Kupang, RNC – Dinamika persaingan menuju Pilgub NTT 2024 sudah menampilkan fenomena rivalitas antar paslon yang kian memanas. Rivalitas ini tercermin dalam narasi politik dan wacana publik yang saling klaim kebenaran. Bahkan pada titik tertentu, telah mengarah pada pembunuhan karakter kandidat.
Demikian disampaikan pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang.
Menurut Ahmad Atang, dari tiga pasangan calon yang akan bertarung, paslon nomor urut 2, Melki Laka Lena dan Johni Asadoma paling sering mendapat serangan di ranah publik.
“Isu-isu seperti dukungan Koalisi Indonesia Maju (KIM) terhadap Melki-Johni dan persoalan air bersih yang diangkat paslon ini mendapat resistensi dengan argumen yang cenderung memojokkan,” ujar Ahmad Atang, Jumat (1/11/2024).
Namun demikian, kata dia, dalam politik, fenomena seperti itu merupakan tantangan biasa. Dalam politik, ibarat pohon yang rindang selalu dipangkas dengan berbagai cara.
Mengkritik program dan wacana politik, kata Atang, tentu sangat terbuka bagi siapa saja yang merasa berbeda, karena hal itu untuk memperkaya dan memperbaiki yang kurang.
“Asal kritik itu tidak terkait dengan persoalan privasi, maka apapun kritikan yang disampaikan tetap diterima secara baik,” jelasnya.
Menariknya, Atang menyebut fenomena ini lebih terasa di kalangan menengah ke atas dan belum berpengaruh kuat pada kelas menengah ke bawah (akar rumput).
“Karena masyarakat pemilih akar rumput sejatinya sudah mempunyai pilihan dan akan sulit berubah. Sedangkan kelas menengah cenderung berubah pilihan politik sewaktu-waktu karena persepsi politiknya dibentuk oleh pandangan yang rasional,” terangnya.
Atang menambahkan, situasi ini memberi gambaran pola poltik ala Machiavelli, dimana politik kerap kali dianggap sebagai jalan yang tidak aman.
“Kenyataan ini memberi gambaran bahwa praktik politik ala Machiavelli. Karena politik merupakan jalan yang tidak aman. Hanya ada dua pilihan, anda membunuh atau dibunuh,” tandasnya. (*/rnc)