Kupang, RNC – Tidak ada alasan bagi Fransiscus Go untuk tidak mencalonkan diri sebagai gubernur NTT. Dia telah berbuat bagi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bukan baru sekarang. Tapi telah belasan tahun dia mendedikasikan baktinya untuk Flobamora tercinta. Begitu sekelumit perbincangan para jurnalis, usai pengumuman Lomba Esay Jurnalistik yang diinisiasi GMT Institute, Sabtu (18/11/2023), di Hotel Sasando Kupang. Pernyataan para jurnalis itu bukannya tanpa alasan. Menjawab pertanyaan salah seorang jurnalis tentang kehadiran Fransiscus Go di Kupang, dalam momentum pemilihan kepala daerah, CEO GMT Institute, Ir. Fransiscus Go, SH, secara lugas memaparkan siapa dia sebenarnya.
“Saya hanya orang biasa, bukan siapa – siapa. Kalau ke Kefa (Timor Tengah Utara), orang tua kami yang punya toko kelontong ‘Sembilan Jaya’. Setelah orang tua meninggal, kami lalu mendirikan Yayasan Felix Mario Go untuk penghormatan kepada leluhur. Yayasan ini bergerak di bidang bantuan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Ikut berkontribusi untuk pembangunan di NTT. Sudah 15 tahun kiprah yayasan ini. Kantor pusatnya di Kefa. Di Jakarta kantor cabang,” beber Fransiscus Go, direktur utama Yayasan Felix Maria Go.
Jejak Yayasan Felix Maria Go, kata Fransiscus, bisa ditelusuri seperti; penyaringan air bersih di Desa Nain, Kabupaten TTU, dan di Nenuk, Kabupaten Belu. Kemudian pemberian bantuan ke sekolah dari SD, SMP dan SMA di Wani Besak, Kabupaten Malaka. “Kita semua membangun NTT dengan cara kita masing – masing,” kata Fransiscus Go. Untuk skala yang lebih luas, alumni Universitas Gajah Mada ini lalu mengungkapkan karya property yang dilakukan di NTT. Misalnya, menyewa lahan milik Pemerintah Kabupaten Kupang di Bundaran PU (sekarang Bundaran Tirosa), selama 25 tahun untuk membangun hypermart dan lahan di Fatululi seluas 6,5 hektare dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT selama 25 tahun, untuk membangun Lippo Plaza. “Tanah – tanah itu tetap merupakan milik Pemerintah Kabupaten Kupang dan Pemprov NTT,” tandasnya.
“Kalau untuk Pemkab Kupang itu kami sewa. Sedang tanah Pemprov NTT di Fatululi, itu merupakan kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna. Tujuannya, pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta menjalankan program yang namanya Public Private Partnership (PPP) yang sekarang diganti dengan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),” tambahnya. Dikatakan Fransiscus, pemerintah tidak bisa diandalkan untuk membangun seluruhnya. Butuh pihak pihak swasta. “Pemerintah fokus pada kebijakan, regulasi dan pembangunan. Tapi untuk perputaran ekonomi, perlu keterlibatan swasta,” sebutnya.
Terkait Lomba Esay Jurnalistik yang dihelat pihaknya, Fransiscus Go mengapresiasi karena menurutnya, moment tersebut telah melahirkan 21 karya pemikiran para jurnalis, demi kemajuan NTT. “Ini menjadi moment, bahwa membangun NTT dimulai dari kita sendiri. Ada 21 pemikiran yang masuk, dan itu kami hargai. Dari berbagai sumbangsih pemikiran para jurnalis ini, setidaknya akan melahirkan beberapa program. Dan, pemerintah defenitif nanti harus bisa menerapkan, sehingga dengan sendirinya menjadi pemberi ide ataupun gagasan. Teman – teman pers harus mengawalnya, sehingga proses pembangunan di NTT berjalan bersama – sama. Kita harus berpikir positif yang lebih baik dari waktu ke waktu, agar pembangunan di NTT terus bergerak ke arah yang lebih,” imbuh Fransiscus Go. (robert kadang)