Ruteng, RNC – Maria Olga Jelimun, warga Anam, Desa Bulan, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai mendatangi Kantor DPRD Manggarai, Rabu (16/6/2021) pagi.
Olga Jelimun datang bersama lebih dari 20 orang anggota keluarga besarnya. Ia ingin menemui Thomas Edison Rihi Mone, anggota DPRD Manggarai dari Fraksi Partai Hanura. Edison disebut sebagai saksi sekaligus penjamin dalam kesepakatan denda adat antara pihak keluarga Olga Jelimun dan seorang advokat asal Labuan Bajo, Manggarai Barat, Plasidus Asis Deornay, SH.
Kepada awak media perwakilaan keluarga Olga, Yuvensianus Hamat, mengatakan pihaknya kecewa dan merasa ditipu oleh Asis Deornai. Sebab Asis Deornai telah dua kali ingkar janji dan tidak bertanggungjawab terhadap semua denda adat yang telah disepakati secara bersama antara kedua belah pihak.
“Kita ada koordinasi dengan ketua dewan berkaitan dengan pengingkaran janji atas kesepakatan yang sudah disepakati oleh saudara Asis Deornai, yang ikut disepakati dan disetujui oleh anggota DPRD dari Partai Hanura atas nama Thomas Edison Rihi,” ungkap Yuvensianus.
Yunvesianus menjelaskan pada 27 Maret 2021, ada kesepakatan antara pihak keluarga Asis Deornai dan keluarga Olga Jelimun. Kesepakatan itu berkaitan dengan hubungan cinta Asis Deornai dan Olga Jelimun. Dikatakan ada pengakuan ketidaksiapan Asis untuk bertanggungjawab atas hubungan asmaranya dengan Olga. Hubungan keduanya telah diikat secara adat Manggarai melalui acara pertunangan (Rekak). Namun Asis ingin memutuskan hubungan dengan Olga setelah lebih dari setahun menjalin kasih dan 6 bulan setelah bertunangan. Ia pun menyatakan ingin berpisah dan bercerai dengan Olga melalui tata cara dan adat Manggarai.
“Maka dalam budaya Manggarai ada istilah ‘Ngampang Bara, tua tuka’, maka yang laki-laki harus membayar denda untuk memulihkan status perempuan,” kata Yunvensianus.
Yuvensianus menceritakan, awalnya jumlah denda telah disepakati yaitu uang sebesar Rp100 juta dan 1 ekor kerbau. Asis Deornai pun menyatakan siap untuk menebusnya. Selanjutnya, disepakati pula denda tersebut ditebus oleh pihak Asis Deornai pada 25 Mei 2021. Akan tetapi sehari sebelum tanggal kesepakatan yaitu pada 24 Mei, Asis Deornai menghubungi keluarga Olga Jelimun via telepon. Asis menyampaikan, dia hanya mampu membayar Rp50 juta dari 100 juta yang sebelumnya disepakati. Sementara Rp10 juta akan ditebusnya adalah sebagai pengganti kerbau.
“Dia sampaikan, duitnya sudah diikat tinggal dibawa tapi pada saat tanggal 25 sesuai dengan waktu yang ditentukan yang dibawa oleh saudara Asis hanya Rp10 juta,” kata Yuvensianus.
Yuvensianus menjelaskan, pihak Olga keberatan namun Asis Denornai saat itu mengaku telah ditipu orang. Pihak Olga kemudian menaruh iba, sehingga kedua belah pihak kembali berkoordinasi untuk dilakukan kesepakatan ulang berkaitan dengan denda adat. Saat itulah mulai adanya keterlibatan dari Thomas Edison Rihimone sebagai saksi dan penjamin dari pihak Asis Deornai.
“Pak Edi hadir tanggal 26 Mei. Jadi keesokannya itu dibuat lagi kesepakatan baru. Bukan lagi Rp100 juta tapi Rp50 juta dengan 10 juta ganti kerbau. Yang sedianya realisasi pembayarannya dilakukan pada tanggal 15 Juni. Tetapi kedua orang tersebut, Pak Asis dengan Pak Edi tidak menepati janji pembayaran kesepakatan bersama,” jelasnya.
Yuvensianus mengatakan, pada saat kesepakatan kedua kembali dilakukan, disepakti uang Rp10 juta yang awalnya hendak diberikan pada 24 Mei, tidak masuk lagi dalam perjanjian. Uang tersebut sebagai penghargaan atas kebijaksanaan keluarga besar Olga. Namun yang diterima oleh keluarga besar Olga saat itu hanya Rp8 juta.
Yuvensianus mengatakan, atas dasar keterlibatan Edison Rihimone tersebut maka keluarga Olga Jelimun datang untuk meminta klarifikasi perihal pengingkaran dari Asis Deornai. Namun keluarga menjadi kecewa lantaran Edison Rihimone yang hendak ditemui tak ada di kantor.
“Pak Edi tidak ada di sini. Kita diterima oleh ketua DPRD Kabupaten Manggarai, dan dia mendukung langkah kami untuk melapor ke polisi,” katanya.
Di dalam kantor dewan, pihak keluarga Olga mengaku mendapat informasi dari seorang anggota DPRD yang satu fraksi dengan Edison Rihimone. Mereka disarankan agar melakukan mediasi ulang. Namun pihak Yuvensianus mempertimbangkan terlebih dahulu rencana mediasi ulang tersebut.
“Kami sedang mempertimbangkan apakah kami bersedia untuk dimediasi kedua kalinya atau kami langsung ke polisi untuk buat laporan,” katanya.
Kepada wartawan Yunvensianus kemudian menunjuk bukti berupa dua lembar surat tanda kesepakatan antara kedua belah pihak. Di bagian surat tersebut ditandatangani Asis Deornai di atas meterai 6000.
Sementara itu, Maria Olga Jeliman, mengaku akibat pengingkaran yang dilakukan Asis dirinya sangat dirugikan baik secara moril maupun materiil.
“Saya merasa ada sanksi sosial di dalamnya. Kenapa? Secara pribadi sebagai perempuan saya merasa sangat dilecehkan. Yang kedua, sebagai orang Manggarai adat Manggarai tidak bisa tak diindahkan dan keluarga saya pun merasa sangat dilecehkan karena tindakan Pak Asis Deornai ini,” ungkap dosen di salah satu perguruan tinggi di Bali ini.
Olga mengaku dirinya telah menjalani hubungan dengan Asis Deornai selama lebih dari setahun. Keduanya sudah sempat tinggal bersama dan akhirnya bertunangan. Dia tak menampik awalnya berharap untuk melanjutkan hubungan dengan Asis Deornai ke jenjang pernikahan.
“Karena di adat Manggarai kalau sudah melakukan pertunangan tahap selanjutnya adalah pernikahan,” katanya.
Namun pada akhirnya ia kecewa karena ditelantarkan dan tidak ada kepedulian dari Asis terhadap dirinya. Oleh karena itu keluarganya menempuh jalur adat.
Terpisah, ketua DPRD Manggarai Matias Masir membenarkan adanya warga yang datang melapor terkait suatu kasus yang melibatkan satu anggota DPRD sebagai saksi dan penjamin dalam proses mediaasi.
“Hemat saya bahwa laporan mereka itu hanya untuk mengetahui bahwa salah satu dalam saksi itu adalah anggota DPRD. Selanjutnya saya akan memanggil anggota dewan tersebut untuk meneruskan laporan yang disampaikan,” jelas Matias.
Ia pun berharap, proses penyelesaian yang dilakukan akan mendapatkan solusi terbaik. Sehingga semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Baik dari pihak keluarga perempuan, pihak laki-laki dan juga pihak anggota dewan yang menjadi saksi atau penjamin. (rnc23)