Perjuangan Petugas Sensus Mendata Warga di Tengah Pandemi Covid-19

Humanioradibaca 564 kali

Kupang, RNC – Di balik data jumlah penduduk disajikan Badan Pusat Statistik (BPS), rupanya ada perjuangan yang tidak sedikit dari petugas sensus. Mereka hanyalah orang-orang yang mungkin dianggap biasa-biasa saja. Juga terkadang dipandang sebelah mata hanya karena tidak memiliki pekerjaan tetap dan dikontrak BPS untuk sementara waktu. Mereka ditertawakan karena harus jalan kaki keliling kampung. Masuk dari rumah ke rumah bagai seorang sales yang menawarkan barang. Terkadang, mereka disambut dengan gigitan anjing milik tuan rumah.

Itulah secuil pengalaman dan kisah perjuangan petugas sensus untuk menghasilkan karya besar lewat data penduduk. Dan kali ini, perjuangan mereka kian berat karena Sensus Penduduk 2020 dilaksanakan saat dunia sedang berhadapan dengan pandemi Covis-19. Pandemi yang membuat orang-orang tidak lagi ramah bahkan takut bertemu dan bersalaman dengan wajah baru.

Secuil kisah petugas sensus seperti yang digambarkan di atas, juga dialami Yuliana Dida. Kamis (10/09/2020) lalu, RakyatNTT.com berkesempatan mewawancarai Yuliana di tengah-tengah kesibukannya sebagai petugas sensus di RT 33 RW 09 Kelurahan Lasiana Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.

Yuliana mengaku, sensus penduduk yang dilakukan secara door to door atau tatap muka dimulai sejak tanggal 1-15 September 2020. Saat turun ke lapangan, petugas sensus selain dilengkapi dengan surat tugas, juga mengenakan masker, pelindung wajah, sarung tangan dan membawa hand sanitizer. Hal ini sejalan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona. “Kami diberi waktu 15 hari untuk melakukan sensus dari rumah ke rumah. Sesuai arahan BPS, kami jalankan itu semua sesuai dengan protokol kesehatan,” ujar wanita yang kesehariannya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Setiap harinya, kata wanita berdarah Sabu Raijua itu, dia keluar dari rumah untuk melakukan sensus penduduk mulai pukul 07.30 WITA dan baru kembali pada pukul 16.00 WITA. Dalam sehari, jumlah KK (kepala Keluarga) yang berhasil dia kunjungi bervariatif. “Kadang bisa lebih dari 60 KK. Tapi kadang tidak sampai karena pemilik rumahnya kosong,” sebut Yuliana yang baru pertama kali terlibat sebagai petugas sensus.

Menjalankan aktivitas sebagai petugas sensus, diakui Yuliana, sungguh tidak mudah. Di beberapa rumah yang dia datangi, ada anjing peliharaan yang cukup galak. Tak heran jika dalam beberapa kesempatan, dia hampir digigit anjing. Selain itu, ada KK yang rumahnya kosong dan harus didatangi berkali-kali. Ada penghuni tambahan serta KK baru yang masih kumpul kebo, yang sama sekali tidak memiliki KK, KTP serta administrasi kependudukan lainnya.

“Karena tidak boleh terlewatkan, maka anak kos yang tinggal di kos milik warga setempat untuk jangka waktu yang lama, juga harus didata. Keluarga tambahan dalam rumah, juga ikut didata. Dan di sini saya temukan banyak diantara mereka tidak memiliki KK dan KTP,” sebut Yuliana selama ini tinggal di RT 16 RW 07 Kelurahan Lasiana Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.

Kedatangan petugas sensus, lanjut Yuliana, tidak semuanya disambut dengan ramah oleh pemilik rumah. Apalagi di tengah pandemi covid-19, orang-orang terkadang menaruh curiga setiap wajah baru yang berkunjung. Bagi yang memahami apa itu sensus penduduk, tentu tidak sulit untuk menjelaskan maksud kedatangan mereka. Tetapi bagi yang kurang paham, guratan keraguan dan kecurigaan jelas tergambar di wajah mereka. “Ada yang cuma lihat logo BPS di rompi yang kami pakai, langsung tahu maksud kedatangan kami. Yang kurang paham, ini yang sedikit repot. Kadang ada yang mengomel karena tidak dapat bantuan covid, tapi pendataan jalan terus. Padahal pendataan ini tidak dalam rangka untuk memberikan bantuan,” ujarnya sembari tertawa kecil.

Meski banyak tantangan, Yuliana mengaku tetap fokus dan bertanggungjawab selama menjalankan sensus penduduk. Sebab pekerjaan yang dijalankan dengan sungguh, akan mendatangkan kegembiraan sehingga semua tantangan bisa dihadapi. “Soal ada honor, itu penghargaan dari BPS untuk semua yang berjerih lelah. Tapi yang paling penting di sini adalah tanggungjawab dalam mengembankan tugas untuk menghasilkan data kependudukan yang akurat,” katanya.

Di akhir wawancara dengannya, Yuliana mengaku bangga bisa direkrut oleh menjadi petugas sensus. Sebab pengalaman pertamanya ini menjadi bekal untuk masa yang akan datang. “Sensus penduduk dilakukan 10 tahun sekali. Saya bersyukur bisa menjadi bagian dalam pendataan penduduk pada sensus kali ini,” ungkapnya.

Terimakasih Ibu Yuliana dan semua petugas sensus. Di balik semangat “Mencatat Indonesia” yang digaungkan BPS pada Sensus Penduduk 2020, ada jasa besar dari kalian semua. Semoga cucuran keringat dan jerih payah kalian menghasilkan data kependudukan yang bermanfaat untuk negeri tercinta, Indonesia.

(rnc09)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *