Kupang, RNC – Mahkamah Konstitusi (MK) RI Kembali menggugurkan tiga gugatan Pilkada dari NTT, yakni dari Kabupaten Manggarai Barat, Sumba Barat dan TTS. Pembacaan putusan sela ini dilakukan MK dalam siding yang berlangsung Rabu (5/2/2025) malam.
Putusan perkara nomor 65/PHPU.BUP-XXIII/2025 PHPU Bupati Manggarai Barat, perkara nomor 124/PHPU.BUP-XXIII/2025 PHPU Bupati Sumba Barat dan perkara nomor 270/PHPU.BUP-XXIII/2025 PHPU Bupati TTS dibacakan sekaligus Bersama beberapa perkara lainnya oleh hakim MK Arsul Sani.
Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan permohonan Pemohon yang diajukan sudah melewati tenggang waktu permohonan yang telah ditentukan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 dan PMK 3 tahun 2024. Oleh karena itu, eksepsi mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan adalah beralasan menurut hukum. Oleh karena itu berkenaan dengan eksepsi lain serta kedudukan hukum dan pokok permohonan pemohon serta hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena dinilai tidak ada relevansinya.
“Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan MK.
Untuk diketahui, gugatan Pilkada Manggarai Barat diajukan oleh pasangan nomor urut 1 Christo Mario Y. Pranda dan Richardus Tata Sontan. Pihak terkait dalam perkara ini adalah Edistasius Endi dan Yulianus Weng. Mario-Richard selaku Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat Nomor 804 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2024 tanggal 03 Desember 2024. Serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2024 di Seluruh TPS Kabupaten Manggarai Barat. Pemohon mendalilkan Termohon (KPU Manggarai Barat) tidak profesional dengan meloloskan Calon Bupati pada pasangan calon Nomor Urut 2 atas nama Edistasius Endi yang merupakan mantan narapidana dan tidak mengumumkan status narapidana di media massa.
Selanjutnya, gugatan Pilkada Sumba Barat diajukan oleh pasangan nomor urut 3 Agustinus Niga Dapawole dan John Lado Bora Kabba. Pihak terkait dalam perkara ini yakni Yohanes Dade dan Thimotius Tede Rangga. Dalam permohonan, Pemohon menyebutkan bahwa KPU Sumba Barat telah meniadakan hak pilih atau partisipasi masyarakat terpencil dengan meniadakan TPS-TPS yang terjangkau. Artinya, KPU Sumba Barat hanya mendirikan TPS pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh petugasnya tanpa mempertimbangkan keterjangkauan pemilih atau masyarakat terpencil.
Pemohon menilai bahwa peniadaan TPS di wilayah masyarakat terpencil tersebut merupakan suatu tindakan Pemohon yang dengan sengaja menurunkan tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sumba Barat. Hal ini dikarenakan implikasi atas peniadaan TPS di wilayah masyarakat terpencil tersebut, menurut Pemohon masyarakat terpencil yang mempunyai hak pilih akhirnya enggan menggunakan haknya dalam pemungutan suara. Bahkan, Pemohon membuktikan bahwa partisipasi pemilih dalam Pilbup Sumba Barat hanya sekitar 66% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 96.835 pemilih.
Selain itu, Pemohon juga menyebutkan bahwa KPU Sumba Barat dengan sengaja tidak melakukan sosialisasi dan pendidikan politik secara baik bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh Pemohon dengan tidak adanya pengumpulan massa untuk mensosialisasikan dan melakukan pendidikan politik bagi pemilih agar para pemilih memahami legitimasi calon bupati yang dipilih dengan berdasarkan partisipasi pemilih dalam Pilbup Sumba Barat 2024.
KPU Sumba Barat menurut Pemohon hanya memberikan DPT kepada Pemohon tanpa dilengkapi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) para pemilih. Hal ini berdampak pada kesulitan Pemohon untuk mengoreksi data pemilih seperti pemilih ganda, pemilih telah meninggal dunia, dan pemilih yang telah pergi keluar dari Sumba Barat.
Sementara itu, gugatan Pilkada TTS dilayangkan pasangan calon nomor urut 4 Egusem Piether Tahun dan Johan Christian Tallo. Pihak Terkait dalam perkara ini adalah Eduard Markus Lioe dan Johny Army Konay.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa selisih perolehan suaranya dengan paslon nomor urut 5 Eduard Markus Lioe dan Johny Army Konay (Paslon 5) serta paslon nomor urut 1 Salmun Tabun dan Marten Tualaka (Paslon 1) disebabkan oleh adanya praktik politik uang. Pemohon mengaku telah melaporkan praktik politik uang tersebut ke Bawaslu Kabupaten TTS. Namun, Bawaslu TTS tidak meregistrasi laporan tersebut dengan alasan tidak memenuhi syarat formal dan syarat material.
Selanjutnya, Pemohon juga menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten TTS lalai dalam meloloskan berkas verifikasi persyaratan calon bupati. Hal ini dikarenakan Pasal 14 ayat (2) PKPU 8/2024 telah mengatur bahwa syarat pencalonan bupati atau wakil bupati adalah tidak pernah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Terlebih, Calon Bupati Nomor Urut 1 tersebut belum pernah membuat pengumuman tentang status dirinya sebagai terpidana melalui media massa yang terverifikasi oleh Dewan Pers. (rnc)
Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Group RakyatNTT.com