Kupang, RNC – Ketua Tim Lab Biokesmas Provinsi NTT, Fainmarinat Inabuy, Ph.D dalam rilisnya menjelaskan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT telah mengikuti semua tahap persyaratan sebagai lab pemeriksa Covid-19, dan dalam proses perizinannya, sudah beberapa kali telah dikunjungi lab pengawas Balai Besar Tehnik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya sebagai perwakilan Litbangkes RI di area Indonesia Timur untuk memastikan terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
HK.01.07/MENKES/4642/2021 tanggal 11 Mei 2021.
Kemudian, dengan terpenuhinya syarat-syarat dimaksud oleh Lab Biokesmas Provinsi NTT termasuk uji validasi, maka Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Surat Izin Operasional Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT, melalui Surat nomor SR.01.07/II/4450/2020 perihal Pengoperasian Laboratorium RT-PCR.
“Selain kepada Gubernur Provinsi NTT, surat ini ditembuskan juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang. Maka, langkah penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang, dengan kata lain telah melangkahi izin yang telah dibuat oleh Kemenkes RI,” jelas Fainmarinat Inabuy, Ph.D.
Lebih lanjut, ia menjelaskan Lab Biokesmas Provinsi NTT merupakan kolaborasi gagasan dan kerja antara tiga entitas di NTT, yakni warga masyarakat- yang diwakili oleh Forum Academia NTT, Pemerintah Provinsi NTT,
dan Universitas Nusa Cendana. Keputusan penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang dibuat tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan pimpinan Lab Biokesmas Provinsi NTT, melainkan dibahas dalam pertemuan dengan Universitas Nusa Cendana, institusi yang tidak memiliki otoritas terhadap Lab Biokesmas Provinsi NTT.
Disebutkan, metode Pooled test qPCR ini adalah sebuah inovasi yang lahir dari NTT, dan belum dimiliki oleh provinsi lain di Indonesia. Aplikasi pooled-test digunakan untuk screening massal dan surveilens. “Keilmuan yang paling relevan di sini adalah Biomolekuler dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, bukan Patologi Klinis. Kedua keilmuan ini dimiliki oleh Tim pengelola Lab Biokesmas,” kata sosok yang akrab disapa Dr. Fima ini.
Terkait pengelolaan laboratorium, pengelola Lab Biokesmas adalah Tim Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT yang ditetapkan dalam SK Gubernur, dengan Dr. Fima Inabuy sebagai pimpinan. Dalam SK ini disebutkan bahwa Tim Lab bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi NTT. Artinya, Rektor Undana tidak memiliki dasar hukum dan otoritas untuk memerintahkan penutupan laboratorium. “Sampai hari ini SK Gubernur nomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021 ini masih berlaku dan sah secara hukum. Artinya, tidak ada perubahan dalam pihak yang diberi otoritas sebagai pengelola laboratorium, sebagaimana diklaim oleh pihak Undana,” katanya.
Selanjutnya, Nota Kesepakatan nomor 5/EKS/DN/MOU/III/2021 tanggal 16 Maret 2021 antara Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana (Undana) mengatur tentang kerjasama operasional RS Undana dengan Pemprov NTT terkait penanganan Covid-19, dimana Lab Biokesmas tidak termasuk di dalamnya. Menelusuri Nota Kesepakatan ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa ada satu poin (poin g) di pasal 6 yang tidak relevan dengan pasal-pasal lainnya. Kehadiran poin (g) pasal ini terkesan ‘diselipkan secara paksa’, karena sejak awal Lab Biokesmas bukanlah satu kesatuan dengan RS Undana. Meski ada di lingkungan RS Undana, Lab Biokesmas adalah entitas milik Pemerintah Provinsi NTT yang dititipkan di RS Undana.
“Sampai hari ini tidak ada SK penyerahan atau penghibahan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT dari Pemerintah Provinsi NTT kepada Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu, klaim bahwa Lab adalah milik Undana adalah salah secara hukum. Oleh karena itu, penggantian nama laboratorium sebagaimana telah dilakukan oleh pihak Undana (melalui surat maupun penggantian papan nama lab), adalah langkah yang keliru karena tidak berdasar hukum,” jelas Dr. Fima.
Alasan Pemkot Tutup Lab Biomolekuler Provinsi NTT
Dinas Kesehatan Kota Kupang resmi mengeluarkan keputusan penutupan sementara operasi Laboratorium Biomolakuler yang berada di Klinik Universitas Nusa Cendana Kupang.
Untuk diketahui, laboratorium itu difungsikan setelah mendapatkan persetujuan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2020 lalu guna membantu proses pemeriksaan sample swab PCR Covid-19.
Terkait penutupan sementara, kepada RakyatNTT.com, Rabu (25/8/2021) petang, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, drg. Retnowati menjelaskan pihaknya mengeluarkan keputusan untuk menutup sementara operasi pemeriksaan sample swab di laboratorium tersebut. Alasannya Dinkes Kota Kupang adalah lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi pengawasan berbagai klinik dan laboratorium. Di Laboratorium Biomolekuler Undana tersebut tidak memenuhi syarat sesuai Keputusan Menteri Kesehatan, yakni yang bertanggung jawab ternyata bukan seorang dokter spesialis patologi klinis, melainkan seorang doktor yang tidak memiliki lisensi dari Kemenkes RI. “Mereka kan bukan tenaga teknis bukan yang kompeten, bukan dokter. Biomolekuler klinik itu, harus dokter bukan doktor,” ungkapnya.
Kepala Seksi Registrasi Dinas Kesehatan Kota Kupang, Dewy Massae menambahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Poin b, mengatur tentang syarat Laboratorium Pemeriksaan Virus Covid-19 yakni Penanggungjawab atau Ketua/Kepala Laboratorium haruslah seorang dokter spesialis patologi klinis, mikrobiologi klinis atau dokter umum dan sudah terlatih. Namun, faktanya Lab Biokesmas Provinsi NTT tersebut penanggungjawabnya belum memiliki sertifikasi dari Kemenkes. “Jadi kalau sudah terlatih, maka harus sudah punya sertifikat,” katanya.
Selanjutnya, tenaga yang bekerja memeriksa harus memiliki keahlian, terlatih dan kompeten. “Jadi penutupan itu hanya bersifat sementara. Jika sudah memenuhi persyaratan, maka bisa diaktifkan kembali,” tegas Dewi.
Tanggapan Rektor Undana
Menanggapi berbagai pernyataan yang disampaikan Forum Academia NTT (FAN), Rektor Undana, Prof. Fred Benu dalam rilisnya seperti dikutip dari Poskupang.com, menjelasna pernyataan bahwa Undana secara sepihak menutup operasional Lab Biomolekuler adalah tidak benar. “Saya sama sekali tidak memiliki otoritas untuk menutup lab itu sekalipun lab itu ada di RS Undana. Justru saya mendapat surat peringatan dari Dinas Kesehatan Kota Kupang untuk memberhentikan sementara operasional lab itu karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Fred.
Ia menjelaskan, selaku pimpinan universitas yang bertanggungjawab keluar dan ke dalam atas nama universitas bersama Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Dinas Kesehatan Kota Kupang mendatangi Lab Biomolekuler, Selasa (24/8/2021) untuk mencari solusi terhadap surat teguran yang dilayangkan oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang.
Menurutnya, dirinya sangat setuju lab tersebut dipakai untuk kepentingan pelayanan masyarakat pada masa pandemi ini sehingga harus tetap beroperasi, namun tidak boleh melanggar ketentuan. Oleh karena itu, tiga pihak, yakni Undana, Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Dinas Kesehatan Kota Kupang berkoordinasi dengan FAN yang sebenarnya diminta oleh gubernur membantu pelayanan di lab tersebut. “Solusi yang ditawarkan, lab itu harus tetap beroperasi tapi harus di bawah pengawasan dokter spesialis patologi klinis. Setiap hasil tes PCR harus sepengetahuan dokter spesialias patologi klinis. Tapi usulan seperti itu tidak diterima oleh pihak FAN,” kata Fred.
“Saya tidak tahu kenapa, tapi mereka berargumen bahwa mereka juga punya otoritas untuk mengeluarkan hasil tes, sehingga tidak ada solusi soal ini. Saya dengan jujur katakan bahwa kemarin terjadi keributan karena pihak FAN secara fisik menantang rektor dan itu ada saksi hidupnya. Ada video yang beredar tidak mengcover semua situasi yang ada. Semua yang ada jadi saksi, termasuk kepala dinas, wakil rektor dan semua yang hadir di situ,” jelas Fred.
Ia menegaskan dirinya tidak ada niat sedikit pun untuk menutup operasional lab tersebut. Justru ia ingin mencari solusi terbaik untuk operasionalisasi lab itu untuk memberikan pelayanan yang baik. “Ada tuduhan bahwa Undana secara sepihak merampok lab biomolekuler. Kami tidak pernah merampok. Saya punya perjanjian kerja sama dengan gubernur dalam bentuk MoU antara Undana dan bapak gubernur yang meng-cover semua aspek bukan hanya lab bimolekuler. Terkait lab biomolekuler, bukan hanya MoU tapi sudah nota kesepakatan. Nota kesepakatan bersifat spesifik dan sudah mengikat. Nota kesepakatan itu mengharuskan Undana untuk bertanggung jawab terhadap operasional dari laboratorium itu. Terhadap kualitas pelayanan dari laboratorium itu. Bahkan diminta untuk secara periodik mengaudit dan meningkatkan sumberdaya manusia yang ada di lab itu,” jelas Fred.
Karena sudah ada nota kesepakatan tersebut, tegas Fred, dirinya secara yuridis harus bertanggung jawab. Jika tidak, kesalahan apapun akan dialamatkan kepada Undana. “Dinas Kesehatan Kota Kupang tidak salah memberikan teguran kepada rektor. (Makanya) saya harus menyelesaikan persoalan itu. Jadi saya tidak merampok apapun. Saya tidak ada kerja sama dengan FAN. Tidak ada MoU dengan FAN. FAN itu kita akui sebagai inisiator. Harus diakui itu. FAN sebagai inisiator untuk berkoordinasi dengan peemrintah provinsi dan undana untuk mendirikan laboratorium itu. Atas inisiasi itu, gubernur mengizinkan bahkan meminta mereka untuk membantu operasional di lab itu. Yang kami minta hanya koordinasi yang baik dengan baik yang diserahi tanggung jawab pengelolaan sehingga tidak ada kesalahan. Tapi kalau tidak mau, bagaimana kita mencari solusi terhadap persoalan ini,” kata Fred.
(*/rnc04)
Ikut saya, sebaiknya ditangani secara bijak. Para pihak bertemu dan diskusikan secara baik dan diputusjkan secara arif. Ketika Faskes masih langka di NTT kehadiran Lab ini sangat membantu. Bila ada regulasi baru sebagai rujukan mengelola Lab PCR alangkah indahnyq dirundingkan untuk mencari solusinya. Lab tetap melayani keb oublik, sambil dilengkapi persyaratan2 dalam tenggang waktu tertentu.
Sebaiknya dibicarahkqn pula kepastian pengelaannya. Tinjaun kembali butir2 kesepakatan dalan MoU nya.