oleh

Luar Biasa! Undana Hasilkan 2 Profesor Perempuan di Bidang Sains

ads
ads

Kupang, RNC – Dua srikandi asal Fakultas Sains dan Teknik (FST) Universitas Nusa Cendana (Undana) Prof. Dr. Ir. Denik S. Krisnayanti, ST., MT dan Prof. Dr. Febri O. Nitbani, S.Si., M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar oleh Rektor Undana, Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc. Keduanya dikukuhkan bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023.

Dikutip dari portal resmi Undana, Prof. Denik merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Sipil dan Prof. Febri merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Organik Sintesis. Pengukuhan keduanya dilakukan di Gedung Graha Undana, Selasa 2 April 2023.

ads
ads

Hadir sejumlah undangan antara lain Senat dan para Guru Besar Undana, Asisten I Setda NTT, Johanna E Lisapaly, S.H,M.Si, perwakilan pimpinan DPRD NTT, Wakil Gubernur NTT 2008-2013, Ir. Esthon Foenay, M.Si, Wakil Gubernur NTT 2013-2018, Drs. Benny Litelnoni, perwakilan Pemerintah Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, perwakilan Dandrem 161/Wira Sakti Kupang, Wakapolda NTT, Brigjen Pol. Drs. Heri Sulistianto, perwakilan Danlantamal VII Kupang, perwakilan Danlanud El Tari Kupang, dan sejumlah pimpinan Forkompimda lainnya. Hadir pula perwakilan Dharma Wanita Persatuan Undana, dosen serta mahasiswa FST Undana.

Prof. Denik dalam orasi ilmiahnya menjelaskan upaya adaptasi perubahan iklim dengan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada wilayah semi-arid (semi ringkai). Ia menjelaskan, Provinsi NTT, termasuk wilayah dalam kategori derah iklim semi-arid dengan curah hujan lebih rendah disbanding dengan evapotranspirasi potensial dan kawasan semi-arid di dunia.

Ini menjadikan NTT menjadi daerah yang rentan terhadap banjir dan kekeringan. Curah hujan tahunan di NTT itu adalah 1250 mm/tahun. “Beberapa literatur yang pernah saya baca itu mencapai 1190 sampai 1200 dengan panjang data sekitar 25-30 tahun, saya mencoba menghitung itu adalah kurang lebih 1250 mm/tahun, dan penguapan rata-rata tahunan ternyata jauh klebih tinggi 2.465 mm/tahun. Artinya penguapan di NTT, jauh lebih tinggi dari pada jumlah curah hujan. Ini menunjukan indeks aridity sebagian wilayan NTT, yakni 0,20-0,50,” paparnya.

Menurut Prof. Denik, kondisi ini akan menjadi lebih rentan dengan adanya pemanasan dan perubahan iklim, karena berpengaruh terhadap siklus hidrologi. Apalagi, suhu tahunan di muka bumi mengalami peningkatan 0,14 -0,20 derajat celcius per decade sejak tahun 1960.

Dan di Asia Tenggara, peningkatan suhu mencapai 1 ½- 2 °C, peningkatan ini bisa menjadi 2 °C. Di Indinesa sendiri suhu udara rata rata bertambah kira-kira 0,3 derajat c, hingga sejak 1990, serta hujan tahunan berkurang sekitar 2-3 persen sejak 1990.

Data BMKG untuk wilayah Indonesia akan terjadi peningkatan suhu sebesar 0,5 derajat c, pada 10 tauun mendatang. Artinya kondisinya akan menjadi lebih panas pada musim kemarau dan hujan akan cenderung ekstrem pada musim penghujan.

Ini berpotensi terhadap timbulnya bencana hidrometerologi, perubahan curah hujan. “Perubahan iklim di NTT menjadi tantangan yang sangat unik, bila saya urutkan maka derah kita rentan terhadap cuaca extrem banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, longsor, letusan gunung apai, angin puting beliung, badai siklon tropis, tsunami dan gempa. Begitu banyak kerentatan bencana yang ada di derah kita,” sebutnya.

ads
ads

Mengutip Data BNPB NTT, lanjut Prof. Denik, dalam rentang waktu 22 tahun terakhir, sejak tahun 1999-2021, telah terjadi 843 kejadian bencana alam, dengan rincian 40 persen akibatkan cuaca ekstrem, 31 persen diakibatkan banjir, 11 persen diakib atkan tanah longsor dan sisanya kejadian bencana lainnya. “Namun kita masih diuntungkan, bahwa NTT tidak termasuk dalam 7 provinsi penyumbang bencana secara nasional,” tuturnya.

Baca Juga:  Tiga Guru Besar Undana Dikukuhkan, Ungkap Potensi Listrik Tenaga Angin di NTT

Prof. Denik memaparkan, NTT memiliki 1.227 DAS yang tersebar Pulau Timor, Flores, Sumba dan lain-lain. “Setiap DAS memberikan respon yang berbeda terhadap hujan yang masuk ke DAS tersebut. Perbedaan karakteristik DAS akan pengaruhi besarnya debit banjir dari satu DAS ke DAS lainnya, dampak jumlah curah hujan, intensitas hujan dan kelembaban tanah berdampak tumbuhnya banjir telah banyak yang mempelajari,” urainya.

Demikian pula dengan data morfometri sangat menentukan perilaku air (hirdrologi) pada suatu DAS, seperti limpasan permukaan (banjir), infiltrasi, cadangan air tanah dan perilaku genangan banjir.

Ia menambahkan bahwa berbagai model untuk mengidentifikasi daerah rawan banjir telah banyak diterapkan di lapangan, minimnya ketersediaan data curah hujan, dan tipe penggunaan lahan sering jadi kendala penyusunan peta bahaya banjir.

Untuk mengatasi minimnya dan tidak tersedianya data hujan dalam beberapa tahun terakhir, telah dilakukan sejumlah penggunaan data hujan berbasis satelit sebagai komplemen data hujan yg diukur di lapangan secara manual

Perkembangan teknologi yang sangat luar biasa beberapa dekade terakhir ini juga memberi opsi lain sebagai pengganti data hujan terukur dan ini juga berdampak cukup besar kepada kita tenaga ahli dibidang keairan.

Metode tersebut, sebut Prof. Denik untuk mengimplementasikan daerah aliran sungai yang rawan/berpotensi terhadap banjir NTT dengan menggunakan 10 parameter data. “Data-data ini sebenarnya bukan data-data yang cukup sulit bagi pemerhati keairan di NTT, khususnya di Indonesia,” katanya.

Data tersebut adalah luas DAS, panjang sungai utama, kemiringan sungai utama, bentuk DAS, kerapatan sungai, hujan harian maksimum, hujan harian maksimum, nilai parameter alfa (α), tutupan lahan, kekasaran saluran, dan nilai kurve number.

“Metode CENDANA dibantu oleh sistem informasi geografis dan peta hidrogeologis kawasan, yang sangat mudah diaplikasikan pada tingkat awal,” sebutnya.

Keberhasilan Pengelolaan DAS

Prof. Denik menyebut, keberhasilan dalam pengelolaan DAS wilayah semi-ringkai guna adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Menurutnya ada beberapa hal yang dilakukan, yakni dengan 3 C. Pertama, Cermat dalam mengidentifikasi karakteristik DAS dan kondisi hidrometeorologi. Kedua, Cerdas dalam langkah-langkah mitigasi, termasuk bagaimana meningkatkan kualitas siklus hidrologi, meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam langkah mitigasi dan adaptasi. Ketiga, Cerdik dalam strategi peningkatan ketahanan air, strategi kebijakan. Pada akhir orasinya, ia menegaskan bahwa untuk membangun NTT harus dimulai dengan ketahanan air dan akan berhilir pada ketahanan pangan untuk menuju masyarakat lebih unggul.

Pidato Prof Febri

Sementara itu, Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Organik Sintesis, Prof. Febri ketika mengawali pidatonya dengan menyebut bahwa life is chemistry, thers is no life without chemistry (hidup adalah kimia, tidak ada kehidupa tanpa kimia). Pernyataan tersebut, kata Prof. Febri disampaikan oleh gurunya, alm Prof. Dr. Mochamad Utoro Yahya, M.Sc, seorang Guru Besar dalam bidang Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan IPA UGM.

Baca Juga:  Prof. Kalvein Rantelobo Dikukuhkan, Ini Harapan Tokoh Toraja di Kupang

Menurutnya, pernyataan tersebut sederhana namun sarat makna dan sangat mempengaruhi cara berpikirnya sebagai orang yang menekuni kimia. “Bahkan ilmu kimia telah berperan dalam menunjang kehidupan dan peradaban manusia dari waktu ke waktu,” ujarnya.

Keberaniannya menyampaikan pernyataan itu karena telah melalui berbagai refleksi, antara lain DNA atau asam deoksiribonukleat adalah biomolekul penting dalam sel yang berperan sebagai pembawa informasi genetic yang memberi sifat pada suatu organisme hidup.

DNA, papar Prof. Febri merupakan satu untaian rantai polinukleotida mengandung gugus phospat, gula deoksiribosa dan basa nitrogen yang saling terhubung melalui ikatan kovalen. Ia menambahkan, struktur double helix disusun oleh 2 rantai polinukleotida yang terhubung melalui ikatan hidrogen antar residu basa nitrogen yaitu A-T (2 HB) dan G-C (3 HB). “Saya mau mengatakan bahwa hanya orang Kimia yang dapat menjelaskan dengan tuntas mengapa struktur DNA seperti itu,” sebutnya.

Pada kesempatan itu, ia juga menjelaskan senyawa kimia dalam kehidupan, seperti struktur kimia molekul air, struktur kimia amoksisilin, sayuran dan buah, dan struktur kimia NaCl. Selanjutnya senyawa antioksidan alami seperti, sruktur kimia, vitamin C, struktur β-karoten, sayuran dan buah, dan struktur kimia Likopen.

Oleh karena itu, menurutnya, banyak senyawa kimia berperan dalam menunjang fungsi, mengontrol dan menjamin keberlangsungan suatu siklus kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.

“Ilmu Kimia juga sangat membantu dalam menjawab beberapa fenomena alam yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari seperti: mengapa suhu air 100 °C (pemanasan air), mengapa minyak tanah atau minyak kelapa tidak dapat bercampur dengan air (Immicible air dalam minyak), tetapi mengapa etanol dapat bercampur dengan air untuk membentuk minuman beralkohol,” tandasnya.

Bahkan, kata Prof. Febri, ilmu kimia sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu aplikatif lain, seperti kedokteran, forensic, industry bioenergy, farmasi, pertanian, peternakan, industry polimer, dan lingkungan. “Ilmu Kimia juga hadir memberikan solusi terhadap banyak persoalan dalam bidang aplikatif lainnya,” bebernya.

Dunia Kesehatan khususnya pengobatan dan terapi saat ini diperhadapkan pada suatu persoalan serius yaitu fenomena resistensi anti mikroba, yaitu keadaan bakteri jamur dan virus resisten terhadap antibiotic yang biasa digunakan dalam pengobatan penyakit infeksi.

Tercatat pada artikel review terbaru, beber Prof. Febri, sekitar 1,27 juta penduduk yang meninggal akibat resistensi obat antibiotik tahun 2021. Review tersebut juga menuliskan bahwa salah satu penyebab terjadinya resistensi anti mikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak bijak.

Ilmu Kimia Beri Solusi Resistensi Antimikroba

Untuk mengatasi persioalan resistensi antimikroba, maka Ilmu Kimia hadir untuk memberikan solusi. ”Salah satu solusi terhadap resistensi antimikroba dari perspektif kimia adalah penemuan dan pengembangan senyawa antimikroba baru,” tandasnya.

“Aljeldah (2022) dalam reviewnya menemukan bahwa terdapat 2 (dua) model pendekatan dalam pengembangan senyawa antimikroba baru, pertama pengembangan senyawa turunan dari senyawa antibiotik yang telah resisten, dan mengembangkan ssenyawa antimikroba baru secara struktur kimia melalui isolasi bahan alam, pendekatan sintesis senyawa organik, dan pendekatan secara komputasi kimia (molecular docking),” urainya.

Dua pendekatan tersebut, kata Prof. Febri, membutuhkan pendekatan Ilmu Kimia sebagai pijakan, karena ilmu kimia organik secara khusus mempelajari tentang struktur, reaksi dan karakteristik senyawa organic bahkan bagaimana interaksi antara senyawa organic tersebut dengan sel tartget pada organisme hidup.

Baca Juga:  Gavriel Novanto Berbagi Kisah Sukses Investasi Bisnis hingga Olahraga di NTT

Dalam menemukan senyawa antimikroba dari bahan alam, biasanya seorang peneliti bahan alam berangkat dari kearifan lokal kelompok etnis tertentu di dalam mengobati suatu penyakit infeksi yang dikenal dengan pendekatan etno medicine.

Jika suatu sampel bahan alam dari daun, batang, akar, buah, bisa mengobati suatu penyakit pada etnis tertentu, maka dapat dipastikan bahwa terdapat senyawa bioaktif tertentu yang bertanggungjawab terhadap penyembuhan tersebut.

Peneliti bahan alam akan lakukan isolasi dan karakterisasi untuk menemukan struktir dari bioaktif tersebut, tetapi sayangnya, jumlah senyawa bioaktif yang biasa dihasilkan dari isolasi itu jumlahnya sangat sedikit.

Pada tahapan ini, peneliti dari bidang Sub Kimia Bidang Organik Sintesis hadur untuk memberbanyak senyawa bioaktif dari hasil isolasi melalui proses sintesis di laboratorium.

Prof. Febri memaparkan sintesis molekul target membutuhkan analisis retrosintesis sebagai upaya mencegah molekul target melaui proses diskoneksi dan interkonversi gugus fungsi hingga menemukan bahan dasar jalur reaksi dan reaksi yang efektif dan efisien. Jika ditemukan bahan dasar menuju molekul target dari bahan alam, maka Langkah tersebut sangat baik dan bijak, sebagai upaya untuk menerapkan prinsip prinsip green chemistry.

“Itulah mengapa judul pidato pengukuhan guru besarnya adalah Peranan Kimia Organik Sintesis dalam Pengembangan Senyawa Antimikroba Berbasis Minyak Nabati Lokal,” ujarnya.

Pertanyaannya? Setiap minyak nabati dari biji tumbuh-tumbuhan memiliki keunikan karena jenis minyak nabati dibedakan oleh komposisi dan jenis asam lemak yang menyusun trigliserida dari minyak nabati tersebut. Misalnya, minyak kepala mengandung asam laurat 52 persen, minyak jarak ricinus mengandung asam ricinoleat 93 persen, dan minyak sawit mengandung asam palmitat sebesar 44 persen.

Kandungan asam lemak yang berbeda memungkinkan adanya pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku pengembangan berbagai produk dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi seperti biodiesel, bioaftur, pelumas dan aplikasi lainnya termasuk obat-obatan antibiotic.

NTT sebagai lahan kering kepulauan sangat kaya dengan sumber nabati seperti minyak kelapa, minyak kemiri, minyak biji labu kuning, minyak jagung dan lainnya.

“Jika Prof. Godlief Nenofa mengkaji pemanfaatan minyak nabati lokal NTT sebagai pengganti energi alternatif pengganti energi fosil, maka saya mengkaji sisi lain pemanfaatan minyak nabati lokal sebagai bahan anti mikroba,” ujarnya.

Dalam penelitian yang dilakukannya, dapat dikatakan bahwa asam lemak dapat diseintesis melalui hidrolisis basa metil ester asam lemak, sintesis monogliserida seperti 1-monolaurin dan 1-monokaprin menggunakan gliserol terproteksi yaitu 1,2-asetonida gliserol, dan etanolisis minyak nabati menggunakan etanol dan katalis Lipozym TL IM (enzim lipase) untuk menghasilkan 2-monogliserida seperti 2-monolaurin.

Pada akhir pidatonya, ia menyimpulkan bahwa pengetahuan Kimia Organik Sintesis memungkinkan adanya pengembangan jalur reaksi sintesis asam lemak dan monogliserida sebagai antimikroba lipid dari bahan dasar minyak nabati, asam lemak dan monogliserida dapat dimodifikasi menjadi senyawa derivat-derivat lain yang mungkin lebih efektif sebagai senyawa antimikroba melalui pendekatan kimia komputasi, dan Kimia komputasi melalui molecular docking dan molecular dinamic sangat membantu efektivitas sintesis bahan antimikroba dari minyak nabati. (*/hms/rnc)

Editor: Semy Rudyard H. Balukh

Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *