Stunting dan Kepunahan Generasi Emas

Opinidibaca 146 kali

Oleh Aulora Agrava Modok

STUNTING diartikan sebagai kondisi gizi kronis dimana tinggi badan anak dibawah rata-rata dan pertumbuhan tidak proporsional sesuai usia. Stunting berulah apabila asupan nutrisi anak rendah, yang sesungguhnya dimulai sejak dalam kandungan. Stunting dimulai dari kondisi ibu hamil yang mengalami gizi buruk saat kehamilan. Dimana sepanjang masa kehamilan, umumnya para calon ibu tidak mengerti nutrisi apa yang dibutuhkan jabang bayi atau kondisi lain ialah keterbatasan mengakses pangan (makanan) berkualitas.

Kita mesti jujur, para anak gadis kita tidak diajarkan soal kesehatan reproduksi dan kesehatan kehamilan. Wajar bila angka kematian ibu dan bayi (anak) termasuk tinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Informasi tentang gizi dan nutrisi seperti ilmu langitan yang luput dipelajari. Bukankah mesti diajarkan sejak dini, apalagi untuk daerah yang selalu jadi juara Stunting seperti NTT. Saking meresahkannya, Presiden Joko Widodo kembali menyambangi NTT pada 23-24 Maret 2022 untuk menggebrak kita, mau sampai kapan bergelar juara bertahan Stunting.

Sedangkan Presiden berusaha keras mewujudkan visi besar Generasi Emas Indonesia 2045 sebagai persembahan terbaik 100 tahun Indonesia.

NTT cetak rekor stunting tertinggi di Indonesia tahun 2022 sebanyak 22 persen. Naik 1,1 persen dari tahun sebelumnya (korantimor.com, 24/03/2022). Bayangkan Program Pencegahan Stunting dengan anggaran ratusan miliar sejak 2018 malah berakibat lebih banyak panen anak stunting.

Cukup aneh bila stunting menjadi momok mengerikan yang tak kunjung tuntas dalam satu periode kepemimpinan. Stunting disebabkan malnutrisi. Akar masalah yang harus dibenahi adalah urusan pangan rakyat. Kita lagi-lagi bergerak tanpa menyelesaikan akar masalah utama. Mengapa? Kunci penuntasan stunting adalah tersedianya pangan berkualitas (sehat dan bergizi) yang saat ini dan (mungkin) seterusnya masih terbatas dan akan bertambah mahal.

Anak-anak dari rakyat kebanyakan hanya bisa melahap makanan miskin nutrisi disepanjang tumbuh kembangnya. Padahal pangan sehat-bergizi sangat berpengaruh menutrisi sel-sel otak agar performa kognitif seperti kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan serap informasi dan kemampuan menganalisa bekerja sempurna.

Bukankah kita makan bukan untuk sekedar bertumbuh tetapi juga berkembang. Ancaman terburuk stunting adalah gangguan otak yang sifatnya menetap, yang biasanya disertai gangguan fungsi kognisi (kecerdasan) yang sulit dipulihkan. Fakta mengerikan lain, stunting ternyata dapat diwarisi lintas generasi atau berlanjut kepada keturunan berikutnya.

Atur Ulang Jaringan Pangan

Hulu masalah terletak pada kemampuan mempersiapkan, menyediakan, memastikan pangan (terus) diproduksi serta menjamin keberlanjutan produksi pangan. Kemendesakan pembenahan sistem tata kelola sektor pertanian dan atur ulang jaringan pengelolaan pangan rakyat.

Sesungguhnya sektor pertanian kita masih autopilot. Yang menguasai kapital bergerak bebas, sedangkan petani kecil, dilumpuhkan dalam sekali tepuk: kelangkaan pupuk dan monopoli harga bibit. Skak mat.

Keterpaduan tata kelola sektor pertanian belum terintegrasi dengan bidang terkait seperti kesehatan, lingkungan, pendidikan, perdagangan dan industri. Kita belum berani menjadikan sektor pertanian sebagai industri rakyat. Industri skala besar yang dikelola oleh pemerintah untuk mengatur dari hulu hingga hilirisasi, termasuk didalamnya memastikan kesejahteraan petani. Sebab produksi pertanian dikerjakan oleh petani-petani perseorangan yang hasil produksinya sebatas konsumsi dalam rumah dan jika beruntung bisa untuk menambah uang jajan anak.

Pun kerusakan lingkungan lahan pertanian patut mendapat atensi serius. Sebab sekalipun pangan kita buat melimpah namun bila terkontaminasi material kimia maka akan berdampak merusak kesehatan terutama kelompok rentan: ibu dan anak (bayi).

Intervensi Gizi

Gizi sebagai sumber stunting harus diintervensi dengan cara memberi pangan terbaik untuk rakyat. Apa yang dimakan rakyat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusianya. Bagaimanapun NTT adalah provinsi kepulauan yang diberkati dengan beragam hasil laut (ikan) yang melimpah.

Jawaban ada di depan mata. Disamping mempersiapkan pertanian dan peternakan, gebrakan tercepat adalah menyediakan ikan berkualitas, melimpah, murah untuk rakyat. Bila sayuran dan ternak perlu kita pelihara dan butuh waktu, maka ikan dan hasil laut tidak kita pelihara, tidak pernah kita rawat, tetapi bisa kita panen sebanyak-banyaknya.

Ikan dan hasil laut sebagai salah satu sumber gizi utama. Tinggal pemerintah bekerja cepat memanen ikan-ikan kita dengan mempersiapkan kapal dan alat tangkap terbaik. Itu jauh lebih progresif daripada membedah stunting diruang-ruang tertutup dengan hidangan mewah diatas meja.

Program Gizi Sekolah

Belajar dari Jepang yang minim hasil laut, namun berkuasa mendatangkan ikan dari seluruh penjuru dunia, termasuk dari Indonesia sebagai ikon pengekspor ikan dunia. Kita dianugerahi lautan luas dan kekayaan hasil laut bergizi tinggi seperti lobster, cumi, udang, teripang, tuna dan beragam jenis ikan namun rakyatnya mengalami masalah gizi kronis.

Program “Makan Siang di Sekolah” diterapkan seluruh sekolah dasar dan sebagian sekolah menengah pertama di Jepang. Makan siang wajib dengan menu racikan ahli gizi. Menu umum adalah nasi dan ikan. Selain siswa menikmati makanan bernutrisi, siswa juga belajar memahami nilai gizi pangan.

India juga hebat, memberi makan siang gratis bagi hampir seratus juta anak pada lebih dari satu juta sekolah. Sebab disana empat dari sepuluh anak mengalami kurang gizi. Yang unik adalah, program makan siang gratis semakin menyemangati anak bersekolah karena mereka merasa sekolah memberi makanan untuk pikiran dan tubuhnya.

Seperti halnya negara mampu memberi makan para narapidana di penjara, maka pasti tetap sanggup memberi makan anak sekolah yang notabene generasi penentu masa depan bangsa.

Kekuatan Data Ibu Hamil

Mengabaikan asupan nutrisi sejak masa kehamilan adalah kontribusi menghancurkan masa depan bangsa. Basis pendataan akurat mulai dari struktur terkecil semisal RT dalam hal berapa banyak ibu hamil, kondisi kehamilan dan informasi pendukung lainnya.

Data tersebut menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk memfasilitasi segala hal demi menjamin proses kehamilan hingga persalinan berjalan lancar termasuk memperhatikan asupan gizi ibu hamil hingga anak minimal berusia dua tahun.

Atensi negara terhadap perempuan (ibu hamil) adalah langkah konkrit yang terstruktur dan berdampak bagi upaya mempersiapkan kehadiran generasi berkualitas yang terjamin gizi dan nutrisinya. Seperti ungkapan Virginia Woolf, “Seseorang tidak dapat berpikir dengan baik, mencintai dengan baik, tidur dengan nyenyak, jika seseorang tidak makan dengan baik”.

Akhirnya, soal pangan bukan semata menghindarkan rakyat dari kelaparan, tetapi bagaimana mempersiapkan generasi unggul yang akan memastikan Indonesia terus ada hingga lebur kiamat.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *