Oelamasi, RNC – Masalah aset pemerintah berupa mobil Toyota Fortuner dan tunjangan DPRD Kabupaten Kupang ikut disorot KPK beberapa Waktu lalu. Pasalnya, mobil ini digunakan bukan oleh orang yang berhak. Hal ini telah terkonfirmasi oleh pihak Sekretariat DPRD Kabupaten Kupang.
Terkait hal ini, Jumat (15/11/2024), Pakar Hukum Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka mengatakan mantan anggota DPRD Kabupaten Kupang, Yosef Lede yang mendapat mobil dinas Toyota Fortuner yang merupakan aset daerah dan juga menerima tunjangan transportasi pada waktu yang sama telah menimbulkan kerugian negara.
“Kerugian negara itu di mana, yaitu di tunjangan transportasinya, karena dia (Yosef Lede, red) sudah menggunakan mobil dinas. Karena mobil dinas ini mobil negara, terus dia menerima tunjangan transportasi. Ini kerugian,” tuturnya.
Mikhael mengatakan tunjangan transportasi yang sudah diterima Yosef Lede saat menjadi anggota DPRD Periode 2019-2024 wajib dikembalikan ke kas daerah melalui Sekretariat DPRD. Pasalnya, tunjangan transportasi dan kendaraan dinas adalah hal yang sama secara manfaat alias “dobel manfaat” dan sudah masuk dalam penyalahgunaan anggaran yang menjurus pada tindak pidana korupsi.
“Sehingga kalau sejak yang bersangkutan menerima keduanya yaitu mobil dan transportasi, harus mengembalikan tunjangan transportasi selama dia menikmati mobil dinas itu. Sampai kalau tidak mengembalikan, maka ini kerugian negara dan ini bisa sampai pada tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Ia juga mendesak Sekretariat DPRD dan Badan Keuangan dan Aset Daerah harus proaktif terhadap masalah ini karena ada kerugian negara yang ditimbulkan. Menurutnya, dua instansi itu juga terlibat dalam pemberian atau pembayaran tunjangan transportasi dan kendaraan dinas yang menimbulkan kerugian negara seperti pada Pasal 55 KUHP. Sedangkan berdasarkan regulasi, seharusnya Sekretariat DPRD dan BKAD sudah mengetahui peruntukan tunjangan transportasi bagi Anggota DPRD sebagai ganti kendaraan dinas yang tidak bisa difasilitasi oleh daerah.
“Jadi bukan hanya si oknum ini, tetapi pihak-pihak sesuai regulasi yang membayar tunjangan. Ketika dia tahu bahwa tunjangan itu diberikan hanya kepada anggota, dan diberikan karena apa, yaitu karena anggota tidak mendapat mobil dinas, sehingga ketika itu diberikan, maka ini bisa terjadi bersama-sama, terjadi permufakatan jahat untuk menimbulkan kerugian negara,” jelas Feka.
Terkait ini, Mikhael pun meminta Kejaksaan Tinggi NTT dan Polda NTT untuk mendalaminya guna melakukan pemeriksaan atas kerugian negara yang ditimbulkan. Ditegaskan pula bahwa dalam pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan. “Dan saya mempersilakan aparat penegak hukum untuk bisa masuk dalam konteks ini,” ujarnya.
Selain itu, BPK RI sebagai lembaga audit negara harus melirik dugaan kasus tersebut. Mikhael Feka berharap BPK meminta pertanggungjawaban dari pihak Sekretariat DPRD dan BKAD karena ada kendaraan dinas dan tunjangan transportasi yang tidak sesuai peruntukan bagi Yosef Lede.
Selain itu, perlu dilihat secara holistik karena ada kewenangan Setwan dan BKAD yang memberikan ruang kepada Yosef Lede bisa mendapat mobil dinas dan tunjangan DPRD selama 5 tahun dan tidak sesuai aturan. “Ini perlu untuk hati-hati, dan mestinya perlu untuk ditindaklanjuti biar diselesaikan secara administrasi, sebab Ketika sudah masuk dalam masalah pidana, maka itu sudah sulit untuk dibendung, karena Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi itu menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana,” pungkasnya.
Pinjam Pakai Tak Diatur Regulasi
Terkait status pinjam pakai kendaraan dinas, Mikhael mengatakan ketika Yosef Lede berstatus Anggota DPRD, selayakanya diperlakukan sama dengan 39 anggota lainnya. Pasalnya, alasan pinjam pakai tidak diatur khusus untuk satu anggota saja selama 5 tahun.
“Kalau ada pinjam pakai, siapa yang meminjam pakai, kenapa diberikan lagi tunjangan itu? Nah, semua harus ada payung hukum yang jelas. Kalau tidak ini berbahaya. Nah, ini kadang kita keliru dalam memahami hukum, maka bisa berdampak yang lebih besar atau lebih luas,” jelas Mikhal.
Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Undana, Dr. John Tuba Helan menilai tunjangan transportasi dan mobil dinas yang diterima Yosef Lede adalah hal yang tidak dibenarkan oleh regulasi. Menurutnya, pinjam pakai hanya bersifat insidentil.
“Untuk aset publik itu tidak ada istilah pinjam pakai, kecuali sifatnya insidentil, sehingga ada urusan-urusan tertentu, maka mereka pinjam pakai, tetapi kalau urusannya terus menerus selama 5 tahun, saya pikir itu tidak ada istilah pinjam pakai itu,” ungkapnya.
Tuba Helan pun meminta Yosef Lede segera mengembalikan tunjangan transportasi yang sudah diterimanya selama 5 tahun. Pasalnya, ia sudah mendapat kendaraan dinas sebagai fasilitas transportasi.
Menurutnya, tunjangan transportasi seharusnya tidak diberikan karena memiliki makna yang sama yakni tunjangan transportasi untuk Anggota DPRD menyewa kendaraan untuk kedinasannya. Oleh karena itu, Yosef Lede dinilai menerima fasilitas yang sama dan tidak dibenarkan regulasi.
“Kalau itu dia menggunakan mobil dinas secara terus menerus selama 5 tahun, sesungguhnya dia diperlakukan sama dengan pimpinan DPRD, sehingga tidak mendapatkan tunjangan transportasi. Sehingga itu betul kalau tunjangan diterima dan mobil diterima, mesti tunjangan itu disetor kembali ke kas daerah yaitu melalui Sekretariat DPRD,” jelas Tuba Helan.
Sekretariat Dewan Mengakui
Sebelumnya, dalam wawancara langsung RakyatNTT.com belum lama ini, Sekretaris DPRD Kabupaten Kupang, Efendi Kusumo mengungkapkan Yosef Lede selama menjadi Anggota DPRD Periode 2014-2019 mendapat fasilitas mobil dinas milik Pemerintah Kabupaten Kupang yang terdaftar pada aset Sekretariat DPRD. Ia mendapat mobil Fortuner itu dengan sistem pinjam pakai. Bersamaan dengan itu, Yosef Lede juga diberikan tunjangan transportasi.
“Kalau transportasi (tunjangan transportasi, red) dia terima. Kalau mobil dia pinjam pakai, walaupun aturan sonde membolehkan, tetapi penanggungan perbaikan kita tidak lakukan, dan mobil itu juga kita sudah ajukan untuk lelang,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, tunjangan transportasi yang ditetapkan Pemkab dan DPRD disebutkan senilai Rp12.500.000 per bulan untuk setiap Anggota DPRD selama Periode 2019-2024. “Kalau di anggaran yang mereka tetapkan itu sekitar Rp12 juta lima ratus itu transportasi. Sebenarnya itu dong sudah bisa pakai, sebenarnya kalau dong (anggota Dewan, red) hitung bagus sebenarnya dong sonde kesulitan mobil, karena ada duit transportasi (tunjangan transportasi, red) yang bisa digunakan untuk kredit,” ucap Efendi.
Untuk diketahui, dalam penelusuran RakyatNTT.com, para anggota DPRD Kabupaten Kupang Periode 2019-2024 mendapat 3 item tunjangan yang dibayarkan Pemkab Kupang melalui Sekretariat DPRD setiap bulan, yaitu tunjangan komunikas intensif senilai Rp6.300.000, tunjangan transportasi senilai Rp15.000.000 dan tunjangan perumahan senilai Rp10.500.000. Total ketiga tunjangan tersebut senilai Rp31.800.000 dan dipotong pajak senilai Rp4.770.000, sehingga jumlah nilai tunjangan yang diterima per bulan senilai 27.030.000. (rnc04)
Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Channel RakyatNTT.com