secara berkala akan mengawal berbagai program kebijakan pemerintah daerah terwujud nyata, bukan wacana semata. Mari katong Baku Jaga! (*)