Kupang, RNC – PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa timur, Bali, Nusa Tenggara (Jatimbanus) akhirnya angkat bicara soal layanan BBM jenis bio solar bagi nelayan di Kota Kupang. Disebutkan ada 3 SPBU yang kini dijadikan sebagai area penyaluran BBM khusus bagi nelayan. Ketiga SPBU itu, yakni Alak, Fatubesi, dan NBS.
Dikonfirmasi belum lama ini, Area Manager Communication, Relation & CSR, Ahad Rahedi melalui Officer, Cicilia mengatakan sebelumnya ada 2 SPBU di Kota Kupang yang dijadikan area layanan bio solar bagi nelayan. Namun, dua stasiun yakni SPBU 54.851.14 atau SPBU Valentin di Jl. Frans Seda sudah over kuota atau mendapat penghentian penyaluran bio solar bagi nelayan. Kemudian SPBU 54.851.03 Pasir Panjang, Jalan Timor Raya, Kecamatan Kelapa Lima tidak lagi mendapatkan jatah bio solar karena harus mengurus perpanjangan kontrak dengan Pertamina.
Selain itu, Cicilia juga menjelaskan, adanya pembatasan kuota bio solar yang dijual ke nalayan. Hal itu didasari rekomendasi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT yang wajib ditindaklanjuti SPBU. “Kami hanya memberikan kuota berdasarkan rekomendasi tersebut. Biasanya itu dilihat dari kapasitas kapalnya, dan itu juga bukan kami yang mengeluarkan itu,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika nelayan ingin menambah bio solar di hari yang sama maka tentu akan dialihkan ke jenis bio solar nonsubsidi yakni jenis dexlite. Namun, bisa juga membeli lagi bio solar di keesokan harinya. “Karena subsidi ini juga dibatasi,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, dalam dua pekan terakhir sejak akhir September ratusan nelayan Kota Kupang, tepatnya di Oesapa tidak bisa melaut. Para nelayan mengalami kendala dalam mendapatkan bio solar guna mengoperasikan perahu.
“Ini masalah urgen, karena kita sudah dua pekan ini alami kesulitan mendapat BBM solar yang cukup, yang sementara kita tahu bahwa solar ini masuk kebutuhan pokok untuk kapal,” ungkap nelayan Oesapa, Armand saat diwawancarai RakyatNTT.com.
Ia menyampaikan, dari mogoknya aktivitas nelayan di Oesapa tentu mempengaruhi pasokan ikan untuk wilayah Kupang dan So’E. Dijelaskan, harga solar eceran yang beredar saat ini di luar SPBU dijual dengan harga mencapai Rp15.000 per liter. Hal ini membuat nelayan di Oesapa tidak sanggup untuk membeli.
Selain itu, kesulitan yang dialami para nelayan terkait jatah solar yang diberikan SPBU hanya 75 liter per perahu untuk sepekan. Sementara kebutuhan sebenarnya yakni harus 600-an liter, karena nelayan memiliki perahu berukuran 3 sampai 6 GT yang dioperasikan untuk menangkap ikan ke spot-spot yang cukup jauh.
“Dengan kondisi solar yang lagi sulit, dengan jatah yang sangat minim diberikan tentu perahu-perahu tidak bisa dipakai cari ikan, ini juga berdampak ekonomi yang besar bagi kami sebagai nelayan,” jelasnya.
Armand bersama sejumlah nelayan di Oesapa pun meminta pemerintah dari tingkat Kota Kupang dan Provinsi NTT bisa memberikan perhatian kepada kebutuhan nelayan. Salah satu yang diharapkan yakni hadirnya kebijakan tentang kebutuhan BBM solar yang tidak sulit dan tetap bersubsidi bagi nelayan.
Di tempat yang sama, tokoh masyarakat Oesapa, Adi De Ha’an berharap Pemkot Kupang bisa mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menjawab kebutuhan nelayan saat ini soal BBM solar. Pasalnya, sudah 2 pekan ini para nelayan tidak beroperasi sehingga sudah berdampak buruk bagi ekonomi rumah tangga para nelayan. “Bagaimana mereka bisa menghidupkan mereka punya keluarga, mengingat untuk 1 kapal saja diisi dengan 6 sampai 7 orang anak buah kapal. Kalau bisa diprioritaslah untuk masyakat nelayan,” pungkasnya. (rnc04)
Reporter: Rocky
Editor: Semy Rudyard H. Balukh
Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com