Jakarta, RNC – Rapat Dengar Pendapat/RDP Gabungan Komisi II dan Komisi III DPRD Ende dengan Bupati Ende, Drs. Djafar Ahmad yang diwakili oleh Kepala Dinas PUPR dan beberapa Kepala Dinas terkait pada Selasa (8/02/2022) di kantor DPRD Ende, mengungkap fakta bahwa seluruh kegiatan tambang material (batu, pasir, agregat dan 1 (satu) unit alat produksi Aspal Mixing Plant (AMP) milik PT. Yety Dharmawan di Tanali Wewaria “tidak memiliki” Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Operasi Produksi (OP) dari Kementerian ESDM.
Menurut beberapa sumber kepada TPDI mengkonfirmasi bahwa PT. Yeti Dharmawan tidak memiliki IUP dan OP dari Kementerian ESDM dalam aktivitas penambangan.
Bersatu Lawan PT Yeti Dharmawan
Koordinatir TPDI, Petrus Selestinus mengatakan ketika pejabat pemerintah daerah tidak berdaya menghadapi arogansi dan keserakahan pengusaha, ketika aparat penegak hukum menjadi konco-konco pengusaha dalam bisnis kotor yang merugikan rakyat dan negara, maka hukum mati suri dan keadilan rakyat dirampok pengusaha rakus dan tamak.
“Dalam kondisi dimana hukum dibuat mati suri dan keadilan rakyat dirampok oleh raja-raja kecil di daerah, maka harapan satu-satunya adalah rakyat bersatu dan mari kita lawan mereka yang zolim dengan kekuatan rakyat melalui apa yang disebut partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum termasuk aksi lapangan,” jelas Petrus.
Menurutnya, PT. Yeti Dharmawan disebut-sebut telah merusak lingkungan, menimbulkan konflik sosial, tanah longsor, polusi udara, sumber mata air menjadi kering, krisis air bersih, akibat penambangan liar tanpa Izin Pemerintah.
Oleh karena tanpa izin, dipastikan PT. Yeti Dharmawan tidak membayar pendapatan negara (penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, seperti iuran tetap, iuran produksi dll.) dan pendapatan daerah (pajak daerah, retribusi daerah, iuran pertambangan rakyat dll. pendapatan yang menjadi hak daerah, lalu uangnya lari ke kantong siapa.
Pendekatan Pidana Korupsi
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dan Komisi III DPRD Ende, tidak boleh berhenti tetapi ditindaklanjuti dengan memanggil PT. Yeti Dharmawan untuk suatu penyelidikan kearah kelalaian mengurus izin, kelalaian membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah sehingga direkomedasikan kepada Aparat Penegak Hukum suatu pola penindakan ke arah Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencuciaan Uang terhadap PT. Yeti Dharmawan.
Begitu pula dengan Bupati Ende, Drs. Djafar Ahmad dan para Kepala Dinas terkait, termasuk Kapolres, Kajari Ende, beberapa Anggota DPRD Ende yang disebut-sebut ikut bermain mata dengan PT. Yeti Dharmawan, perlu dipanggil DPRD Ende untuk didengar keterangannya, mengapa semua kewenangan hukum yang mereka miliki menjadi tumpul ketika berhadapan dengan PT. Yeti Dharmawan, apakah ada upeti, gratifikasi dan/atau suap.
Jika saja melalui mekanisme politik di DPRD Ende, upaya ini tidak membawa hasil, maka seluruh elemen masyarakat Ende di Kota Ende, di Kupang dan di Jakarta, segera rapatkan barisan untuk melakukan sebuah advokasi besar guna menghentikan atau menutup total penambangan liar yang dilakukan oleh PT. Yeti Dharmawan di 8 titik yang tersebar di 4 Kecamatan, Kabupaten Ende.
Segera Tangkap
Gerakan advokasi besar meminta kepada Kapolri, Jaksa Agung dan KPK agar turun tangan membentuk satu tim kusus guna melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua pejabat yang diduga terlibat mulai dari Bupati Ende, para Kepala Dinas, beberapa Anggota DPRD Ende dan PT. Yeti Dharmawan guna dimintai pertanggungjawaban pidana dengan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Untuk itu, maka tindakan kepolisian segera harus dilakukan di 8 titik lokasi yang tersebar di 4 Kecamatan dengan mempolice line (pita kuning) TKP dan satu Unit alat produksi Aspal Mixing Plant (AMP) milik PT. Yety Dharmawan di Tanali Wewaria yang disebut “tidak memiliki” Izin dari Kementerian ESDM, satu dan lain guna mencegah agar PT. Yeti Dharmawan tidak menghilangkan jejak dan barang bukti untuk disita,” ungkapnya.
(*/rnc)