oleh

Politikus Asal NTT Ini Calon Ketua MPR RI, Siapa Dia?

Jakarta, RNC – Kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024 tengah diincar banyak partai politik (parpol). Bukan hanya koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf, parpol pengusung Prabowo-Sandi juga ikut memperebutkannya.
Setidaknya empat partai suara terbanyak pada Pemilu 2019 menginginkan posisi pimpinan MPR. Mereka juga telah memunculkan nama kader-kader terbaiknya. Partai pemenang pemilu, PDIP menyiapkan empat nama antara lain Wasekjen Ahmad Basarah, Trimedya Panjaitan, Andreas Hugo Pereira, dan Menkumham Yasonna H Laoly. Andreas adalah politikus asal Provinsi NTT. Dia baru saja terpilih untuk kedua kalinya dari daerah pemilihan NTT 1 meliputi daratan Flores, Alor dan Lembata.

Kemudian dari Golkar muncul nama Lodewijk Freidrich Paulus, Azis Syamsuddin, Bambang Soesatyo, Zainuddin Amali, Muhidin M Said, dan Ridwan Hisjam. Sementara PKB mengusung ketumnya Muhaimin Iskandar. Dan satu-satunya nama muncul dari luar koalisi penguasa, yakni Sekjen Gerindra Ahmad Muzani.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, semua parpol yang lolos ke Senayan memiliki kans yang sama menduduki kursi pimpinan MPR. Namun parpol dengan suara terbanyak tentu yang berpeluang lebih besar.

Dia menilai, PDIP tidak akan ngotot merebut kursi Ketua MPR. Tapi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu juga tidak akan rela absen dari satu paket yang akan diusung untuk menjadi pimpinan MPR.

“Saya kira dia tidak akan mau membiarkan saja tanpa satu orang kader PDIP di kursi pimpinan (MPR) walau bukan ketua. Jadi tetap, satu dari empat fraksi (dalam paket) itu ya ada PDIP,” ujar Lucius kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Peluang MPR dipimpin kubu propemerintah semakin besar jika parpol koalisi pendukung Jokowi kompak membentuk satu paket yang terdiri dari empat fraksi. Namun Lucius tidak bisa menjamin hubungan mereka masih kompak, terlebih setelah hubungan Gerindra dengan Jokowi dan PDIP yang semakin mesra.

“Saya kira ini yang menjadi menarik karena koalisi pendukung Prabowo-Sandi kan sudah bubar, jadi mereka bisa jadi penentu siapa yang nanti akan di kursi pimpinan, walaupun tak ada jaminan juga mereka (Gerindra) yang akan dipilih atau disepakati jadi ketua, tapi kan suaranya cukup banyak,” ucapnya.

Lucius tidak menyebut siapa figur yang pantas memimpin MPR. Menurut dia, yang terpenting adalah bagaimana parpol tersebut bisa meyakinkan fraksi lain. “Soal nama (figur) mudah, peran orang per orang tidak terlalu, jadi lebih bagaimana partai bisa meyakinkan partai lain siapa ketua dan siapa wakil,” katanya.

Sementara itu, pengamat hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan, UU No 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tidak mengharuskan MPR dipimpin oposisi atau koalisi propemerintah. Secara konstitusi, semua anggota DPR berhak menjadi Ketua MPR.

“Tidak mesti dari partai suara terbesar atau suara terkecil,” kata Margarito kepada Liputan6.com.

Dia menjelaskan, pemilihan pimpinan MPR dilakukan melalui mekanisme paket terdiri dari empat fraksi dan satu utusan DPD. Dari paket itu akan diputuskan secara musyawarah mufakat satu orang sebagai Ketua MPR dan empat orang menjadi Wakil Ketua MPR.

Menurut Margarito, konstitusi membolehkan dalam satu paket diisi empat fraksi dari koalisi propemerintah dan oposisi plus satu DPD. Begitu juga sebaliknya, dalam satu paket bisa hanya diisi empat fraksi dari koalisi propemerintah dan satu DPD atau empat fraksi oposisi dan satu DPD.

Berbeda dengan Ketua DPR yang secara konstitusi merupakan jatah parpol pemenang Pemilu 2019. Meski begitu, PDIP tetap berhak mengusung kadernya di bursa Ketua MPR.

“Tidak ada larangan sedikit pun dari segi hukum terhadap PDIP untuk ikut bertarung atau masuk dalam pertarungan kursi Ketua MPR,” ucap Margarito.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengungkapkan alasan partainya ikut mengincar kursi pimpinan MPR. Menurutnya, jabatan tersebut cukup strategis.

“Semua partai pemenang pemilu pasti menginginkan itu posisi Ketua MPR, itu eksklusif kan,” ujarnya kepada Liputan6.com.

Namun Arief enggan berkomentar jauh apakah pertemuan Ketum Gerindra Prabowo Subianto baik dengan Presiden Jokowi maupun Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung soal kursi pimpinan MPR. Dia berdalih tidak ikut dalam pertemuan itu.

Sementara Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan alasan partainya ngotot ingin menduduki kursi Ketua MPR. Sebab, jabatan itu dinilai strategis dan memiliki posisi yang penting dalam ketatanegaraan.

“MPR memiliki peran penting dalam mengawal tegaknya pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan kita. Partai Golkar ingin memastikan bahwa Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika dapat tegak melalui institusi MPR ini,” kata Ace kepada Liputan6.com.

Sebagai parpol dengan suara besar kedua di Koalisi Indonesia Kerja (KIK), Ace optimistis Golkar berpeluang besar menduduki kursi MPR. Apalagi koalisi pendukung Jokowi itu diyakini solid membentuk satu paket di bursa pimpinan MPR.

“Partai Golkar yakin kami di Koalisi Indonesia Kerja akan solid untuk membentuk paket pimpinan MPR ini,” ujarnya.

Berbeda dengan Golkar, Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal tak sepakat partainya disebut ngotot mendapat jatah Ketua MPR. Namun dia menyebut bahwa Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin memang dinilai pantas menduduki jabatan itu.

“Beliau sudah punya pengalaman banyak, di legislatif baik DPR jam terbang bagus. Beliau salah satu inisiator perubahan-perubahan regulasi yang bisa bermanfaat pascareformasi ini,” kata Cucun saat ditemui Liputan6.com di Gedung Parlemen, Senayan.

Selain itu, dia menambahkan, Cak Imin dianggap mampu menjembatani komunikasi antarfraksi di DPR.

“Dan itu kelebihan-kelebihan yang dibutuhkan seorang pimpinan MPR. Bagaimana dengan gaya guyonnya, performanya. Dengan Gerindra dekat, dengan PAN dekat dengan PDIP, dengan Nasdem, bisa merangkul semua,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah mengatakan, pihaknya tidak menganggap penting partai mana yang akan menjabat Ketua MPR. Bagi PDIP, yang terpenting adalah memperjuangkan agenda MPR ke depan, bukan semata-mata perebutan jabatan.

“Jadi, kami lebih fokus pada kepentingan menyiapkan agenda strategis lembaga MPR, seperti mendorong dilaksanakannya amandemen terbatas UUD 1945,” kata Basarah kepada Liputan6.com.

PDIP siap mendukung calon Ketua dan Wakil Ketua MPR yang memiliki kesamaan visi, misi, dan agenda MPR selama lima tahun ke depan. PDIP juga siap menugaskan kader terbaiknya untuk menjadi Ketua MPR.

“PDIP saat ini masih dalam posisi menunggu titik temu di antara pimpinan parpol dan kelompok DPD untuk menyepakati komposisi pimpinan MPR. Kami berharap pada akhirnya pemilihan pimpinan MPR dapat diputuskan dengan cara musyawarah mufakat dan bukan dengan cara voting,” ujarnya.

Artikel ini telah terbit di laman liputan6.com dengan judul Berebut Kursi Ketua MPR, Siapa Paling Berpeluang?

(liputan6.com/rnc)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *