Ruteng, RNC – Proyek Rehabilitasi dan Renovasi Prasarana Sekolah milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, diduga menggunakan material tidak berkualitas berupa pasir bercampur tanah. Proyek tersebut adalah pembangunan gedung di SDI Namut, Kecamatan Cibal Barat.
Kepada RakyatNTT.com, Efridus Jerahi, warga setempat yang juga merupakan guru di SDI Wae Namut mengungkapkan, awalnya warga melihat pekerja proyek menggunakan pasir bercampur tanah untuk plesteran. Mendapat informasi itu, Efridus kemudian menyampaikan keluhan warga kepada kepala tukang. “Saya sampaikan kepada kepala tukang supaya pasir campur tanah itu tidak dipakai, nanti struktur bangunganya cepat rusak,” kata Efridus.
Selain penggunaan pasir bercampur tanah, lanjut Efridus, cara pemasangan tiang besi yang merupakan tiang bangunan, seharusnya ditanam ke dalam pondasi. Tapi, pada proyek ini tiang besi justru dipasang di atas pondasi. “Itu yang warga heran. Beda sekali dengan cara membangun yang sering kita lihat. Apakah memang dalam rancangan atau gambarnya seperti itu? Apakah tiang tidak ditanam? Ini soal kualitas gedung?” sebut Efridus.
Ia kemudian meminta pihak terkait melakukan pengecekan, terhadap cara pembangunan gedung sekolah tersebut. Sehingga, ketika terdapat kekeliruan dalam pengerjaan, segera diperbaiki. Wartawan media ini kemudian melakukan pemantauan langsung di lokasi, Kamis (30/6/2022). Nampak tumpukan pasir bercampur tanah berwarna coklat kekuningan, dengan volume sekira satu ret. Ada juga tumpukan lain dengan warna yang sama. Pada tumpukan tersebut tampak jenis akar – akar serabut yang menyerupai akar rumput.
Para pekerja proyek terlihat mengambil pasir itu untuk dicampur dengan material lain. Selanjutnya, campuran digunakan untuk plester bangunan. Pegawai Pelaksana Lapangan, Jovi Kejuru yang ditemui di lokasi itu mengakui pasir yang digunakan bercampur tanah. Pasir tersebut diantar bagian pengadaan pada malam hari. Saat itu Jovi mengaku tidak ada di lokasi proyek. Yang menyaksikan pendropingan pasir adalah pekerja proyek.
Namun Jovi membantah kalau pasir tersebut digunakan untuk pembangunan gedung. Pasir tersebut kata dia, digunakan sebagai pengganti tanah urukkan ke dalam lapangan yang sedang dibangun. “Mereka (pengadaan) mengantar pasir malam hari. Sekitar empat atau lima kali, kalau saya tidak salah. Yang ini terakhir (sambil menunjuk pasir campur tanah). Tapi saya sudah tegur. Saya bilang cukup sudah kamu antar malam. Tapi kalau antar malam biasanya kasih tau di tukang, mereka yang lihat. Karena saya tidak ada. Tukang lihat ada tanahnya, sehingga mereka kasih turun di situ,” jelas Jovi.
Menurutnya, pasir yang dihantar hanya satu kali bercampur tanah. Mereka pun sudah menggantikan dengan pasir yang bagus. Pasir tersebut diambil dari Nggorang, Sungai Wae Pesi, Kecamatan Reok. “Kalau ini pasir halus. Sudah dibawa sampel semua. Sudah uji lab. Kalau yang di sana kami tidak pake, karena ada tanahnya,” kata Jovi sambil menunjuk pasir yang sedang digunakan pekerja proyek.
Terkait tiang yang tidak ditanam ke dalam pondasi, dibantah Kepala Tukang Proyek, Agus Ate. Menurut Agus, semua tiang besi bangunan ditanam dengan kedalaman lobang 30 cm. “Ini kan pondasi to. Ada lobang, sesuai di gambar. Ditanam itu, dia 30 cm. Bahkan bagian sana (bagian belakang bangunan) lebih dalam,” jelas Agus Ate.
Untuk diketahui, proyek SDI Wae Namut merupakan 1 dari 12 lokasi di Kabupaten Manggarai, yang dikerjakan PT. Deficy Sigar Pratama sebagai kontraktor pelaksana, dan CV. Bayu Pratama sebagai konsultan pengawas. Total nilai kontrak sebesar Rp 23.568.560.000 yang bersumber dari APBN murni, dengan masa pengerjaan 210 hari kalender, terhitung sejak 18 April sampai 13 November 2022. (rnc23)