Kupang, RNC – Dalam setiap kampanye, pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma kerap menggaungkan soal perlindungan terhadap pekerja rentan dan keluarganya melalui program BPJS Ketenagakerjaan gratis. Disebut gratis karena jika terpilih, Melki-Johni akan mengalokasikan anggaran dari APBD untuk mengikutsertakan 100 ribu pekerja rentan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Bukan tanpa alasan Melki-Johni menggaungkan tekad mulia ini. Selaku mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena tahu persis manfaat program BPJS Ketenagakerjaan. Sebab BPJS Ketenagakerjaan adalah salah satu mitra Komisi IX DPR RI.
Dalam banyak kesempatan ketika kunjungan ke masyarakat bersama mitra kerja, Melki Laka Lena juga sering mensosialisasikan program-program BPJS Ketenagakerjaan. Sayangnya, sebagian besar masyarakat NTT terlebih pekerja rentan yang masuk dalam kategori Bukan Penerima Upah (BPU) belum menjadi peserta program BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan sendiri punya beberapa program seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Bagi pekerja kategori Penerima Upah (PU) seperti ASN, karyawan BUMN, karyawan swasta dan lainnya, mereka langsung tercover mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan dimana iurannya langsung dibayarkan oleh perusahaan (pemberi kerja).
Lantas bagaimana dengan pekerja kategori Bukan Penerima Upah (BPU) yang bekerja secara mandiri seperti petani, nelayan, tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang, pekerja disabilitas, seniman dan lain-lain?
Menurut Melki Laka Lena, dalam kegiatan sehari-hari, risiko kecelakaan kerja hingga kematian bisa menimpa siapa pun. Untuk itu, para pekerja mandiri yang bukan penerima upah dan keluarganya harus juga mendapat perlindungan dasar apabila terjadi kecelakaan kerja dan meninggal dunia.
“Petani, nelayan, tukang, ojek, pedagang kaki lima, dan lain lain itu termasuk kategori rentan. Mereka rentan terhadap gejolak ekonomi karena tidak punya penghasilan yang tetap. Jadi pekerja rentan bisa didaftarkan untuk ikut dua program unggulan BPJS Ketenagakerjaan yakni jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian,” sebut Melki Laka Lena.
Perhitungan Pembiayaan dari APBD
Untuk program BPJS Ketenagakerjaan mandiri, besaran iuran JKK yang harus dibayar peserta sesuai ketentuan adalah 1 persen dari penghasilan. Nominalnya yaitu paling sedikit Rp 10.000-Rp 207.000. Sementara untuk JKM adalah sekitar Rp 6.800 per bulannya.
Jika penghasilan peserta mandiri tercatat sebesar Rp1.000.000, maka iuran JKK yang dibayar sebesar Rp10.000. Dengan demikian, total iuran JKK dan JKM yang dibayarkan peserta tiap bulannya yakni Rp 16.800. Jadi untuk 100.000 peserta, iuran yang dibayar per bulan mencapai Rp1.680.000.000 dan dalam setahun Rp20.160.000.000.
Dari rincian pembiayaan di atas, menjadi jelas bahwa angka Rp20 miliar yang kerap digaungkan Melki-Johni untuk melindungi pekerja rentan dari risiko sosial dan ekonomi, sudah melalui perhitungan yang matang. Bukan sekadar angka yang asal disebut untuk menyenangkan masyarakat ketika kampanye.
Manfaat Program JKK dan JKM
Program JKK memberikan perlindungan kepada pekerja dari saat berangkat, aktivitas selama bekerja hingga pekerja kembali ke rumahnya. Apabila sakit, peserta akan mendapat layanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) secara gratis sesuai kebutuhan media. Apabila meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, ahli waris akan mendapatkan santunan kematian sebesar 56 kali upah. Selain itu ada beasiswa pendidikan untuk 2 orang anak senilai Rp174 juta dari TK hingga perguruan tinggi.
Kemudian program JKM, ahli waris akan mendapat santunan kematian sebesar Rp42 juta agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak ketika peserta BPJS Ketenagakerjaan meninggal dunia. Peserta telah mendaftar lebih dari 36 bulan (3 tahun), maka akan berhak mendapatkan manfaat beasiswa untuk 2 orang anak sejak TK hingga perguruan tinggi nominal maksimal Rp174 juta. (rnc)