oleh

Sidang Kedua, JPU: Yang Dilakukan Terdakwa Jonas Salean adalah Tindak Pidana Korupsi

Kupang, RNC – Sidang perkara korupsi pengalihan aset Pemkot Kupang dengan terdakwa mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean di Pengadilan Tipikor Kupang dilanjutkan, Selasa (10/11/2020) pagi tadi. Agendanya jawaban JPU terhadap eksepsi atau nota keberatan terdakwa yang disampaikan pekan lalu.

Dalam sidang tersebut, JPU Hendrik Tiip menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Jonas Salean adalah tindak pidana korupsi, maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang Klas IA berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

“Bahwa keberatan tim penasihat hukum terkait kewenangan mengadili, Penuntut Umum harus menanggapi bahwa terhadap materi keberatan tersebut sudah keluar dari ruang lingkup eksepsi karena telah masuk dalam materi pokok perkara yang akan dibuktikan Penuntut Umum di dalam persidangan,” kata JPU.

Dijelaskan juga bahwa apakah perkara tersebut adalah merupakan sengketa perdata atau sengketa Tata Usaha Negara hal tersebut haruslah dibuktikan di dalam persidangan pokok perkara.

“Bahwa berdasarkan uraian–uraian sebagaimana tersebut di atas, maka keberatan atau eksepsi yang diuraikan oleh tim penasihat hukum terdakwa tersebut haruslah ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima,” kata JPU Hendrik Tiip.

Selanjutnya, terkait uraian kerugian negara yang dipersoalkan tim hukum terdakwa, menurut JPU
berdasarkan penjelasan pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan “yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk”.

BACA JUGA: Koordinasi dengan Polda-Kejati NTT, KPK Soroti Kasus Jonas Salean

Selain itu, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 mengenai penghitungan kerugian negara, dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 ditegaskan bahwa dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu. Bahkan, dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.

Dijelaskan, instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara, namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian Negara.

(rnc04)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *