Jakarta, RNC – Forum Lintas Hukum Indonesia yang dihadiri Chairul Imam (Mantan Direktur Penyidikan Kejagung), Petrus Selestinus (Mantan Komisioner KPKPN), Alfons Loemau (Mantan Direktur Tipiter Bareskrim Polri) dan Serfas S. Manek (Praktisi Hukum), dalam konferensi pers Minggu (15/9/2019) di Restoran Ayam Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, mempertanyakan “Kemana KPK hendak dibawa” “Quo Vadis KPK” pasca AGUS RAHARDJO, dkk. atas nama pimpinan KPK mengembalikan mandat kepada Presiden Jokowi.
Menurut forum, formasi pimpinan KPK terdiri dari lima orang, dengan formasi seorang Ketua KPK merangkap Anggota dan Wakil Ketua KPK terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota. Dengan komposisi dan konfigurasi pimpinan KPK yang demikian, maka undang-undang mewajibkan pimpinan KPK bekerja secara koektif kolegial, pimpinan KPK adalah Penyidik dan Penuntut Umum dan pimpinan KPK adalah penanggung jawab tertinggi pada KPK, sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Dengan konfigurasi seperti itu, maka keputusan pimpinan KPK menyerahkan mandat pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi pada tanggal 13 September 2016, merupakan keputusan yang sudah final dan mengikat semua pimpinan KPK.
Timbul pertanyaan apakah keputusan mengembalikan mandat pimpinan KPK juga telah disetujui oleh Aleks Marwata dan Basaria Panjaitan, karena kenyataannya Basaria Panjaitan dan Aleks Marwata menyatakan masih berhak memimpin KPK hingga Desember 2019.
Petrus Selestinus mengatakan Vakumnya pimpinan KPK telah berimplikasi hukum dimana KPK berada dalam kondisi “berhenti” melakukan segala aktivitas pemberantasan korupsi. Artinya segala fungsi penyidikan dan penuntutan yang berpuncak pada pimpinan KPK yang kolektif kolegial, berada dalam keadaan berhenti atau setidak-tidaknya segala aktivitas yang berkaitan dengan proses penyidikan dan penuntutan pasca pengembalian mandat pimpinan KPK kepada Presiden, pada tanggal 13 September 2019, tidak memiliki landasan hukum alias menjadi cacad hukum.
Dalam kondisi yang demikian, tambah Petrus, maka KPK harus dinyatakan berada dalam keadaan “anomali” karena diduga dikendalikan oleh kekuatan lain di luar sistem kekuasaan pemerintahan, sehingga wibawa negara telah dipertaruhkan, semata-mata karena pimpinan KPK menghadapi ketidakpercayaan terhadap diri sendiri dan menghadapi krisis kepercayaan publik yang semakin meluas.
Demi menyelematkan KPK dari krisis kepercayaan publik yang meluas, menyelamatakan KPK dari kondisi anomali dan stagnan secara berkepanjangan, maka Forum Lintas Hukum Indonesia mendesak Presiden dan DPR untuk mempertimbangkan sebuah terobosan melalui beberapa cara, yakni membekukan sementara kepemimpinan KPK periode 2015-2019 dengan menunjuk lima orang pimpinan KPK sebagai Plt hingga pimpinan KPK periode 2019-2023 dilantik.
Selanjutnya, menugaskan pimpinan KPK yang baru untuk membenahi manajemen organisasi dan tatalaksana tugas-tugas KPK sehingga hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai KPK berada dalam sistem tatakelola pemerintahan yang baik dan berbasis pada “nilai dasar” ASN. “Membubarkan Wadah Pegawai KPK yang ada sekarang dan menghilangkan sekat-sekat antara karyawan yang di-BKO-kan dari Instansi Polri, Kejaksaan dan BPKP dengan karyawan KPK hasil rekrutmen KPK sendiri sekat-sekat mana diduga dibangun berdasarkan pertimbangan kepentingan politik dan ideologi atas dasar suku, ras dan agama manapun,” kata Petrus membacakan sikap forum.
Selanjutnya, mewadahi pegawai KPK dengan sebuah organisasi yang berorientasi kepada sistem tata laksana dan tata kerja pegawai yang berbasis pada nilai-nilai dasar kepegawaian yaitu akuntabilitas, nasionalisme, etika publik, komitmen mutu dan anti korupsi yang harus diinternalisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas kepegawaian sehari-hari.
“Demikian seruan Forum Lintas Hukum Indonesia ini disampaikan kepada Presiden dan DPR RI melalui media massa sebagai kepanjangan tangan untuk informasi publik yang berisi harapan dan dukungan kepada KPK melalui Presiden dan DPR,” tutup Petrus. (*/rnc)