Ba’a, RNC – Setelah melakukan pembakaran lilin pada Senin (14/2/2022) malam, di Lapangan Volly Ba’a untuk mengenang kepergian mendiang Astri dan Lael, Aliansi Peduli Rote Ndao (APRN) didampingi oleh perwakilan Aliansi Peduli Kemanusiaan Kupang dan LTI Kupang melakukan aksi damai menutut keadilan bagi Astri dan Lael di Kejari Rote Ndao dan Mapolres Rote Ndao, Selasa (15/2/2022).
Pantauan RakyatNTT.com, massa asa yang tergabung dalam APRN mendatangi Kejari Rote Ndao menggunakan mobil dan puluhan sepeda motor dikoordinir oleh Ketua Antra RI, Yunus Panie selaku Koordinator Umum Aksi Damai APRN. Mereka memulai aksi damai sekira pukul 12.35 Wita dan berakhir pukul 13.15 Wita. APRN kemudian berpindah ke Mapolres Rote Ndao.
Pernyataan sikap aliansi APRN secara tertulis yang ditandatangani oleh Koordinator Umum Aksi Damai, Yunus Panie, Ketua APRN, Charlie Lian, dan Sekretaris APRN, Bruce King Nitte yang diperoleh media ini sesaat setelah diserahkan ke Kejari Rote Ndao dan Kapolres Rote Ndao diantaranya menuntut penyidikan ulang terhadap kasus pembunuhan Astri dan Lael.
Berikut kutipan lengkap pernyataan sikap aliansi:
1. Kasus pembunuhan terhadap ibu dan anak, Astri dan Lael, merupakan sebuah tindakan kejahatan kemanusiaan luar biasa (extraordenarry crime) yang sangat tidak beradab dan merendahkan martabat manusia, terutama perempuan dan anak.
2. APRN menolak berkas penyidikan Polda NTT yang dilimpahkan ke Kejati NTT dan menuntut penyidikan ulang, autopsi ulang, dan gelar perkara ilmiah dalam kasus ini.
3. Meminta kepada Negara yaitu Presiden melalui Kapolri agar memberi atensi penuh dalam kasus ini.
4. Meminta Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak untuk mendampingi keluarga mencari keadilan dalam kasus ini.
5. Menagih janji Kapolda NTT yang disampaikan kepada keluarga korban atas pernyataannya untuk mengungkap pelaku-pelaku pembunuhan Astri dan Lael dan akan mengenakan pasal berlapis kepada tersangka pembunuhan Astri dan Lael.
6. Menuntut agar tidak boleh ada pihak yang melakukan intervensi dalam bentuk apapun dengan maksud mengaburkan dan bahkan menghilangkan kasus ini agar tidak lagi ada kejahatan kemanusiaan seperti ini.
7. APRN menuntut Kapolda NTT untuk membuka ruang komunikasi dengan semua elemen masyarakat yang menuntut akan keadilan.
8. Meminta adanya “uji layak ilmiah” terhadap bukti forensik berupa ahli forensik dan kedokteran, uji layak penerapan pasal oleh ahli hukum pidana dan uji “kebohongan” terhadap pelaku melalui uji ahli psikologi/psikiater sebagai “opini pembanding” atas kontroversi dan ketidaktransparansian polisi dalam menerangkan anatomi kejahatan secara utuh kepada keluarga korban dan masyarakat yang dibingungkan oleh APH yang mengabaikan hak untuk mendapat informasi untuk setiap step penerapan proses hukum.
(rnc12)