Kami Titip NTT yang Masih Miskin dan Bodoh Ini

Opini, Trending Topicdibaca 459 kali

Oleh Semy Balukh
Ketua DPD Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Kupang,
Pemimpin Redaksi RakyatNTT.com

SELAMAT untuk 22 kepala daerah dari NTT yang telah dilantik secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada Kamis (20/2/2025). Ini momen bersejarah. Untuk pertama kalinya kepala daerah dilantik secara serentak. Di Istana Negara pula. Tempat yang sakral.

Perjalanan sampai ke Istana Negara memang tak mudah. Harus melalui lika-liku kontestasi politik yang panjang dan melelahkan. Tentu ini semua untuk satu tujuan, yaitu menyejahterakan rakyat. Tujuan mulia inilah yang membawa Anda hingga sejauh ini.

Tapi mulai saat ini, lupakan kontestasi yang ‘berdarah-darah’ pada hari kemarin. Lupakan sekat-sekat, tembok-tembok pemisah serta segala puja-puji dari para pemuja. Karena hari ini Anda telah memasuki medan perang yang sesungguhnya.

Di arena ‘perang’ kemarin Anda tampil menggunakan topeng. Tampil dengan polesan-polesan yang begitu menakjubkan. Tapi mulai saat ini Anda ‘telanjang’. Segala sesuatu darimu akan kelihatan. Akan ketahuan dengan jelas. Karaktermu, kepemimpinanmu, pengetahuanmu, tutur katamu, semua gerak gerikmu, bahkan kehidupan pribadimu akan terkuak ke publik. Itulah risiko seorang pelayan publik. Anda pasti sudah tahu.

Hal terpenting adalah bagaimana Anda bekerja. Melayani. Ini yang sedang ditunggu. Semua janji-janji politik sudah dinanti-nanti. Rakyat sudah mencatat satu per satu. Apa yang Anda bicarakan dulu, waktu kampanye, harus dibuktikan satu-satu mulai sekarang.

Sebagai jurnalis, saya sudah mengikuti perjalanan pelayanan banyak kepala daerah. Tak ada yang bisa realisasikan janjinya 100 persen. Karena pada akhirnya semua terbentur masalah anggaran. Ketergantungan fiskal kita kepada pusat mencapai 70-80 persen. Dengan ruang fiskal yang sempit, sangat sulit merealisasikan janji-janji kampanye secara baik. Apalagi sektor swasta belum memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Dibutuhkan kreatifitas untuk mengatasi masalah ini.

Kontribusi kita terhadap ekonomi nasional sangat kecil. Mungkin di bawah 5 persen. Bahkan untuk Kawasan Bali-Nusra saja kita kalah telak. Kontribusi kita hanya 22,04 persen. Kalah jauh dari Bali 47,91 persen dan NTB 30,05 persen. Tak heran, kita masih menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Jumlah orang miskin di NTT sebanyak 19,02 persen. Ini setara dengan 1 juta jiwa dari jumlah penduduk 5,6 juta jiwa. Ingat, satu juta orang masih hidup miskin!

Sebanyak 90 persen dari satu juta orang miskin ini hidup di desa-desa. Jumlahnya tersebar hampir merata di semua kabupaten/kota. Namun paling tinggi ada di 4 kabupaten sedaratan Sumba, Sabu Raijua dan Rote Ndao. Daerah lainnya memiliki angka di bawah 25 persen. Terendah adalah Kota Kupang 8,24 persen.

Memang ini sebuah paradoks. Ketika setiap tahun ada sekitar 30 sampai 40 triliun rupiah anggaran masuk ke NTT, namun kita belum juga lepas dari predikat minus tersebut. Uang puluhan triliun itu tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan di daerah ini selama puluhan tahun. Pertanyaannya, salahnya di mana? Ini tugas Anda, para kepala daerah yang baru dilantik, untuk menjawab pertanyaan ini.

Masalah kompleks lainnya adalah soal pendidikan. Di sektor ini kita memang masih sangat jauh tertinggal. Saya masih ingat beberapa tahun lalu, ketika ujian nasional (UN) benar-benar masih berstandar nasional, NTT selalu ada di peringkat buntut. Angka kelulusan sekolah menengah (SMP-SMA) sangat rendah. Berbeda dengan beberapa tahun terakhir ini. Kebijakan sudah berubah drastis. Hampir semua sekolah kelulusannya 100 persen. Entah pakai standar apa.

Saya ingat, suatu ketika, saat konferensi pers pengumuman kelulusan SMA/SMK di Gedung Kemendikbud, saya bertanya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Muhammad Nuh, kenapa NTT selalu terendah angka kelulusannya? Ia menjawab saya dengan sebuah analogi. Ibarat lomba lari marathon, NTT sudah tertinggal sangat jauh. Jauh sekali. Puluhan kilometer jauhnya. “Untuk mengejar yang lain, (NTT) harus dinaikkan ke atas mobil,” kata Nuh waktu itu disambut gelak tawa ratusan awak media yang hadir.

Cukup panjang dan lebar ia menjawab pertanyaan saya itu. Tapi intinya ia mengatakan ada beberapa faktor penting yang berpengaruh, di antaranya kualitas dan kuantitas guru. Ini paling penting. Kemudian fasilitas pendidikan. Lalu, soal kebijakan, yang di dalamnya termasuk jaminan kesejahteraan guru. Saya memang malu dengan analoginya itu, tapi penjelasannya membuat saya paham inti persoalan pendidikan.

Pendidikan kita yang terbelakang membuat kita tidak punya daya saing, baik saat masuk ke jenjang pendidikan tinggi maupun dunia kerja. Tidak bisa bersaing di tingkat nasional, apalagi internasional. Tidak bisa menjadi manusia produktif. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Anda, para kepala daerah yang baru dilantik.

Kondisi kita hari ini tergambar jelas dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita yang sangat rendah. Berdasarkan data BPS, IPM NTT pada tahun 2024 hanya sebesar 67,39. Kita bahkan kalah dari Papua (73,00), Papua Barat Daya (68,63) dan Papua Selatan (67,90). Kita hanya unggul dari Papua Barat (67,02), Papua Tengah (59,75) dan Papua Pegunungan (53,42). IPM kita jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 74,20. IPM ini diukur dari tiga variabel; ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Persoalan krusial ini harus dibedah secara serius oleh para kepala daerah. Namun semua ini harus diawali dari kesadaran diri terlebih dahulu. Kita harus sadar bahwa kita masih miskin. Kita harus sadar bahwa kita masih bodoh.

Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih dari Universitas Pendidikan Ganesha mengatakan kesadaran diri sangat penting untuk membantu seseorang memahami apa yang sudah dan belum diketahui. Kesadaran diri terhadap apa yang belum diketahui dapat membantu untuk menemukan solusi terbaik. Dan juga kesadaran diri terhadap kekurangan dapat membantu mengambil keputusan yang tepat.

Pakar Pendidikan ini mencontohkan Jepang yang merupakan salah satu negara Asia paling inovatif yang memiliki kesadaran diri yang tinggi untuk belajar dan berinovasi. Dan, hasilnya, kita lihat Jepang sudah menjadi negara maju. Semua berawal dari kesadaran diri.

Banyak sekali ‘penyakit’ daerah ini yang tidak bisa kita bedah semuanya di sini. Tapi prinsipnya, sebagai pemimpin harus terus belajar. Belajar supaya bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Karena Anda dipilih bukan untuk sekadar jadi pejabat. Bukan untuk gagah-gagahan di podium. Bukan untuk dilayani. Anda dipilih untuk menyelesaikan aneka persoalan daerah ini. Anda dipilih karena dianggap mampu menjawab soal-soal yang sulit tadi.

Pemimpin wanita dari Pakistan, Benazir Bhutto mengatakan saat yang paling indah dari sebuah kapal adalah ketika ditambatkan di dermaga. Tapi jangan lupa bahwa kapal tidak dibuat untuk ditambatkan di dermaga. Kapal dibuat untuk menghajar gelombang dan membelah lautan.

Anda, para kepala daerah, tidak dilantik untuk duduk manis di kursi empuk. Juga tidak dilantik untuk dihormati, dipuji dan disanjung-sanjung. Tapi Anda dilantik dan disumpah untuk menantang gelombang persoalan dan lautan masalah daerah ini. Selamat bekerja. Tuhan memberkati. (*)

Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Group RakyatNTT.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *