oleh

Pilkada 9 Desember 2020 Tabrak Banyak Aturan

Jakarta, RNC – Pakar Ilmu Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan menilai pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan tetap digelar pada 9 Desember 2020 telah menabrak tiga teori Pilkada.

“Ada 3 hal yang saya ingin garis bawahi keputusan untuk mengambil tanggal 9 Desember itu menabrak atau menyalahi tiga teori pilkada kita selama ini,” kata Djohermansyah dalam diskusi daring, Sabtu (13/6/2020).

BACA JUGA: Kampanye Pilkada Serentak Dimulai 26 September, Ini Jadwal Lengkapnya

Djohermansyah menjelaskan, teori pertama yang ditabrak adalah aturan yang menyebut bila ada bencana maka Pilkada harus ditunda.

“Teori yang pertama adalah tidak ada pilkada bila ada bencana. No election during disaster time. Itu dalil itu dan di munculkan dalam UU kita jadi begitu ada bencana alam apalagi ada bencana non alam nasional maka pilkada harus ditunda,” ungkapnya.

Kemudian teori yang kedua, Djohermansyah menyampaikan, bahwa pelaksaan Pilkada harus diselenggarakan dalam keadaan gembira. Namun dalam situasi pandemi ini justru masyarakat masih berada dalam kekhawatiran.

“Jadi orang masih memikirkan keselamatan dirinya bila tidak safe. Karena uang yang belum ada dan logistiknya entah dimana, dan ini 300 ribu TPS lebih apa itu ada alat-alat logistik di BNPB itu ya kan,” tuturnya.

Adapun yang terakhir, Djohermansyah mengatakan, tidak masalah jika Pilkada ditunda selama masa pandemi virus Covid-19, sebab pemerintah masih punya kebijakan bisa mengangkat pejabat pelaksana tugas.

BACA JUGA: Gegara Covid-19, DPR dan Pemerintah Tambah Anggaran Rp 4,7 T untuk Pilkada 2020

“Jadi kalau habis masa jabatan belum terpilih atau belum dilantik kepala daerah karena pilkada kita belum kita laksanakan tidak ada soal. Selama ini kita punya pilkada itu bisa diangkat PJ (pejabat) sehingga pemerintahan bisa berjalan,” tuturnya.
(suara.com/rnc)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *