Kupang, RNC – Kota Kupang menjadi salah satu daerah yang menjadi pasar bagi daerah-daerah lain di NTT maupun luar NTT. Tak heran, harga-harga barang cenderung naik tinggi saat terjadi kelangkaan. Hal ini memicu naiknya inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat kecil.
Terkait ini, Pengamat Ekonomi UKAW Kupang, Dr. James Adam kepada RakyatNTT.com, Senin (2/12) mengatakan selama ini Kota Kupang mengharapkan pasokan pangan dari luar daerah, mulai dari beras, daging hingga sayur-sayuran. Bahkan telur juga didatangkan dari luar NTT. Karena itu sering terjadi kelangkaan barang yang memicu naiknya harga.
Ia mengatakan Kota Kupang belum bisa menghasilkan pangan sendiri karena memiliki lahan pertanian yang semakin terbatas. Lahan-lahan pertanian makin hari makin sempit. Sementara lahan-lahan potensial tidak dikembangkan. Oleh karena itu, masyarakat hanya berharap pasokan dari luar daerah, seperti Kabupaten Kupang dan TTS, Rote, Semau dan Flores, termasuk Surabaya. “Daging dan telur masih datang dari Surabaya karena pasokan kita kurang. Ikan juga dari Flores, sayur-sayuran dan buah-buahan dari Kabupaten Kupang dan TTS, bahkan dari Bali,” jelas James.
Hal ini membuat harga-harga naik ketika terjadi cuaca buruk dan putusnya arus transportasi ke Kota Kupang. Termasuk saat menjelang Natal dan Tahun Baru maupun Idul Fitri, karena permintaan sangat tinggi sehingga harga naik.
Untuk mengatasi hal ini, James mengatakan Kota Kupang perlu memikirkan strategi baru dalam upaya ketahanan pangan. Seperti yang disampaikan Presiden Prabowo yang selalu menekankan penguatan ketahanan pangan.
Menurut James, Kota Kupang sebetulnya masih punya lahan-lahan potensial yang bisa dikembangkan untuk bidang pertanian maupun peternakan. Kelurahan-kelurahan pinggiran sangat bisa dijadikan sebagai sentra pertanian maupun peternakan. “Hanya butuh kebijakan pemerintah sebetulnya untuk memanfaatkan lahan-lahan yang ada, karena saya lihat sangat potensial,” ujarnya.
Menurutnya, produk pertanian seperti sayur-sayuran dan buah-buahan sangat bisa dikembangkan di Kota Kupang dengan bantuan pemerintah. Petani-petani perlu dilatih dan dibantu dengan bibit, pupuk dan peralatan sehingga lahan-lahan tidur yang ada bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman hortikultura. “Saya kira tanam cabai saja bisa. Kenapa musti kita harus tunggu dating dari kabupaten lain. Lahan kita masih sangat luas, mulai dari Alak, Naioni, Fatukoa, Penkase, masih sangat luas,” kata James.
Ia mengatakan pemerintah perlu membuat program urban farming juga sehingga bisa membantu mengurangi impor dari luar daerah. Masyarakat bisa dibantu dengan bibit tanaman untuk memanfaatkan pekarangan rumah. “Saya lihat di daerah lain urban farmingnya bagus. Misalnya menanam cabai, tomat, bawang bisa di halaman rumah. Tanaman-tanaman ini sudah bisa membantu mengurangi pasokan dari luar dan tentu akan mengurangi harga di pasar,” jelas James.
Ia menyarankan pemerintah untuk menciptakan lumbung pangan dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong, khususnya milik pemerintah. Lahan-lahan ini bisa dikerjasamakan dengan masyarakat. Pemerintah tinggal menyiapkan jaringan irigasi, bibit dan peralatan kepada masyarakat untuk mengolah lahan yang ada. “Kita kurangi setengah dari jumlah pasokan yang saja sudah cukup membantu menekan Harga,” ujarnya.
Selain pertanian, potensi peternakan juga cukup besar. Menurut James, daerah-daerah pinggiran bisa dijadikan sentra peternakan, baik ternak besar maupun unggas. Dengan demikian, bisa mengurangi pasokan daging dan telur dari luar kota maupun daerah. “In bisa pemerintah bantu dengan memberikan bantuan bibit ternak atau bantuan modal untuk masyarakat di pinggiran. Telur kita selama ini dating dari Surabaya, padahal ini bisa kita kembangkan di sini,” kata James. (*/rnc)