Jakarta, RNC – Lima warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban penembakan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Mereka ditembak saat berada dalam sebuah kapal di Perairan Tanjung Rhu, Selangor pada 24 Januari 2025 dinihari. Akibat penembakan itu, salah satu WNI meninggal dunia. Sementara empat orang lainnya mengalami luka-luka.
Demi menjaga hak asasi WNI, Pemerintah Malaysia didesak untuk segera memberi penjelasan transparan tentang insiden penembakan. Desakan itu datang dari Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dr. Umbu Rudi Kabunang yang disampaikan dalam rapat Baleg mengenai revisi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Politisi Golkar dari Nusa Tenggara Timur itu juga mendesak adanya pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Mafia Perdagangan Orang. Umbu Rudi Kabunang mengecam keras insiden penembakan 5 orang WNI itu.
“Kami mengecam tindakan tersebut dan meminta penjelasan dari pemerintahan Malaysia secara terbuka,” kata Umbu Rudi Kabunang dilansir dari Tribunnews.com.
Ia juga meminta Pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti kasus tersebut. “Kami minta juga pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti hal tersebut agar harga diri bangsa Indonesia ini betul-betul dijaga dan hak-hak para imigran itu terlindungi,” ujar Umbu Rudi Kabunang.
Dijelaskannya, selama 20 tahun terakhir total sekitar 75 PMI meninggal di tempat mereka bekerja. “Selama 20 tahun ini sudah 75 pekerja migran indonesia meninggal. Karena diduga adanya pembunuhan oleh aparat yang dalam tanpa proses peradilan di Malaysia,” tegasnya.
Itu pasalnya, Umbu Rudi Kabunang mengusulkan agar segera dibentuk Satgas Mafia Perdagangan Orang. “Saya mengusulkan agar pemerintah membentuk Satgas Mafia Perdagangan Orang karena ini sudah sangat mengkhawatirkan,” katanya.
Umbu Rudi Kabunang juga meminta agar perlunya aturan yang mengikat antara negara pengirim dan penerima tenaga kerja. Bagi dia, perbedaan kebijakan antara kedua negara sering kali menyebabkan pekerja migran berada dalam posisi rentan, baik terkait perlindungan hukum maupun jaminan sosial.
“Ketika kita berbicara mengenai Tenaga Kerja Indonesia yang menyumbang devisa yang besar bagi Indonesia, seharusnya kita tidak lagi mendengar Pekerja Indonesia yang tidak dibayar gajinya, yang meninggal karena tidak memiliki biaya untuk berobat, dan cerita pilu lainnya,” ungkapnya. (*/rnc)