Oelamasi, RNC – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Nusa Cendana (Undana), Yefta Saba’at menilai pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kupang nomor urut 1, Korinus Masneno dan Silvester Banfatin (Paket Korsa) paling menguasai debat kedua Pilkada yang digelar di Aula UNWIRA Kupang, Jumat (22/11).
Diwawancarai RakyatNTT.com usai debat kedua yang digelar KPU Kabupaten Kupang, Yefta yang hadir langsung dalam debat itu, mengatakan beberapa topik yang cukup memantik perdebatan yakni pembangunan di wilayah perbatasan Oepoli-Oekusi (RI-RDTL), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Menurutnya, untuk topik pembangunan wilayah perbatasan dikuasai oleh Paket Korsa. Kemudian terdapat juga paslon Jerry-Akulas dan Paket nomor urut 5, Melki Buraen dan Robby Manoh. Hal ini dikarenakan tiga paslon ini menjawab berbagai pertanyaan panelis dengan baik.
Selain itu, terkait dengan gagasan atau visi dan misi dari Paket Korsa tentang upaya mengatasi tindak pidana perdagangan orang yang dipaparkan saat menjawab pertanyaan panelis dalam debat tersebut, Yefta menilai jawaban paket Korsa sangat baik dan rasional. Paket Korsa menyiapkan program solusi membangun angkatan kerja terampil (Sobat). Pengamat mengatakan program tersebut adalah jawaban yang perlu dilakukan Pemkab agar bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap daerah dan warga bisa tetap berkreasi untuk mengelola potensi yang ada.
“Saya sepakat dengan apa yang disampaikan paslon nomor 1 (Korsa) karena ini perlu ada intervensi pemerintah untuk memfasilitasi orang muda yang ada di pelosok-pelosok, karena harus memilih tetap di desa dan bagaimana mereka bisa membangun ekonomi mereka,” ungkapnya.
Sedangkan, soal topik PAD, menurut Yefta sangat dikuasai oleh Paket Korsa. Hal ini dikarenakan Calon Bupati, Korinus Masneno mampu menjelaskan alasan terjadinya penurunan PAD akibat pandemi covid-19 dan adanya regulasi yang mengalihkan sejumlah sumber-sumber pendapatan untuk tidak dikelola Pemkab Kupang.
“Yang mana ditanya soal penurunan PAD itu, saya kira itu jawaban yang cukup rasional dan diterima, karena sejak 2015, 2018, 2019 itu kondisinya demikian, sehingga perlu ada kerja maksimal dari pemerintah daerah. Kalau kita ketahui bahwa Pak Ayub Titu Eki dengan kondisi yang tidak ada bencana Covid-19, tetapi kemudian pendapatan daerah itu paling banyak dari retribusi, namun ada sumber pendapatan yang dialihkan ke provinsi karena regulasi,” pungkasnya. (rnc04)
Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Channel RakyatNTT.com