Kupang, RNC – Yayasan STIKES Maranatha NTT kini sedang menanti realisasi dana bantuan beasiswa tahap III dari Pemprov NTT untuk 157 mahasiswa. Bantuan ini merupakan kerja sama antara STIKES Maranatha dengan Pemprov NTT.
Hingga pertengahan tahun 2022, belum ada realisasi beasiswa untuk tahap III. Para mahasiswa yang mendapat program ini terancam tidak menyelesaikan kuliah.
Terkait hal ini, Ketua STIKES Maranatha, Stefanus Ki’ik bersama Ketua Dewan Pembina Yayasan Maranatha, Semuel Selan meminta Pemprov NTT untuk segera menindaklanjuti MoU yang telah ditindaklanjuti dengan pencairan beasiswa untuk 157 mahasiswa.
Stefanus mengatakan ada kesan Pemprov NTT melakukan pembiaran terhadap program beasiswa ini dan mengabaikan tanggung jawabnya menyalurkan bantuan kepada mahasiswa.
Ia menyebutkan, Pemprov NTT bersama Yayasan Maranatha membuat perjanjian sejak tahun 2019 dan berlaku hingga 2024. Dalam perjanjian ini, Pemprov NTT membiayai 157 mahasiswa yang tidak mampu untuk menyelesaikan studi di STIKES Maranatha.
Sejak program ini berjalan, sudah dilakukan dua kali pencairan oleh Pemprov NTT, yakni tahun 2020 dengan nilai Rp 1.750.000.000 untuk tahap pertama dan Rp 2.000.000.000 pada tahun 2021 untuk tahap kedua.
Namun, dalam perjalanan di tahun 2022, Pemprov tidak melanjutkan program tersebut tanpa memberikan alasan yang jelas. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh pihak yayasan, namun belum ada kejelasan.
“Berulang kali kami mencoba untuk mendatangi Pemprov NTT agar sekiranya kami bisa tau kendala apa saja, sehingga sampai hari ini belum ada pencairan tahap III, tapi selalu saja tidak dapat kepastian. Kalau dihitung sudah 6 kali kami mendatangi kantor gubernur,” kata Semuel Selan.
Menurut dia, jika tidak ada realisasi beasiswa, maka dipastikan para mahasiswa ini kesulitan menyelesaikan studinya. “Kalau hanya satu atau dua anak saja, mungkin saya bisa bantu, tapi ini sebanyak 157 orang. Saya mesti bagaimna? Apalagi sebagian sudah praktik dan sebagian mau wisuda,” ungkap Semuel.
Konfirmasi kepada Pemprov NTT yang dilakukan pihak yayasan, kata Semual, bukan berarti yayasan sedang mengemis. Yang dilakukan adalah berdasarkan perjanjian kerja sama yang dilakukan kedua belah pihak. “Bukan mengemis atau kesannya meminta tapi kan sudah ada MoU-nya maka kami minta dipertanggungjawabkan,” kata Semuel.
Ia berharap Pemprov NTT bisa membuka ruang dialog dengan pihak yayasan untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab jika dibiarkan, akan berdampak buruk bagi kelanjutan studi para mahasiswa. “Pak Guberbur tolong diberikan waktu agar sekiranya kita bisa bertemu untuk sama-sama mencari solusi. Kasian mahasiwa. Masa depan mereka jadi taruhan,” pungkas Semuel. (rnc26)
Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com