Kupang, RNC – Kombes Pol DR dr. Sumy Hastry yang saat ini menjabat Kabiddokkes Polda Jateng merupakan satu-satunya Polwan di Asia yang menyandang gelar doktor Forensik.
Dilansir dari Tribunnews.com, Dokter Hastry menyebut selain sidik jari, gigi dan DNA masih ada lagi ilmu forensik untuk mengungkap berbagai tabir atau identitas seseorang.
Sudah banyak keberhasilan dr. Hastry mengungkap berbagai kasus besar di Indonesia berkat keahliannya di bidang forensik.
Pakar forensik ini pernah diminta untuk mengotopsi jasad Astri Manafe dan anaknya Lael Maccabee yang kasusnya menghebohkan publik NTT saat ini. “Saya sering dimintai autopsi seperti kasus pembunuhan di Rembang, mahasiswa di Solo. Tapi kok saya dimintai tolong ke Jawa Barat di Subang. Saat itu saya dimintai tolong sama Netizen. Saya dimintai tolong di Nusa Tenggara Timur (NTT) pengungkapan kasus pembunuhan ibu dan anak. Ya nggak papa memang passion saya di situ,” kata Hastry dalam wawancara dengan Tribunjateng.com.
Bagaimana cara dia mengungkap kasus? Dokter Hastry menjelaskan saat penyidik mengetahui korban meninggal tidak wajar segera lakukan pemeriksaan luar dan dalam oleh dokter forensik. Yang minta harus penyidik.
“Walaupun masyarakat menginginkan bisa lapor ke polisi. Ya, memang harus segera. Karena semakin lama semakin susah. Petunjuk yang ada di tubuh jenazah bisa menjadi alat bukti nantinya,” ujarnya.
Menurutnya, ketika masyarakat mengetahui ada yang meninggal tidak wajar segera lapor. Kalau perlu jenazahnya dibawa ke kamar jenazah rumah sakit dan tidak boleh diapa-apakan. “Kalau bisa jangan dimandikan dulu. Karena bisa menghilangkan jejak. Contohnya kalau ada kekerasan baik benda tumpul, maupun tajam. Kemudian posisi korban yang tidak pakai baju atau banyak darah. Ada juga yang tergantung, maupun dibakar seperti kecelakaan mobil kemarin harus diselidiki. Kalau kami di dunia kedokteran forensik menyebutnya meninggal tidak wajar,” ungkapnya.
Menurutnya, dari luka-luka korban bisa diketahui apakah jenazah benar korban pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan. “Jadi jangan diapa-apakan atau dimanipulasi tubuh jenazah yang penuh luka ini. Di dunia forensik ada simbol yaitu death body talk atau jenazah bisa bicara,” kata Hastry.
Ia juga menjelaskan, pengungkapan bisa dilihat dari waktu kematian. Kalau baru meninggal belum terlihat adanya lebam mayat, kaku mayat, pembusukan, penulangan. Kalau kondisinya dingin bisa terjadi mummifikasi. “Saya pernah autopsi di daerah ketinggian Dieng menemukan jenazah masih bagus karena di suhu dingin. Jenazah itu sudah lima bulan. Akhirnya kami bisa periksa lagi, kami bongkar dan mendapat petunjuk dari jenazah itu,” cerita Hastry.
Ia kembali mengingatkan masyarakat untuk menunggu polisi apabila menemukan mayat. Bila perlu mengambil gambar dan melaporkan ke polisi. “Kalau mau membantu foto saja dulu dan beri tahu polisi atau kalau curiga meninggal di rumahnya, biasanya pelapor adalah terduga pelaku. Dia balik lagi, pura-pura menonton, atau melayat. Jadi kami harus memeriksa jenazah berburu dengan waktu kematian. Nanti saya bilang ke penyidik alibi atau alasan yang membuktikan seseorang berada di tempat lain saat tindakan kriminal terjadi.
Ia mencontohkan, misalnya korban meninggal antara pukul 02.00 sampai 04.00, nanti penyidik mencari dari menelpon atau melihat CCTV. Alibi bisa dikroscek dengan CCTV. “Kan sudah dua alat bukti. Pelaku sudah tidak bisa mengelak,” ujarnya lagi.
Diberitakan sebelumnya, pihak keluarga korban Astri dan Lael melalui kuasa hukum Adhitya Nasution melayangkan surat kepada Kapolda NTT untuk meminta Kombes Pol DR dr. Sumy Hastry melakukan otopsi ulang terhadap jasad Astri dan Lael. Namun, hingga saat ini permintaan ini belum dikabulkan.
(*/trb/rnc)
Download Apps RakyatNTT.com sekarang di https://rakyatntt.com