Ribuan Petani Rumput Laut di NTT Menang Gugatan Tumpahan Minyak Montara

Headline, Internasionaldibaca 1,688 kali

Jakarta, RNC – Pengadilan federal Australia di Sydney memenangkan class action alias gugatan kelompok dari 15 ribu petani rumput laut dan nelayan NTT soal kasus tumpahan minyak Montara.

Hal itu diketahui dalam keterangan yang diterbitkan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (19/3/2021). Hakim Pengadilan Federal untuk kasus ini David Yates memutuskan perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) bersalah dalam kasus tumpahan minyak Montara.

Hakim David Yates dalam putusannya menyatakan bahwa PTTEP tidak menyanggah bukti bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara dan karenanya menghukum perusahaan tersebut untuk membayar ganti rugi atas kasus ini sebesar Rp 252 juta atau sekitar 22.500 dolar Australia.

Hakim David Yates mengatakan bahwa tumpahan minyak tersebut menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian para petani.

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun menyambut baik putusan dari pengadilan federal Australia ini. Menurutnya kemenangan para petani tidak lepas dari pembentukan satuan tugas khusus untuk mengurus kasus tumpahan minyak Montara yang dibentuk pihaknya pada Agustus 2018.

Saat itu, satgas penanganan kasus tumpahan minyak Montara ini dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, yang saat itu dijabat Purbaya Yudhi Sadewa.

BACA JUGA: Pemerintah Bantu Masyarakat dengan BLT Rp759.000 untuk Beli Rumah

Luhut menjelaskan satuan tugas yang dibentuk langsung bekerja untuk menyatukan pandangan pemerintah dan nelayan di Laut Timor untuk memenangi gugatan.

“Kami mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar kami punya dasar yang kuat di pengadilan. Setelah itu Satgas datang ke berdialog dengan otoritas terkait tentang kasus ini serta mendukung secara maksimal gugatan yang diajukan masyarakat NTT ke pengadilan federal Australia,” ujar Luhut dalam keterangannya.

Adapun data yang dikumpulkan Satgas untuk menjadi dasar tuntutan tersebut adalah data dari citra satelit LAPAN, data sampel minyak di Pulau Rote, data kualitas air, serta data dari dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat di wilayah Timor Barat.

Luhut juga mengatakan satuan tugas membantu koordinasi pengiriman ahli-ahli dari lembaga peneliti terkemuka di Indonesia untuk menjadi saksi di sidang pengadilan di Australia.

Kasus ini berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik PTTEP meledak di lepas landas kontinen Australia. Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari.

Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. Pemerintah menemukan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara. (*/rnc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments