Ende, RNC – Herman Yosef Wadhi, Dominikus Minggu Mere dan Erick Rede adalah tiga nama yang tengah diusulkan untuk menduduki jabatan Wakil Bupati Ende mendampingi Bupati Ende, Djafar Ahmad. Lalu siapa berpeluang?
Bupati Ende, Djafar Ahmad yang diwawancarai RakyatNTT.com belum lama ini enggan berkomentar banyak. Ia menegaskan siapapun yang diusulkan oleh partai koalisi ia selalu siap.
Bupati Djafar sendiri mengaku sudah tiga kali bersurat kepada partai koalisi untuk mengusulkan calon wakil bupati. Ia bahkan mengundang secara langsung tokoh-tokoh partai koalisi untuk membahas kekosongan jabatan wakil bupati tersebut.
BACA JUGA: Bupati Djafar Harap Guru Penggerak Dapat Memajukan Pendidikan di Ende
Djafar yakin sosok yang dipilih oleh partai koalisi tentu telah dianggap yang terbaik dan mumpuni untuk membantu dirinya membawa Kabupaten Ende menjadi lebih baik.
Untuk diketahui, Partai Golkar sebagai salah satu partai pengusung melalui SK Nomor B-387 GOLKAR/IX/2020, tertanggal 10 September 2020 menyetujui dua nama yaitu Herman Yosef Wadhi dan Dr. drg. Dominikus M. Mere.
Dalam sebuah kesempatan, Herry Wadhi mengatakan dirinya siap untuk mengisi kekosongan jabatan wakil bupati jika dipercaya oleh Partai Golkar. Terkait satu nama lain selain dirinya, Herry mengatakan itu hal yang lumrah bagi partai pengusung. Termasuk partai Nasdem yang mengusulkan nama Erick Rede.
Terpisah, Mikael Rajamuda Bataona, pengamat politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang kepada RakyatNTT.com, Senin (22/2/2021) mengatakan pengisian jabatan Wakil Bupati Ende secara hukum tentu akan diproses sesuai ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Hanya saja jika gawe ini dibaca dari perspektif moralitas berpolitik, saya kira semua pihak paham bahwa yang berhak mendapat posisi calon Wakil Bupati Ende adalah Partai Golkar. Mengapa? Karena secara de facto, almahrum Marsel Petu adalah Ketua Golkar Ende,” kata Michael.
Menurut dia, almarhum Marsel Petu hanya memimpin selama 49 hari pasca dilantik dan meninggal dunia. Oleh karena itu, sangat wajar apabila kader Partai Golkar didapuk menduduki posisi tersebut. “Itu menjadi semacam penghormatan kepada jasa, figuritas sertas ketokohan beliau yang sudah berjuang dan berkontribusi sangat besar bagi kemenangan paket Marsel-Jafar,” katanya. Meskipun, lanjut dia, dalam Pilkada Ende 2018, ada tujuh partai politik pengusung yakni PDIP, Golkar, Demokrat, PKB, PKS, NasDem, dan PKPI dengan total 21 dari 30 kursi di dewan.
Ia menjelaskan, dinamika yang berkembang saat ini membuat proses penetapan kandidat wakil bupati molor cukup lama sejak September 2020 hingga 2021 ini adalah wajar. Namun demikian, dalam politik ada batasan yang meski tidak tertulis dalam hukum positif, tetapi dipahami oleh semua politisi sebagai sesuatu yang mahal dan mengikat semua politisi, yaitu moralitas politik. “Moralitas adalah sesuatu yang given dan non-negotiable dalam politik. Dalam moralitas inilah akan nampak dimensi-dimensi metafisis yang tidak bisa terkatakan, tetapi hanya bisa dirasakan ketika orang melakukan sesuatu dengan jiwa besar dan adil dalam politik,” ujarnya.
Ketika orang melakukan itu, maka yang nampak di sana adalah kehormatan. Bahwa memberikan posisi tertentu kepada pihak yang memang berhak mendapatkannya adalah sebuah manisfestasi dari kehormatan itu. Dan kehormatan saat ini begitu sulit ditemukan dalam politik karena dimensi kekuasaan lebih ditekankan. Padahal, dengan berpegang pada dimensi metafisis dalam politik, seorang politisi akan nampak terhormat. Meski saling seruduk dan saling “bantai” sebelum gawe adalah wajar, tetapi para politisi akan terlihat gentle dan sportif jika memiliki kehormatan.
BACA JUGA: Lantik Pejabat Eselon III dan IV, Bupati Ende: Kalau Ada Pengeluhan Jangan lewat Medsos
Michael mengatakan, dalam perjalanan dirasa wajar bila Nasdem secara organisatoris juga mengusulkan nama Eric Rede secara pribadi untuk dicalonkan. Tapi, kata Michael, kembali lagi ke soal musyawarah antarparpol pengusung. Apabila bisa dicapai solusi antara Golkar dan Nasdem, maka akan lebih elok. Tetapi jika dua pihak saling bertarung, maka rakyat akan melihat ini sebagai merupakan perebutan kekuasaan dan bukan sebuah kesempatan untuk menentukan pemimpin Ende yang bisa diterima sebagai represntasi dari figuritas Bupati Marsel.
“Kalau soal kapasitas, saya kira figur Erik juga memiliki kapasitas untuk memimpin. Hanya saja semuanya sangat bergantung pada Bupati Djafar dan komunikasi semua parpol pengusung. Jika Bupati lebih cenderung ke Erick ya silahkan. Semua partai saling komunikasi termasuk melobi Golkar,” jelas Michael.
Namun, apabila buntu, maka memang sulit. Oleh karena itu, musyawarah mufakat dengan kepala dingin dan mencari win win solution antarsemua partai pengusung dengan tetap mengutamakan dimensi moralitas politik, akan sangat membantu menyelesaikan masalah penetapan Wakil Bupati Ende. (rnc16)