Sosiolog Unair Ikut Komentari Aturan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi di NTT

Kota Kupangdibaca 548 kali

Jakarta, RNC – Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mewajibkan siswa Kelas XII SMAN 1 Kupang dan SMAN 6 Kupang masuk sekolah pukul 05.30 Wita. Merespons hal itu, Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu menilai hasilnya tidak akan optimal dalam proses belajar.

Menurutnya, aturan seharusnya dibuat berdasarkan kajian yang sahih dan valid atas keberhasilan program serupa. Ia mencontohkan bila ada daerah atau negara lain yang telah menerapkan dan terbukti sukses baru bisa dipertimbangkan.

“(Jika) Siswanya berhasil dalam bidang akademik maupun nonakademik. Maka, kebijakan tersebut layak diuji cobakan. Jika tidak atau belum ada kajian yang komprehensif dan valid, lebih baik ditunda dulu dan cari kebijakan-kebijakan lain yang memiliki tujuan yang sama,” ucap dia dikutip dari laman resmi Unair, Sabtu (4/3/2023).

Malahan, aturan tersebut jika dibuat berdasarkan kebijakan tanpa ada kebijakan atau dukungan lainnya, maka hasilnya tidak akan optimal bagi murid-murid.

Oleh karena itu, Tuti menjelaskan harus ada inovasi yang berfokus pada tujuan. Ia mencontohkan masuk pagi dimulai dengan olahraga bersama untuk melatih fisik dan menyegarkan badan para siswa. “Setelah itu, dilanjutkan dengan kegiatan literasi, di mana siswa diberi waktu 1 jam untuk membaca buku dan berdiskusi. Selebihnya silahkan melakukan kegiatan pembelajaran seperti biasa. Penting, dari program-program dan kebijakan inovatif tersebut harus dievaluasi secara berkala,” tutur dia.

Sementara itu, dosen FISIP ini juga menyoroti bahwa aturan tersebut akan memberatkan siswa. Alhasil, belum tentu siswa senang dan semangat untuk sekolah. Bahkan, dalam istilah sosiologi pendidikan ada yang dikenal dengan nama kekerasan simbolik. Artinya, siswa dan para guru mengalami kekerasan akibat aturan yang dibuat pemerintah, namun tidak dianggap karena tujuannya dianggap baik.

Baca Juga:  Solusi Hadapi Kekeringan dan Krisis Pangan NTT

Maka dari itu, aturan tersebut ditakutkan membuat anak malas sekolah hingga putus sekolah. “Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan yang membuat anak tertekan. Jika aturan tersebut dibuat, maka kemungkinan siswa akan malas bersekolah dan bahkan bisa menyebabkan putus sekolah. Jadi sekali lagi kebijakan itu akan menjadi tidak efektif,” ujarnya. (*/rnc)

Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *