Praktisi Hukum Minta Bupati Manggarai Tindak Pengusaha yang Langgar UU

Manggaraidibaca 592 kali

Ruteng, RNC – Praktisi Hukum, Siprianus Edi Hardum yang merupakan advokat dari kantor hukum Edi Hardum and Partners, meminta bupati Manggarai Hery Nabit turun tangan dan memerintahkan pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan untuk membongkar semua perusahaan yang tidak taat hukum di Manggarai, termasuk CV. Surya Ruteng. Perusahaan ini diduga tidak bertanggung jawab untuk membayar pesangon Rofinus Halut, karyawan yang telah dipecat.

“Karena saya tahu beliau ini seorang pengusaha juga. Saya pikir begitu. Jadi ya pasti ada sense of humaniti-nya terhadap tenaga kerja. Jadi ini penting hal-hal seperti ini jangan sampai ada perbudakan modern,” kata Edi Hardum kepada RakyatNTT.com, Senin (26/7/2021) malam.

Rofinus Halut, dipecat setelah bekerja selama 22 tahun, sementara pengusaha Sandi Tunti hanya mau membayar Rp 500.000 sebagai pesangon. Ulah pengusaha ini dinilai melawan hukum dan bentuk penghinaan terhadap tenaga kerja di seluruh Indonesia.

Edi Hardum menjelaskan, setiap perusahaan yang mempekerjakan orang lain sebagai karyawan harus tunduk pada hukum atau undang-undang yang berlaku.

Ada dua UU yang bisa menjadi rujukan, yakni yang pertama adalah Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sedangkan yang terbaru adalah Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Jadi di undang-undang lama itu maksimal hanya 2 tahun dia (karyawan) dikontrak. Kalau setelah itu antara dipecat atau harus diangkat jadi karyawan tetap,” ungkap Edi saat dihubungi via telepon, Senin (26/7/2021) malam.

Edi mengatakan, jika seorang karyawan tidak pernah diberhentikan atau dipekerjakan secara terus menerus, maka secara otomatis karyawan itu harus dianggap sebagai karyawan tetap.

“Jadi perusahaan yang melakukan pemberhentian sekarang, itu tidak benar caranya. Dia harus membayar pesangon,” katanya.

Edi menguraikan, analisis hukum dalam hal menentukan besaran pesangon bagi Rofinus Halut, jika mengacu pada salah satu dari dua undang-undang di atas.

“UU lama maupun UU baru, itu dia adalah 9 kali upah dikali 2. Ditambah 18 tambah 8 berarti 26 kali upah, tambah uang penghargaan, berarti dia dapat sekitar 30-an kali upah,” paparnya.

Dengan demikian jika besaran upah Rofinus Halut sebelum dipecat adalah Rp1.800.000,00 tiap bulan, maka besaran pesangon yang harus diterimanya adalah sebesar Rp54.000.000,00.

Nilai itu masih terbilang kecil, namun itu menjadi risiko karena Rofinus dipekerjakan dengan tidak dibuatkan surat pengangkatan karyawan tetap oleh pihak CV. Surya.

“Tapi undang-undang mengatakan, ketika seseorang dikerjakan lebih dari 2 tahun secara terus menerus itu sudah dianggap sebagai karyawan tetap. Tidak boleh tidak,” tegasnya.

Edi menuturkan, jika merujuk pada UU Cipta Kerja, maka mesti dijelaskan tentang alasan pemecatan terhadap Rofinus. Jika pemberhentian itu dengan alasan perusahaan mengalami penurunan pemasukan atau bangkrut atau atas alasan apapun, hitunganya pun hampir sama.

“Dia diberhentikan sebelum usia pensiun atau sudah pensiun tetap diberikan tunjangan pensiun sebagaimana diatur oleh undang-undang. Tidak bisa dia (pengusaha) katakan hanya Rp500.000,00. Itu saya sarankan pengawas Ketenagakerjaan di daerah di Kabupaten harus bertindak perusahaan seperti itu,” pintanya.

Edi mengapresiasi langkah mediasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Ketenagakerjaan. Menurutnya, proses bipartit atau pertemuan pekerja dan pengusaha selesaikan sengketa hubungan industrial merupakan langkah awal yang baik.

Selanjutnya jika kedua belah pihak tidak menemui kesepakatan maka perlu dilaksanakan proses tripartit, di mana pengusaha, pekerja dan pemerintah selesaikan sengketa hubungan industrial.

Jika perusahaan tidak menerima keputusan saat proses tripartit maka selanjutnya diajukan di persidangan hubungan industrial. Pekerja harus menggugat di pengadilan hubungan industrial dengan difasilitasi oleh DPMKUT (Dinas Ketenagakerjaan).

Edi juga menanggpai alasan ganti pemilik melalui ahli waris dari Yohanes Tunti ke Sandy Tunti sebagaimana disampaikan oleh pihak perusahaan. Menurut Edi, itu hanyalah masalah perdata. Jadi siapapun yang memimpin perusahaan selanjutnya, maka dia harus bertanggung jawab termasuk semua karyawan yang bekerja pada perusahaan itu.

“Ini harus terbuka. Kalau dia masih ngotot seperti itu, maka itu perusahaan harus dipailitkan. Dia harus diaudit itu. Tidak bisa begitu dong alasannya,” katanya.

Niat perusahaan yang tak mau bertanggungjawab jelas Edi, bisa jadi suatu alasan bagi pengawas dari Dinas Letenagakerjaan untuk menindak dengan mencabut izinnya. Pelanggaran yang telah dilakukan itu menjadi salah satunya entry point untuk membongkar semua kesalahan dan pelanggaran yang lainnya.

“Kalau perusahaan tidak membayar gaji atau pesangon karyawan, patut diduga perusahaan ini tidak menghargai hukum. Banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya ini,” tegasnya.

Bahkan, jika ada tindakan tegas terhadap perusahaan ini kata Edi, akan menjadi pelajaran untuk semua perusahaan di Manggarai dan Manggarai Raya bahkan NTT.

Oleh karena itu, Dinas Ketenagakerjaan, terutama bidang pengawasan harus membuat sebuah presiden baik (yurisprudensi). Untuk memberi pelajaran kepada semua perusahaan dan kepada seluruh masyarakat Manggarai.

“Bahwa tenaga kerja itu itu dilindungi oleh undang-undang. Tidak ada lagi perbudakan sekarang ini,” katanya.

Edi kemudian mencontohkan dalam negara Ekonomi atau sebuah negara atau daerah maju, tenaga kerja dan pengusaha ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa lepas antara satu dengan yang lain. Perusahaan tanpa tenaga kerja itu akan timpang. (rnc23)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *