oleh: Robert Kadang
Tulisan Ir. Fransiscus Go, SH, dalam opininya bertajuk : “Paradigma Pertanian Modern Menanti Minat Pemuda”, ada benarnya. Di tengah pergolakan dunia yang tidak menentu, sejumlah negara mulai membatasi komoditi ekspornya. Termasuk bahan pangan. Pemerintah Indonesia sendiri, saat ini gencar membuka lahan pertanian guna menopang dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Upaya ini agar terhindar dari krisis pangan. Karena itulah, Fransiscus Go menggugah minat generasi muda supaya mau terjun dan menggeluti sektor pertanian.
Ajakan Fransiscus Go bukannya tanpa alasan. Kegelisahan banyak negara yang diprediksi bakal mengalami krisis pangan, menginspirasi calon gubernur NTT itu. Pasalnya, generasi muda di banyak negara, kini ogah jadi petani. Mereka tak mau lagi mengarap lahan pertanian yang ada. Sementara di Indonesia, negeri ini memiliki alam dan tanah yang subur. Sangat layak menjadi produsen pertanian. “Namun realitanya, Indonesia justru masih menjadi pengimpor beberapa sektor pertanian utama dalam jumlah yang sangat besar. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) selama lima tahun terakhir, impor beras Indonesia terbanyak tahun 2023,” kata Fransiscus Go, CEO GMT Property Jakarta.
Jepang, adalah salah satu negara yang kini ini dihantui krisis pangan. Padahal, Negeri Sakura itu memiliki teknologi canggih yang menunjang pertanian mereka. Ironisnya, generasi muda Jepang mulai meninggalkan sektor tersebut. Mereka ogah jadi petani. Akibatnya, banyak lahan pertanian terbengkalai dan tak terurus. Parahnya lagi, jumlah penduduk berusia muda di daerah pedesaan Jepang, kian menurun dari tahun ke tahun. Kondisi ini diakibatkan menurunnya tingkat kelahiran dan banyak di antara mereka migrasi ke kota besar, mencari kerja kantoran.
Kondisi ini tentu akan menyulitkan sektor pertanian Jepang. Mengingat, usia para petani di Jepang di atas 60 tahun. Sudah saatnya diganti generasi berikutnya. Bila fenomena ini tidak segera dicarikan solusinya, maka Jepang akan bergantung pada impor demi memenuhi kebutuhan pangan warganya. Bahkan, mereka mulai mewacanakan pekerja asing untuk menggarap sawah ladang yang banyak terbengkalai.
Dalam pandangan Fransiscus Go, salah satu masalah utama penyebab mundurnya sektor pertanian di Indonesia, adalah kurangnya minat generasi muda menggeluti pekerjaan di bidang tersebut. Hal ini dikarenakan sektor pertanian di Indonesia dianggap sebagai pekerjaan yang tidak dapat mendatangkan kemakmuran, melelahkan dan kuno. Selain itu, mahalnya ongkos pertanian (obat-obat hama dan perawatan tanaman), tidak sebanding dengan harga hasil panen. “Jangankan membicarakan keuntungan, untuk balik modal pun sangat sulit dilakukan para petani. Faktor inilah salah satunya yang menyebabkan banyak anak muda Indonesia tidak tertarik untuk menggeluti pekerjaan ini,” tandas Fransiscus Go kepada RakyatNTT.com, Jumat (28/9). (*)