Kupang, RNC – Atmosfer soal siapa gubernur NTT tahun 2024 mendatang, terus bergulir. Beberapa calon kandidat sudah muncul ke permukaan. Ini menandakan politik itu dinamis. Jargon politik sebagai ‘jualan’ para bakal calon gubernur NTT, sudah mereka kemas. Wacana perbaikan dan perubahan di bidang pertanian, ekonomi, kesehatan, pendidikan, pariwisata, masalah pengangguran, ketenagakerjaan, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai “janji” mereka jika kelak terpilih.
Fenomena politik ini memantik tanggapan guru besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Ir. Fredrik Benu, M.Si, Ph.D. Menurut mantan Rektor Undana dua periode itu, gagasan para bakal calon gubernur NTT tersebut sah-sah saja dari sudut pandang mereka. “Ada tiga hal yang sangat krusial di NTT, masalah pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Tergantung dari sudut pandang mana penekanan mereka. Fokus Fransiscus Go pada peningkatan mutu pendidikan, itu juga baik dan saya respek. Tapi harus diingat, masalah ekonomi dan kesehatan masyarakat NTT, jangan diabaikan. Harus dikerjakan bersama-sama. Apalagi, perbaikan mutu pendidikan baru diketahui hasilnya setelah 20 hingga 25 tahun ke depan. Tapi misi ini bagus, semacam investasi di bidang pendidikan, supaya pendidikan NTT maju dan bermartabat karena pondasinya kuat,” tandas Prof. Fred kepada RakyatNTT.com, saat dimintai tanggapannya terkait tulisan-tulisan Ir. Fransiscus Go, SH, direktur GMT Institute Jakarta, yang menitik-beratkan pada bidang pendidikan, jika NTT ingin bersaing dengan di kancah nasional.
Prof. Fred mengatakan, multiplier effect dari sebuah program strategis, ada yang jangka panjang, pun ada jangka pendek. Karena itu, guru besar bidang pertanian ini meminta Frans Go, agar secara politik bisa mengkalkulasi “untung-ruginya” jika pendidikan menjadi prioritasnya kelak. “Jabatan seorang gubernur hanya lima tahun. Jika terpilih lagi, bisa 10 tahun. Tapi, di akhir masa jabatan gubernur, DPRD akan mengevaluasi program kerjanya. Begitupun stakeholder lainnya. Nah, apakah program pendidikan yang jadi priority itu, bisa dituntaskan dalam kurun waktu lima tahun? Untuk jangka panjang, yes. Perspektif Pak Frans Go ini baik adanya, karena instrumen peningkatan SDM atau IPM saat ini terus dikembangkan dibanyak negara,” ujar Prof. Fred melalui sambungan telepon selulernya, Selasa (12/9).
Sebagai akademisi, tambahnya, dia akan mensupport jika ada calon pemimpin NTT yang concern pada masalah pendidikan. Hanya saja, ibarat mendayung, kata Prof. Fred, sekali dayung, harus tiga sampai empat program dikerjakan. Pendidikan, ekonomi, kesehatan, pariwisata dan ketenagakerjaan.
Hal senada dikatakan Dr. Anthonius Bele, M.Si. Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini mengapresiasi, jika masalah pendidikan menjadi prioritas calon pemimpin NTT. “Keberpihakan calon pemimpin NTT pada bidang pendidikan seperti digagas Frans Go, ini mengingatkan saya pada masa penjajahan bangsa Eropa. Misi mereka menjajah bangsa Indonesia, selain penyebaran agama, Belanda dan Portugis juga membawa misi pendidikan. Saya sependapat dengan Pak Frans Go yang menekankan masalah pendidikan, supaya SDM NTT lebih mumpuni untuk membawa daerah ini ke arah yang lebih baik lagi. Tapi tentunya, sektor lain seperti ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tidak diabaikan,” kata Anthonius Bele yang dihubungi terpisah melalui saluran telepon, Senin (11/9).
Sekedar tahu, diberbagai tulisannya menyangkut NTT, Frans Go menekankan pentingnya sektor pendidikan, agar NTT bisa bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia. “Ibarat kereta api, jika lokomotifnya handal dan cakap, maka gerbong – gerbong seperti kemiskinan, ketertinggalan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, stunting, pariwisata dan lainnya, bisa ditarik. Karena itu, pembangunan sumber daya manusia dipandang perlu untuk dibenahi dan ditingkatkan,” tandas Frans Go kepada media ini.
Alumni Teknik Sipil dan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu lalu memaparkan data BPS Provinsi NTT yang menunjukkan angka sangat miris, jika bicara soal pendidikan dan kemiskinan. “Pendidikan kita berada di urutan ke 30 dari 34 provinsi. Sebaliknya, jika bicara kemiskinan, Provinsi NTT berada di urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Ini sungguh ironis, karena sudah berlangsung puluhan tahun,” ungkap pengusaha asal Timor yang sukses berkiprah di Jakarta itu. (robert kadang)
Komentar