Kawal Kasus Eks Kapolres Ngada, NTT Bukan Tempat Buangan Pejabat Polisi Kriminal

Trending Topicdibaca 303 kali

Kupang, RNC – Kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terhadap anak dan perempuan merupakan kejahatan kemanusian yang tidak bisa ditolerir.

Menyikapi hal ini, Forum Academia NTT dan berbagai jaringan masyarakat sipil, gereja, dan individu di NTT, nasional dan internasional yang tergabung dalam “Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak” mengambil langkah untuk memerangi berbagai bentuk kejahatan dan kekerasan seksual di NTT dan Indonesia.

Pagi tadi, Jumat (21/3/2025), Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak mendatangi Markas Polda NTT untuk bertemu Kapolda. Gagal bertemu Kapolda, mereka berorasi di halaman Mapolda NTT dan membacakan pernyataan sikap terkait kasus eks Kapolres Ngada. Surat pernyataan sikap tersebut kemudian diserahkan kepada Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra.

Berikut poin-poin pernyataan sikap yang dibacakan mantan Ketua Sinode GMIT, Pdt. Mery Kolimon dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata.

1. Menuntut Polri melakukan proses hukum yang transparan dan adil atas kasus dengan tersangka AKBP Fajar. Bagi kami, kekerasan seksual yang dilakukan oleh yang bersangkutan harus dilihat sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime), terutama dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya dengan pasal berlapis tanpa impunitas, termasuk membuka opsi untuk diberikan hukuman tambahan berupa kebiri kimia sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang merupakan perubahan dari Perpu no. 1 tahun 2016. Polri harus mengusut kejahatan AKBP Fajar lainnya, yang belum disebutkan atau dibuka oleh Polisi Australia. Polri harus sangat malu terhadap kejadian ini.

2. Meminta Kapolri dan jajarannya untuk meminta maaf secara kelembagaan kepada masyarakat NTT. Kasus AKBP Fajar sangat melukai warga Nusa Tenggara Timur, dan kami menuntut Kapolri, untuk memulihkan hubungan dengan warga NTT. Polri harus tahu adat. Polri tidak boleh menempatkan pejabat kriminal di wilayah Nusa Tenggara Timur, karena sudah menjadi pengetahuan umum pejabat yang dilempar ke NTT adalah pejabat yang buruk. Trend ini harus diubah.

3. Polri harus membuka ulang kasus A, ‘kasus bunuh diri anak’ yang dipetieskan oleh AKBP Fajar semasa ia menjadi Kapolres Sumba Timur. Jejak kejahatan AKBP Ini bukan lagi dosa perorangan, tetapi merupakan cacat kelembagaan. Perlu diperiksa kasus-kasus kekerasan seksual yang dipetieskan semasa AKBP Fajar bertugas di berbagai Polres di Indonesia.

4. Aplikasi Michat dan aplikasi sejenis harus dilarang di Indonesia karena
terbukti menjadi medium utama penjualan orang terutama anak-anak perempuan dan akses pedofilia. Polri perlu memperkuat operasi cyberpolice untuk mengejar pelaku pedofilia dan jaringan perdagangan anak. Pembiaran terhadap Michat yang dilakukan Polri dan Komdigi merupakan pelanggaran
hukum, karena membiarkan medium kriminal beroperasi dan menjadi predator anak-anak perempuan, dan bahkan dilakukan oleh pejabat Polri sendiri. Michat merupakan wadah prostitusi online. Karena itu harus dihapuskan dan ditolak di Indonesia.

5. Menuntut Kapolri untuk membongkar sindikat prostitusi anak di Kota Kupang dan NTT serta menyebutkan secara eksplisit sanksi untuk anggota Polri yang terlibat dalam prostitusi dan pornografi anak. Polri wajib menghadirkan: (i) perspektif dan pemahaman hak perlindungan anak sebagai prasyarat, sebagai pendidikan, pembinaan ataupun promosi jabatan di institusi Kepolisian, (ii) melakukan tes psikologi secara berkala kepada seluruh anggota Polri, Polri perlu melakukan investigasi internal dan independen untuk melacak keterlibatan aparat penegak hukum yang ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kejahatan prostitusi anak dan pornografi anak.

6. Menuntut Kapolri dan lembaga Polri memastikan agar seluruh korban, baik anak dan remaja dari AKBP Fajar mendapatkan restitusi, mulai dari jaminan hidup dan beasiswa hingga perguruan tinggi serta jaminan pendampingan psikologi hingga mereka dewasa. Anak-anak dan remaja perlu mendapatkan fasilitas pemulihan psikososial dari trauma dan perlindungan sosial hingga mereka dikategorikan dewasa. Orangtua mereka juga perlu didampingi oleh tenaga konseling untuk melalui masa sulit ini.

7. Polri harus mengusut secara transparan jaringan perdagangan narkoba di NTT, termasuk yang dipakai AKPB Fajar. Pembiasaan penggunaan narkoba di kalangan anggota kepolisian sungguh disayangkan, sebab standar ganda Polri hanya akan merusakkan penegakan hukum di negara Indonesia. Secara khusus Polda NTT perlu mengusut tuntas jejaring narkoba di Kota Kupang dan Sumba Timur.

8. Polri, TNI, dan Komdigi perlu bekerja keras memerangi cybercrime di Indonesia. Indonesia ketinggalan jauh dalam hal memerangi kejahatan di dalam dunia digital. Jaringan pedofil global yang bisa masuk hingga pejabat Polri merupakan tamparan yang memalukan. Kita harus berbenah.

9. Database pelaku kekerasan seksual perlu dibuat terbuka dan bisa diakses publik. Polri perlu mempublikasikan database terpusat mengenai identitas pelaku kekerasan seksual yang sedang dihukum, masih buron, ataupun telah bebas (sesuai UU No. 17 tahun 2016) secara terbuka untuk dapat diakses oleh masyarakat umum dan lembaga agar masyarakat dapat waspada sehingga tidak membuka peluang pelaku melakukan tindakan bejatnya kembali.

10. Gubernur NTT dan jajaran perlu menjadikan program pencegahan
kekerasan seksual pada anak sebagai program prioritas di NTT, menyediakan fasilitas Rumah Aman dan tenaga profesional yang cukup di seluruh kota/kabupaten di NTT, menyatakan bahwa materi pendidikan dan sosialisasi kekerasan seksual pada anak wajib diberikan kepada seluruh perangkat daerah dan tokoh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan pendidikan dan sosialisasi di lembaga pendidikan, organisasi perangkat daerah, BUMD, yang dimulai dari provinsi, kabupaten hingga tingkat desa.

11. Maraknya prostitusi remaja dan banalitas sex child trafficking di Kupang
harus menjadi tanggungjawab bersama untuk diselesaikan. Peristiwa ini juga menjadi pukulan keras bagi masyarakat NTT terkait fenomena prostitusi online di kalangan anak dan remaja. Perlu dilakukan kajian-kajian terkait kerentanan anak dan remaja terhadap prostitusi online dan upaya melindungi mereka dari kejahatan tersebut. Berbagai komunitas keagamaan maupun
organ kemasyarakatan lain perlu bergerak bersama membahas dan menyelesaikan persoalan sosial ini.

Untuk memastikan tuntutan-tuntutan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak juga menyerukan kepada berbagai pihak masyarakat sipil, Gereja, dan individu-individu agar bersama-sama mengawal kasus ini, serta memastikan agar kejadian ini merupakan kejadian terakhir yang terjadi di tubuh Polri. Khususnya untuk memastikan trend Kapolri menempatkan pejabat polisi yang punya catatan buruk ke NTT segera diakhiri. Sebab NTT bukan tempat buangan pejabat kriminal Polri. Jangan buang sampah ke sini.

Selanjutnya, secara bersama-sama memastikan keseriusan Polri untuk mengawal kasus pemerkosaan atau anggota Polri, memantau untuk memastikan penerapan kategori pelanggaran hukum yang paling berat karena kekejian: kekerasan seksual anak, pedofil, TPPO, pornografi anak, dan
narkoba.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak juga mengajak semua elemen masyarakat bersama-sama membentuk jaringan dan satgas sipil untuk mengawal penyelesaian kasus ini secara tuntas dan bagi kasus-kasus kekerasan seksual lainnya di masa yang akan datang. Satgas ini akan mendukung dan memantau proses penyidikan, persidangan, dan pendampingan korban.

Selain itu, masyarakat sipil juga diajak berpartisipasi dalam menyediakan dan mengembangkan pendampingan dan edukasi rutin di sekolah-sekolah, dan gereja (sekolah minggu), tentang kesehatan reproduksi, bagaimana melindungi diri dan berani melaporkan kalau ada indikasi kejadian serupa, juga materi literasi digital. Kami berharap pemerintah daerah dan lembaga-lembaga penegak hukum juga melakukan hal yang sama di lingkungan masing-masing. (rnc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *