Kupang, RNC – Hingga Sabtu (7/12), tercatat dua paslon dari NTT telah mendaftar gugatan hasil Pilkada 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua paslon itu, yakni Mario Pranda-Richard Sontani (Mario-Richard) paslon nomor urut 1 di Pilkada Manggarai Barat dan Vicoas T.B. Amalo-Bima Th. Fanggidae (Lontar Malole) paslon nomor urut 2 di Pilkada Rote Ndao.
Kedua pasangan ini telah mendaftar gugatannya ke MK melalui kuasa hukumnya pada Jumat, 6 Desember 2024. Total saat ini terdapat 76 gugatan yang terdaftar di MK.
Pasangan Mario-Richard membawa hasil pleno Pilkada 2024 ke MK karena mengklaim penuh dengan kecurangan. “Saya bersama Pak Richard dan seluruh tim memutuskan untuk membawa hasil pleno ini ke Mahkamah Konstitusi,” kata Mario Pranda, Kamis (5/12/2024).
Salah satu kecurangan yang ditemukan, kata dia, yakni Ketua KPU Manggarai Barat ketahuan mencoblos di dua TPS, yakni di TPS asalnya di Desa Munting, Kecamatan Lembor Selatan, dan di TPS 02 Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo.
“Yang pertama di TPS 1 Munting, dan di daftar hadir, Ketua KPUD mencoblos di TPS. Kemudian di TPS 02 Batu Cermin, nama beliau ada di daftar pemilih pindahan dan di daftar hadir juga beliau mencoblos atau menandatangani daftar hadir, sehingga ini simbol Ketua KPUD saja dua kali mencoblos, lalu bagaimana dengan yang lain,” ungkap Mario.
Ketua KPU Manggarai Barat Ferdiano Sutarto Parman sebelumya membantah tudingan Mario. Tuduhan Mario itu disebutnya sebagai fitnah. Ia menegaskan hanya mencoblos di TPS 02 Desa Batu Cermin sebagai pemilih pindahan.
Untuk diketahui, dalam Pleno KPU Kabupaten Manggarai Barat, 3 Desember, pasangan Edistasius Endi-Yulianus Weng meraup 73.872 suara. Sedangkan, duet Mario-Richard mendulang 71.164 suara.
Tak hanya Manggarai Barat, hasil Pilkada Rote Ndao juga sudah didaftar ke MK. Tim Kuasa Hukum dari pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao nomor urut 2, Vicoas T. B. Amalo-Bima Th. Fanggidae (Lontar Malole) resmi mengajukan gugatan terkait pelaksanaan Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (6/12/2024) petang.
Ketua Tim Kuasa Hukum Paket Lontar Malole, Adhitya Nasution kepada media menjelaskan bahwa ada dua hal penting yang menjadi dasar pengajuan sengketa di Mahkama Konstitusi yakni adanya dugaan penggunaan ijazah palsu dari salah satu pasangan calon dan dugaan praktik politik uang saat berlangsungnya Pilkada di Rote Ndao.
Adhitya berharap MK berkenan memeriksa permohonan lebih lanjut terkait dengan cacat formil pasangan calon dan mengesampingkan hasil perolehan suara, agar menghasilkan produk Pilkada yang sesuai dengan amanat Undang-undang. “Harapannya tentu agar bisa dilakukan PSU di Kabupaten Rote Ndao,” tegas Adhitya. (rnc)