Kefamenanu, RNC – Pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) khususnya tenaga guru pada Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (PKO) Kabupaten TTU tahun 2018 dan 2019 diduga ada penyimpangan.
Kasus ini kini tengah diselidiki oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) TTU. Terbukti, Kepala Kejari TTU telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan dengan nomor Sprint-264/N.3.12/Fd.1/05/2020 tanggal 5 Mei 2020 lalu.
Menindaklanjuti surat tersebut, Kamis (28/5/2020), Kejari TTU telah melayangkan surat untuk pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPRD TTU dengan tembusan Bupati TTU di Kefamenanu. Surat dengan nomor B-632/N.3.12/Fd.1/05/2020 ditandatangani oleh Kajari TTU Bambang Sunardi. Lewat surat dimaksud, pimpinan Banggar DPRD TTU diminta datang ke Kantor Kejari TTU pada tanggal 3 Juni 2020 mendatang pukul 10.00 Wita. Mereka dipanggil untuk memberikan keterangan sehubungan dengan adanya dugaan penyimpangan dalam pengangkatan guru PTT di Dinas PKO TTU tahun 2018 dan 2019.
Ketua Banggar sekaligus Ketua DPRD TTU, Hendrikus Bana, hingga berita ini diturunkan, belum dapat dihubungi. Nomor kontak politisi Partai Nasdem tersebut berada di luar jangkauan saat dihubungi media ini.
Sementara Anggota Banggar yang juga mantan Ketua DPRD TTU periode 2014-2019, Hendrikus Frengky Saunoah mengatakan, persoalan ini bermula ketika ada usulan penambahan 1.187 guru PTT oleh Pemda TTU melalui Dinas PKO TTU di perubahan anggaran 2018.
Saat itu, kata Frengky, DPRD TTU baik dalam rapat anggaran di Banggar maupun dalam pemandangan fraksi-fraksi, menolak usulan penambahan guru PTT. Pasalnya, Dinas PKO tidak bisa menyampaikan peta analisa kebutuhan guru.
“Pemerintah harus menyampaikan rincian detailnya. Misalnya 1.187 guru PTT mau disebarkan ke sekolah mana saja. Itu harus berangkat dari satu analisa bahwa di sekolah A rombelnya sekian, ketersediaan tenaga guru sekian dan kekurangan guru sekian,” ujar Frengky.
“Tapi mereka hanya bikin rincian secara umum. Jumlah sekolah (SD dan SMP) di TTU sekian, tenaga guru PNS sekian, rombelnya sekian, dan kekurangan guru jumlahnya sekian. Yang dikhawatirkan, penambahan 1.187 guru PTT justru tidak menyelesaikan kekurangan guru karena bisa terjadi penumpukan guru pada sekolah tertentu,” sambung politisi PDI Perjuangan itu.
Frengky menambahkan, meski usulan penambahan 1.187 guru PTT ditolak DPRD, Pemda TTU tetap mengakomodir 1.187 guru PTT dengan merujuk pada rekomendasi Gubernur NTT. “Kita (DPRD, red) tetap menolak, karena kita sudah tidak setuju di rapat anggaran. Dalam rapat penyempurnaan, kita juga tetap menolak,” katanya.
“Yang jadi soal, gaji guru PTT dibayar empat bulan dari September sampai Desember 2018, sedangkan SK-nya baru keluar di Desember. Pertanyaannya, apa betul mereka mengajar sejak September,” tambah Frengky.
Persoalan yang sama seperti di tahun 2018, menurut Frengky, kembali terjadi di tahun 2019. Dalam pembahasan APBD induk 2019, Pemda TTU tidak mengajukan alokasi anggaran untuk 1.187 guru PTT. Anggaran yang diajukan hanya untuk 525 guru PTT. Selanjutnya saat APBD perubahan tidak dibahas karena Alat Kelengkapan Dewan (AKD) belum terbentuk, pemerintah kemudian melakukan perubahan terhadap penjabaran APBD dengan mencantumkan lagi anggaran untuk 1.187 guru PTT.
“Di sini juga ada kejanggalan. SK keluar September tetapi TNT (Transfer Non Tunai, red) sejak Januari dan anggaran baru tersedia di November. Pertanyaannya apakah sejak Januari-September itu mereka mengajar? Kalau mereka mengajar, ya syukur,” kata Frengky.
Disinggung soal pemanggilan dari pihak Kejari TTU untuk memberikan keteramgan terkait hal ini, Frengky mengaku belum dihubungi pimpinan Banggar DPRD TTU saat ini.
“Apakah pimpinan banggar sekarang atau pimpinan banggar kali lalu, yang nantinya akan memberikan keterangan di jaksa, itu tergantung hasil koordinasi diantara kami. Prinsipnya kita siap memberikan keterangan,” ungkap Frengky. (rnc09)