Kupang, RNC – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak PT Timor Ekspress Intermedia (TEI) sebagai perusahaan penerbit Harian Timor Express (TIMEX) untuk segera memenuhi hak-hak jurnalis Obetnego Y.M. Weni Gerimu yang dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal ini tertuang dalam surat resmi AJI Indonesia Nomor: 007/AJI-Bid.Ketenagakerjaan/D/X/2021, Perihal: Desakan pemenuhan hak-hak Obetnego Y.M. Weni Gerimu.
Surat tertanggal 12 Oktober 2021 itu ditandatangani oleh Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito, dengan Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Edi Faisol.
Dalam surat yang ditujukan kepada Direktur Utama PT Timor Ekspress Intermedia, Sultan Eka Putra, AJI Indonesia menyebutkan bahwa pihaknya telah mendapatkan informasi bahwa PT TEI telah melakukan demosi dan PHK kepada Obetnego Y.M. Weni Gerimu yang juga merupakan anggota AJI dengan nomor 2011-000882.
AJI Indonesia berpandangan PHK harus menjadi opsi paling terakhir yang dapat diambil pengusaha dan jurnalis. Pengusaha dan jurnalis harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK di tengah pandemi Covid-19.
Namun, dalam hal PHK tidak dapat dihindari, AJI Indonesia mendesak perusahaan untuk memenuhi hak-hak jurnalis sesuai dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Hasil analisa AJI bersama LBH Pers, tindakan demosi yang dilakukan PT Timor Ekspress Intermedia tidak berdasar karena tidak sesuai dengan regulasi internal dan eksternal.
“Selain itu, demosi juga tidak berbasiskan pada kinerja Obetnego Y.M. Weni Gerimu sebagai redaktur melainkan berbasis pada kesewenang-wenangan,” tegas AJI Indonesia dalam suratnya tersebut.
AJI Indonesia juga menyatakan bahwa Surat Pemanggilan dan Surat Peringatan sebanyak tiga kali yang dilayangkan PT Timor Ekspress Intermedia bersifat cacat hukum. Sebab, Obetnego Y.M. Weni Gerimu telah memenuhi pemanggilan pertama sehingga surat pemanggilan selanjutnya cacat demi hukum.
“Berikutnya, surat PHK terhadap Obetnego Y.M. Weni Gerimu batal demi hukum karena tak sesuai dengan Pasal 151 UU Cipta Kerja, dimana pasal tersebut mengisyaratkan Pemutusan Hubungan Kerja mesti melalui mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial, bukan dengan secara sepihak,” tegas AJI Indonesia lagi.
AJI Indonesia juga mengingatkan kepada PT Timor Ekspress Intermedia soal ketentuan PHK di Peraturan Dewan Pers Nomor: 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers.
“Pasal 18 dan Pasal 19 peraturan ini mewajibkan PHK jurnalis perusahaan media dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemerdekaan pers dan mengikuti UU Ketenagakerjaan,” lanjut AJI Indonesia.
Dalam surat AJI Indonesia, Pasal 24 Ayat (1) Peraturan Dewan Pers Nomor: 03/Peraturan-DP/X/2019 kemudian menegaskan “Status Perusahaan Pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers sebelumnya tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini”.
“Ketentuan ini dapat diartikan perusahaan pers yang melanggar peraturan ini, maka status terverfikasi dapat dicabul kembali,” demikian pendapat AJI Indonesia.
Atas dasar ini, AJI yang merupakan konstituen Dewan Pers mendesak PT Timor Ekspress Intermedia memenuhi seluruh hak-hak Obetnego Y.M. Weni Gerimu yang timbul dari PHK yang dilakukan manajemen PT Timor Ekspress Intermedia.
Edi Faisol menambahkan dirinya meminta Dewan Pers untuk membekukan sertifikasi Timor Express sebagai media terdaftar jika tak segera menyelesaikan kasus sengketa industrialnya. Menurutnya, AJI Indonesia sudah punya banyak bukti pelanggaran Timor Express yang tak sesuai dengan aturan mandat UU Pers.
Untuk diketahui, AJI adalah organisasi jurnalis yang misinya memperjuangkan kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis.
AJI memiliki 1.846 anggota yang tersebar di 40 kota. AJI menjadi anggota sejumlah organisasi internasional, yaitu International Federation of Journalists (IFJ) yang berkantor pusat di Brussels, Belgia.
Termasuk International Freedom of Expression Exchange (IFEX) yang berkantor pusat di Toronto, Kanada.
AJI juga merupakan anggota Global Investigative Journalism Network (GIJN) yang berkantor pusat di Maryland, Amerika Serikat.
Selain itu, AJI juga menjadi anggota Forum Asia, jaringan hak asasi manusia yang berkantor pusat di Bangkok, Thailand, termasuk anggota South East Asian Press Alliance (SEAPA) yang bermarkas di Bangkok.
Sebelumnya, manajemen Timor Express menyampaikan klarifikasi terkait belum dibayarnya hak-hak jurnalis atas nama Obet Gerimu. Dalam pernyataan yang ditandatangani Pemimpin Redaksi Harian Timor Express, Kristo Embu, pada poin ke-2, disebutkan pembayaran pesangon belum dilakukan karena belum ada dasar hukum.
Berikut poin pernyataan Timor Express terkait PHK jurnalis atas nama Obed Gerimu:
1. Dinas Nakertrans (Disnaker) Kota Kupang belum pernah mengeluarkan hitungan resmi terkait besaran pesangon Obed Gerimu di Harian Timor Express. Managemen Timex juga tidak pernah menerima surat dari instansi manapun terkait kewajiban membayar pesangon kepada Obed Gerimu.
2. Harian Timor Express belum bisa membayar kewajiban apapun kepada Obed Gerimu karena belum ada dasar hukumnya.
3. HarianTimor Express belum pernah mengalami kekurangan dana untuk membayar seluruh kewajibannya, sehinggq tidak pernah meminta dan atau tidak pernah menerima bantuan dari pihak manapun, apalagi uang koin.
4. Harian Timor Express tidak pernah melakukan PHK kepada wartawan karena alasan pandemi Covid-19 karena Timex saat ini masih kekurangan wartawan. Bahkan akan melakukan rekruitman wartawan dalam waktu dekat.
5. Harian Timor Express melakukan PHK kepada Obed Gerimu karena dianggap mangkir atau tidak mau/tidak melaksanakan tugas yang diberikan oleh perusahaan. Meskipun sudah beberapa kali ditegur/diperingati secara lisan dan tertulis tapi tetap tidak melaksanakan tugas tanpa alasan yang sah. Hasil pertemuan Tripartit dengan Disnakertras Kota Kupang sudah sampai tahap akhir dan tinggal menunggu kesimpulan yang akan dibuat oleh Mediator Disnakertrans Kota Kupang.
6. Persoalan antara Obed Gerimu dengan Timex merupakan sengketa ketenagakerjaan/ Hubungan Industrial antara perorangan atau pekerja dengan perusahaan/pemberi kerja yang saat ini sedang dimediasi oleh Disnakertras Kota Kupang sesuai aturan yang berlaku tanpa melibatkan/mengaitkan dengan organisasi apapun.
7. Diharapkan kepada semua pihak dapat mengikuti proses ini sesuai regulasi yang berlaku dan sabar menunggu hingga hasil akhir.
(*/rnc)