oleh

Politik: Medan Kerasulan Awam Modern!!

Oleh: Germanus Atawuwur

(Sembilan Daerah di NTT sedang turun gunung”, “naik lembah” untuk berburu vote electoral. Saking sibuknya, saya yakin, ada yang lupa masuk dalam “Saat Teduh” untuk mendengar “Bisikan Sang Sabda.” Maka, saya coba berfantasi, bahwa ada pasangan calon bupati dan wakil bupati, mengakhiri Masa Kampanye mereka dengan Ibadat Ekumenis dalam Konteks Moral Politis. Maka untuk mereka, saya persembahkan permenungan ini. Renungan ini tidak saja terinspirasi secara biblis, tetapi juga secara politis, dari “Guru Politik” Bung Kanis Pari).

Saya mengawali renungan ini dengan pertanyaan:” Untuk apa Anda dan saya hadir di sini?
Hanya untuk shawat politik Sang Calon Bupati dan Wakil Bupati?

Hanya untuk napsu ingin berkuasanya sang calon? Tidak saudara-saudaraku!! Sekali lagi tidak!! Itu bukan tujuan kita hadir di sini!! Kita semua, anda dan juga saya hadir di sini untuk sebuah missi besar, yakni Tanggungjawab Politik!! Sebab tanggungjawab politik bagi politisi-politisi kristen, entah itu kristen katolik, entah itu kristen katolik, adalah Medan Merasul Awam! Maka tugas politisi-politisi kristen adalah memperjuangkan nilai-nilai injili dalam praksis politik, penghayatan kekinian akan hakekat Injili yakni warta gembira tentang pertobatan dan pembaruan (Mrk.1:5), kebebasan, keadilan, kebenaran dan kesejahteraan sesuai dengan kehendak Tuhan (Luk.4:18-19).

BACA JUGA: Bawaslu Awasi Khusus Calon Petahana Selama Masa Tenang Pilkada

Kagetkah anda karena mengapa saya sedang berkotbah tentang politik praktis tetapi larinya ke hakekat injil? Saya sedang mempolitisasi injil? Saya sedang memanfaatkan kutipan-kutipan biblis untuk sebuah kepentingan politik? Saudara, bukankah politik itu adalah berikan kepada kaiser apa yang menjadi hak kaiser dan berikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah? Bukankah kemudian kita jabarkan sebagai berikan kepada pemerintah apa yang menjadi hak pemerintah dan berikan kepada rakyat apa yang menjadi hak rakyat? Bukankah ini yang namanya motivasi injili dan relevansi iman Kristiani ternyata dapat menjadi nyala idealisme patriotik dan api dedikasi politik yang membakar semangat patriotik dan menyulut api dedikasi politik untuk turun ke medan merasul awam?

Baca Juga:  Kunjungi Warga 4 Kelurahan, Jeriko Diminta Lanjutkan Program Bedah Rumah dan Bantuan Pendidikan

Maka, bagi saya, agama itu bukanlah panglima. Tetapi agama itu inspirasi bagi perjuangan, ilham bagi kegiatan apapun, termasuk actus politik! Karena Dasar Perjuangan kita, baik itu politisi kristen, bahkan para pendeta dan imam sekalipun adalah Moral Kristiani, Moral Pancasila. Dan ilham aktivitas kita adalah Cinta Kasih Kristiani. Peradapan Pancasila, dan beriman Kristen! Maka ketika seorang politisi kristen sedang berpolitik praktis, dia tidak berjuang untuk kepentingan kelompok kristen. Tetapi dia sedang berjuang untuk kepentingan umum, berbicara menyangkut kepentingan orang banyak: Salus Populi Suprema Lex Esto,” Kesejahteraan adalah Hukum yang Tertinggi.

Itulah sebabnya maka Agama menjadi tidak relevan untuk dijadikan sebagai politik identitas. Maka memutuskan untuk memilih atau tidak memilih seseorang dalam politik elektoral, basisnya bukan dia dari agama mana, tapi basisnya adalah Moral Politik. Dedikasi Rasuli. Komitmen Kegembalaan!

Jadi saudara-saudaraku, berpolitik bukan saja urusan duniawi semata-mata melainkan juga jadi urusan keselamatan manusia paripurna, keselamatan manusia seutuhnya. Dan untuk hal ini agama manapun di republik yang heterogen ini telah mengajarkan kepada pengikutnya. Maka setiap pengikutnya wajib memperjuangkan keselamatan paripurna itu tidak saja untuk dirinya, bukan pula untuk keluarganya sendiri, melainkan untuk semua manusia, siapa saja, tanpa kecuali, tetapi terlebih-lebih dan bahkan teristimewa mereka yang terpinggirkan dalam cukup banyak dimensi hidup dan kehidupannya.

Maka seorang politisi yang agamis, teristimewa yang kristen, arah politiknya adalah keselamatan manusia hari ini dan kelak, maka perjuangan politiknya adalah mengkrisistalisasi keselamatan abadi di surga yang harus dimulai di bumi. Konkretisasi actus politiknya adalah mampu menghubungkan keselamatan di bumi seperti di surga, sebagaimana doa yang diajarkan sendiri oleh Sang Guru Politik Agung dalam Doa Bapa Kami.

Baca Juga:  Menang Pemilu di NTT, PDIP Pastikan Usung Calon Gubernur

BACA JUGA: Mantap! Bawaslu Gelar Patroli Antipolitik Uang di Masa Tenang

Kalau begitu maka wajib politik dari politisi yang agamis, yang kristiani adalah mampu menjadi Petrus Sang Pemegang Kunci Kerajaan Surga yang siap menghantar masuk rakyat-umat, – domba penggembalaannya dengan undangannya yang lembut nan mesra:” Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku (Mat. 25:35-36).”

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *