Oleh Hamza H. Wulakada
Koordinator Program Studi Pendidikan IPS pada Program Pascasarjana dan Sekretaris Dewan Pengawas, Universitas Nusa Cendana
DI tengah kemelut dunia pendidikan NTT yang sepekan terakhir dilanda kebijakan [tak tertulis] dari Gubernur NTT, ada hal luar biasa yang patut dihikmati. Bahwa masuk sekolah 05.30 Wita bagi SMA/SMK itu berpotensi lahirkan generasi emas NTT masa depan. Generasi yang konon ‘dipastikan’ tembus dalam persaingan global, generasi yang punya daya juang tinggi menggapai cita. Ya, itu pengharapan kita semua meskipun pintu masuknya dilahirkan secara caesar tanpa alasan saintifik, hanya meraba-raba seolah anakanak dijadikan kelinci percobaan. Apapun perdebatan, hal itu telah dimulai namun kita boleh berharap Dinas terkait sudah punya instrument pengontrol yang kelak dijadikan alasan pertobatan bahwa membangun manusia harus sistemik dan manusiawi.
Pergunjingan di sosial media pun sedikit meredah seiring redahnya hujan awal pekan ini. Mendung memang masih menyelimuti gugusan pulau nusa tenggara namun warga Flobamorata tak perlu cemas, ada banyak varian asa dibalik pengharapan itu. Mentari pasti kan bersinar lagi. Mentari yang diharapkan mampu menyinari kancah pendidikan NTT yang salah satunya akan dikukuhkan per 8 Maret esok. Masyarakat NTT khususnya civitas akademika UNDANA patut berbangga karena ditengah kemelut 05.30, salah satu putra terbaik NTT tengah dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Mikrobiologi Veteriner dan Parasiitologi. Membanggakan NTT sebagai provinsi ternak yang sempat tersengat cemeti ‘berternak S.Pt’ setidaknya telah mulai menemukan solusi jalan kebuntuan.
Sebelum dilema 05.30 datang, warga NTT sempat dihebohkan dengan ancaman virus African Swine Fever [ASF] pada babi. Memang tidak sesadis kala awal 2021 bersamaan dengan datangnya badai Covid-19 namun ini sebuah peringatan agar kita lebih mawas menjaga kandang dan dapur agar tetap sehat dan hiegenis menyajikan menu penganulir stunting. Para peternak dan pecinta hewan di NTT kini boleh sejenak menghela napas karena untuk pertama kalinya NTT memiliki seorang Guru Besar yang keluar dari rahim veterinary. Ini tidak hanya pada hewannya tapi sudah sampai pada mikrobiologinya sehingga tak pelak kedepannya kita punya optimisme tinggi untuk memastikan NTT adalah provinsi ternak.
Setidaknya warga NTT tidak lagi menjadi parasit dalam deretan angka keterbelakangan karena telah memiliki ahli parasitologi yang iharapkan mampu menjamin higenisitas menu makan para siswa yang hampir tertinggal sarapan karena harus masuk sekolah pukul 05.30. Para pelajar kita kelak tak kekurangan protein dan zat besi hingga menjadi stunting hanya karena ketiadaan pakar yang memastikan kualitas daging aman dari virus.
Mentari itu telah bersinar. Semenjak satu dekade lalu NTT melalui UNDANA telah memiliki dapur untuk melahirkan para veterinary. Meskipun terlambat karena hewan piaraan tak lagi menjadi kebanggaan adat mempersunting kaum hawa namun setidaknya sudah lebih dari 200 Dokter Hewan [drh] telah lahir dari rahim UNDANA, kini tengah berpatri untuk NTT.
Sederetan Dokter Hewan dimaksud dipandu oleh para pakar yang salah satunya adalah Prof. Dr. drh. Maxs U.E. Sanam, M.Sc. Per awal 2023, beliau telah dinobatkan menjadi Guru Besar FKKH Bidang Ilmu Mikrobiologi Veteriner dan Parasitologi dan akan dikukuhkan 8 Maret 2023. Anak Timor kelahiran Kupang 08 Maret 1965, ini adalah putra dari Bapak Bastian Bernadus Sanam dan Ibu Mariana Sanam-Kedoh [Alm] yang menamatkan studi doktoralnya di FKH Universitas Gajah Mada tahun 2015.
Alumni S1 FKH UGM 1987 ini sebelumnya tamat dari SMA N 6 Surakarta [1983] setalah menjadi delegasi siswa berprestasi tingkat nasional dari SMA Negeri 1 Kupang [1982]. Konon beliau dahulunya juga sudah terbiasa bangun pagi sebelum pukul 05.00 tapi bukan karena kewajiban masuk sekolah seperti saat ini melainkan kewajiban domestik yang harus dituntaskan.
Alkisah, kewajiban domestik itu adalah tentang ‘pisang goreng’ jualannya yang menjadi salah satu tapak jalan karier menuju orang nomor wahid di UNDANA saat ini. Prof. Dr. drh. Maxs U.E. Sanam, M.Sc. yang biasa disapa ‘Pak MAXS’ adalah suami dari drh. Hembang Murni Pancasilawati, darinya telah lahir dan dibesarkan 2 putri kesayangan; Zerlinda Christine Aldira Sanam, S.Psi dan Viona Mariana Dewi Sanam. Kesehajaan hidup dari keluarganya telah dirintis sejak bersekolah di SD GMIT Kuanino [tamat 1976] lalu berlanjut ke SMP Negeri 1 Kupang [tamat 1980].
Bawaannya yang cool dan luwes membuatnya senantiasa mudah dalam pergumulan teman seumuran, bahkan hingga kini masih aktif berkomunikasi dengan sesama teman seperjuangan dulu. Semasa kecil kala liburan tiba, teduhnya alam Camplong menjadi pilihan utama. Bersama keluarga di sana, beliau bak cowboy kecil yang gemar
mengandangkan sapi-sapi betina pasca melahirkan. Lalu diperah susunya untuk diminum, apalagi ‘susu kepala’, itulah alasan Camplong selalu akan menjadi tempat bernostalgia.
Sejak tahun 1900 diterima sebagai dosen UNDANA, beliau pernah dipercayakan sebagai Kepala Laboratorium Mikrobiologi dan Parasitologi FAPET UNDANA [1998-2005]. Sebelum menjadi Dekan Fakultas Kedokteran Hewan [2013-2018], beliau juga sempat menjadi Kepala International Relations Office [IRO] UNDANA [2006-2010]. Bahkan dalam kancah internasional, beliau pernah menjadi Sekretaris Indonesia Australia Eastern Universities Project [IAEUP] pada tahun 2022-2004 kemudian dipercayakan menjadi Ketua Forum Koordinasi dan Kerjasama 8 Perguruan Tinggi [FK8PT] UNDANA tahun 2004-2006, dan memimpin proyek NUFFIC [2007-2010]. Alumni S2 James Cook University-Australia [tamat 1997] ini sebelum menjadi Rektor UNDANA ke-10, beliau sempat menjabat Wakil Rektor Bidang Akademik UNDANA [2018-2021].
Selain badminton dan tenis meja yang menjadi hobbynya, Profesor Maxs juga gemar berpetualangan. Hamparan padang pengembalaan dipinggiran hutan tropis menjadi tempat yang sangat nyaman untuk menikmati akhir pekan bersama teman dan keluarga. Dalam suasana alam terbuka itu pula beliau mendapatkan banyak gagasan untuk mengembangkan kepakarannya.
Sebanyak 26 artikel ilmiah telah diterbitkan pada jurnal nasional dan internasional bereputasi hingga menghantarnya menjadi Profesor di usia 58 tahun. Ketua Asosiasi Mikrobiologi Veteriner Indonesia [2022-2026] ini juga pernah meraih berbagai penghargaan, diantaranya; [1] Mahasiswa Berprestasi Akademik UGM, 1986; [2] Rod and Monica Campbell Prize untuk mahasiswa asing berprestasi akademik pada James Cook University, 1996; dan [3] Dokter Hewan Berprestasi di Bidang Akademik pada Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, 2021.
Mantan Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia [PDHI] Cabang NTT ini juga masih aktif menulis buku [4 judul] serta sederet opini yang selalu dinanti-nanti para pembaca media massa. Di tengah kesibukannya sebagai Rektor UNDANA [2021-2025], Profesor Maxs masih sempat memberikan gagasan briliannya seputar jam masuk sekolah dalam tulisannya berjudul ‘Ritme Sirkadian dan Jam Masuk Sekolah Lebih Awal’ [warta.edukasipublik.com]. Menurutnya, ritme sirkadian adalah hal penting dalam menjaga kesehatan fisik dan kinerja akademik siswa sehingga pilihan masuk sekolah lebih awal dapat mengganggu ritme itu bahkan berdampak negatif.
Sarannya, sekolah sebaiknya mempertimbangkan untuk memperbaiki jadwal yang ada agar sesuai dengan ritme sirkadian siswa dan memberi waktu lebih cukup untuk tidur berkualitas karena dianggap mampu membantu siswa untuk tetap sehat dan produktif di sekolah. Bahwa kisah tentang ‘pisang goreng’ dahulu adalah sebuah kepiluan yang mengisi paginya namun dari sanalah menjadi batu loncatan beliau untuk terus memacu daya juangnya hingga keberbagai kancah persaingan.
Konon karena pisang goreng yang membangunkannya lebih sedu tapi tetap nyaman menikmati tidur malam hingga kecerdasannya masih tetap terasah hingga dinobatkan menjadi Guru Besar di usianya ke-40 UNDANA. Congratulation Profesor Maxs, Proficiat untuk UNDANA, dan Bravo Pendidikan NTT. (*)
Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com