Kupang, RNC – Para ketua organisasi pers di Nusa Tenggara Timur (NTT) angkat bicara soal dugaan pemerasan yang dilakukan oknum wartawan TVRI berinisal TM terhadap PT. PP (Persero).
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT periode 2018-2023, Ferry Jahang saat diwawancara RakyatNTT.com, Selasa (23/6/2020), mengatakan, para jurnalis harus bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik. “Kalau benar terjadi, itu artinya sudah melanggar atau menyalahgunakan profesi. Jadi saya berharap, teman-teman jurnalis bekerja sesuai kode etik,” kata Ferry.
BACA JUGA: Oknum Wartawan di Kupang Diduga Memeras PT PP (Persero)
Pada pasal 6 Kode Etik Jurnalistik, kata Ferry, di situ jelas disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Dengan demikian, apabila benar terjadi penyuapan atau pemerasan, maka pihak-pihak yang merasa dirugikan harus pro aktif untuk melaporkan kepada pihak berwajib, sehingga persoalan ini bisa terang-benderang. “Salah satu jalan agar kasus ini terang-benderang, ya harus ada yang melapor ke pihak kepolisian untuk dilakukan pengusutan,” tandasnya.
Wartawan Harian Umum Pos Kupang itu juga mendorong agar wartawan yang namanya disebut melakukan pemerasan, juga proaktif melaporkan kepada pihak berwajib. Jika apa yang dituduhkan pihak perusahaan itu tidak benar. “Ini kan merusak media, merusak citra pers secara keseluruhan. Jadi kita dorong teman-teman yang namanya disebutkan itu, proaktif untuk melaporkan. Jika tidak, bisa jadi apa yang dituduhkan itu memang benar,” sebut Ferry.
Hal senada juga dikatakan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang periode 2019-2022, Marthen Bana. Menurut Marthen, apabila kasus ini benar, maka wartawan yang bersangkutan sudah menyalahi kode etik jurnalistik. “Wartawan dilarang menerima suap, apalagi sampai meminta dan menekan pihak-pihak tertentu dengan berita. Ini merusak citra pers,” ujar Marthen.
Mantan Pemimpin Redaksi Harian Timor Express itu menegaskan, wartawan jangan menggadaikan profesi untuk kepentingan sesaat dan untuk keuntungan pribadi. Wartawan, kata Marthen, harus menjalankan profesi secara bertanggungjawab, yakni membela kepentingan publik. Sebaliknya, jangan menjadikan kelemahan atau keluhan masyarakat untuk memeras pihak-pihak tertentu. “Tugas luhur seorang wartawan adalah membela kepentingan publik. Bukan maju tak gentar, membela yang bayar,” tegas Marthen.
“Kalau misalnya ada keluhan masyarakat, maka wartawan harus menyuarakan itu sekaligus mencari solusi. Bukan memanfaatkan kelemahan orang untuk menekan dan mendapatkan sesuatu. Jadi, berita itu sebenarnya alat kontrol sosial,” sambung Marthen.
Kepada pihak-pihak yang merasa diperas, Marthen menyarankan agar mereka tidak takut untuk melapor kepada pihak berwajib. “Menyangkut konten berita itu urusan dewan pers. Sebaliknya kalau menyangkut pemerasan, itu sudah masuk unsur pidana. Jadi sepanjang sudah melakukan hal yang benar, maka tidak usah takut. Karena kalau tidak melapor, kita bisa curiga jangan sampai ada apa-apa,” ungkap Marthen.
Sementara Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTT, Eben Benge, sangat menyayangkan apabila kasus ini benar terjadi. “Sebagai sesama jurnalis atau pekerja media, memang kita menyayangkan kejadian ini. Tapi saya belum tau secara pasti, soal komunikasi antara para pihak yang mengarah ke arah dugaan pemerasan itu,” sebut wartawan INews TV itu.
BACA JUGA: Terima Suap Pengesahan APBD, 3 Mantan Pimpinan DPRD Jambi Ditahan KPK
Menurut Eben, mestinya profesi mulia sama-sama dijaga oleh semua rekan-rekan jurnalis. Dan dia berharap, kejadian ini bisa menjadi pelajaran bersama untuk mengintrospeksi diri, sehingga tidak terulang lagi di kemudian hari. “Untuk hal lainnya, itu jadi kewenangan dari pimpinan dimana oknum itu bekerja,” pungkas Eben. (rnc09)