Makassar, RNC – Perkumpulan Forum Diskusi Budaya Toraja kembali mengadakan webinar ke – 16 dengan mengangkat tema: Memahami Manusia Toraja Dalam Ritus Aluk Bua’ (Jilid 2), Sabtu (12/11/2022). Sebelumnya, sekira Oktober 2022, dihelat kegiatan yang sama, sehingga kali ini dilangsungkan jilid 2. Narasumber dalam webinar ini yakni, Pdt. Ivan Sampe Buntu, M.Hum. Rohaniawan dari Gereja Toraja ini menulis tesisnya semasa kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Widya Sasana di Malang, tentang Aluk Bua’. Noldus Pandin sebagai konseptor dari diskusi online yang juga Founder PDFBT dan Alumni UGM 2004, kemudian mendaulat Pdt. Ivan sebagai narasumber.
Dalam uraian materinya, Pdt. Ivan mengatakan, “Bua” adalah sebuah ritus yang besar atau kolosal, dan dilakukan secara penuh dari partisipasi keluarga maupun masyarakat yang ada. Kemudian, dalam ritus ini ada permohonan keberkahan akan konsep Tallu Lolona (Lolo Tau/Manusia, Lolo Patuan/Hewan, dan Lolo Tananan/Tumbuhan). Aluk Bua’ yang terjadi di Suku Bangsa Toraja, merupakan ritus yang selalu menjalin keharmonisan baik kepada sesama, kepada leluhur, serta Sang Pencipta. Kemudian dilanjutkan, tujuan dari Aluk Bua’ adalah untuk menata kehidupan yang telah rusak, dan diatur dengan keteraturan yang sesuai dengan harapan karena ada suka cita, serta kebahagiaan maupun keharmonisan yang diharapkan.
Pasalnya, di dalam Aluk Bua’ ada korelasi dengan alam semesta dan korelasi dengan waktu maupun manusia Toraja sebagai pelaksana ritus Aluk Bua’. Tujuan penting dari ritus Aluk Bua’ adalah sebagai berikut: pertama, adalah permohonan dan ungkapan syukur atas segala usaha manusia dalam bidang apapun. Kedua, sebagai syukur dari kerabat dari rumpun keluarga pada Tongkonan atas segala pekerjaan. Ketiga, adalah untuk pertobatan atau pengampunan dosa dan penyucian ruang kehidupan atas pelanggaran yang telah dilakukan serumpun keluarga maupun dalam kewilayahan adat Bua’ yang disebut To Sang Bua’.
Ketika dibuka sesi tanya jawab, salah satu partisipan, yakni Frater Harda Palloan mengatakan, ada yang telah hilang dalam keberlangsungan budaya Toraja saat ini. Dimana, nilai sakralitas telah mulai berkurang. “Nah, harusnya nilai sakralitas itu tetap ada meski telah hadir keragaman keyakinan di Toraja,” ujarnya sambil mengapresiasi kegiatan webinar tersebut.
Di samping itu, saran dari salah satu orang tua yang hadir untuk memberikan kesan dan pesan, bahwa jangan pernah bosan gaungkan soal kebudayaan kepada generasi muda, dan berharap pihak Gereja Toraja dan denominasi lain, hadir di dalam pengawalan budaya Toraja. “Sehingga, tidak dikikis oleh arus perkembangan zaman,” sebut Yulius Matasak. (*/rnc)